BAB 13

402 29 0
                                    


Melisa berjalan lesu. Sepanjang jalan di lorong menuju kelasnya ia memukul-mukul pelan kepalanya. Pening. Rasanya kepalanya terasa nyut-nyutan di sana-sini. Pasti ini karena ia kurang tidur semalam. Ia baru bisa tidur jam 3, dan jam setengah 6 ia sudah harus bangun. Hhh...

Sepanjang perjalanan Melisa bisa merasakan beberapa anak di sekitarnya masih berbisik-bisik sambil sesekali memandangnya. Tapi, sekarang ia sudah tak mau ambil pusing. Tentu mereka masih membicarakan masalah kemarin, apalagi berita Melisa yang ngamuk ke Adi pasti juga sudah terdengar. Ia sekarang sudah tak peduli apa anggapan orang, yang penting ia dan Adi tak ada masalah apa-apa lagi sekarang, dan Adi bilang ia juga akan mengklarifikasi masalah kemarin di majalah dinding edisi berikutnya. Nanti juga lama-lama anak-anak ini bosan dan mulai melupakan hal itu.

Melisa berdecak saat kakinya sudah menginjak ambang pintu kelas. Pemandangan yang selalu bikin eneg terpampang di depannya. Reyhan dan para dayangnya itu, hhh... yang lagaknya bak ratu sejagat. Melisa memutar bola mata diam-diam. Kenapa ya, sepertinya semesta sengaja berkonspirasi membuatnya kesal setiap hari setiap waktu? Bisa tidak memberikan ia waktu sebentar untuk bernapas dari segala kemuakkan ini?

Melisa berjalan cepat melewati bangku Reyhan, enggan menampakkan dirinya di depan mereka berlama-lama.

Tedy menopang dagunya. "Kenapa?" tanyanya. Ia bertanya karena Melisa melemparkan tasnya ke meja seperti sedang kesal akan sesuatu. Terutama dari alis dan keningnya yang mengkerut.

"Stress gue," aku gadis itu.

"Stress kenapa?" Tedy semakin heran.

Melisa menatapnya sesaat. Hhh..... rasanya ia memang butuh teman curhat, atau setidaknya teman berbagi, supaya ia tak merasa menanggung semuanya sendirian. Tapi, rasanya Tedy bukan lah orang yang tepat.

"Hhh..." Melisa mendesah dan menyandarkan tubuh ke bangku dengan lemas.

"Kenapa, sih?" Tedy semakin penasaran.

Melisa menggeleng pelan. "Nggak apa-apa....."

Bagaimana mungkin ia cerita, sedangkan salah satu masalah yang bikini a stress adalah Andi, sahabat Tedy. Mana mungkin ia cerita!

Melisa juga tak mengerti. Padahal kisahnya dengan Andi itu sudah lama berakhir dan berlalu. Tapi, kenapa sekarang ia kembali kepikiran dan membuat dirinya stress sendiri.

Tidak, ia bukannya masih ada perasaan pada Andi. Melisa sangat yakin itu. Karena ia sudah tak pernah merasakan perasaan berdbar-debar maupun berdesir layaknya perasaan cinta pada umumnya. Lagipun... Melisa adalah tipe yang sangat membenci orang pembohong, apalagi selingkuh, jadi kalau orang itu sudah mengkhianatinya, perasaannya tak akan pernah sama lagi. Ia mungkin sudah bisa berkawan baik dengan Andi lagi, dan ia juga sudah memaafkan atas apa yang cowok itu pernah lakukan padanya... tapi jatuh cinta pada cowok itu lagi, jelas tak akan mungkin terjadi.

Lalu, kenapa lo kemarin senang banget dan berbunga-bunga dibilang 'manis' sama Andi?

Seperti ada suara bisikan malaikat-malaikat jail di sekitarnya. Melisa meijat kepalanya dengan kedua tangan, pusing dengan bisikan itu.

Ya, ya, kemarin ia memang merasa seperti itu, entah kenapa. Tapi, itu bukan cinta. Bukan. Melisa bisa menjamin itu bukan... tapi, kalau ditanya pun ia juga tak tahu itu perasaan apa....

Melisa langsung bangkit dengan geseran mejanya yang terdengar agak kasar, membuat Tedy, Andi dan Fakhrul menatapnya penuh tanya. Tapi, gadis itu terus saja pergi keluar tanpa mengatakan apa-apa.

===

Renni dan Widya cuma bisa menatap Melisa diam, karena gadis itu sibuk mengacak-acak rambutnya sendiri, tak peduli bagaimana poninya berantakan sekarang.

Sakura Lover (COMPLETED) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang