BAB 9

625 34 0
                                    



Melisa berjalan pelan menyusuri salah satu lorong sekolah yang akan menuju pada kelasnya, bersama Renni. Gadis itu nampak sibuk berpikir sendiri, sedang dilema akan sesuatu. Tadi pagi ia berencana untuk mencegat Adi sebelum berangkat sekolah, tapi seperti kemarin, cowok itu langsung melesat dengan motornya tanpa memedulikan Melisa. Sikap Adi ini benar-benar semakin membuat hatinya sedih. Karena, sejak kelas 6 SD mereka berteman, mereka tak pernah bertengkar sampai seperti ini. Ini keterlaluan! Karena Melisa bahkan tak tahu apa salahnya! Bagaimana ia mau minta maaf, coba, atau memperbaikin kesalahannya.

"Ck!" Melisa langsung memutar badannya, berbalik arah. Renni kaget.

"Mel, elo mau kemana??" tanyanya bingung, karena Melisa mendadak berderap menuju kelas anak Bahasa dan IPS.

Melisa berbalik sebentar. "Elo duluan aja!" tukasnya, lalu kembali menuju kelas Bahasa.

"Ada Adi nggak?" tanyanya pada Aris yang sedang bermain bola kaki di depan kelasnya. Ia bersyukur karena bisa ketemu Aris di depan kelas. Sebetulnya tadi ia sangat nervous, makanya sempat dilemma apakah ia harus datang ke kelas Adi atau tidak. Bukan apa, Melisa agak gimanaaa gitu kalau masuk ke zona anak Bahasa dan IPS. Anak laki-lakinya itu loh, entah ya, kayak beda aja gitu dengan anak IPA. Tapi, syukurlah ia bertemu Aris di depan. Aris adalah anak cowok Bahasa yang nggak mainstream. Anaknya sopan banget. Sejujurnya Aris ini tipe idaman semua wanita.

"Oh, Adi? Bentar." Aris melongokkan kepalanya ke pintu kelas. "Ada Adi nggak??" tanyanya. "Nih, ada yang cari."

Aris lalu tersenyum pada Melisa. "Bentar ya, masih dipanggil. Dia ada kok, tunggu aja."

Tuh, kan, Aris itu baiiikkk banget. Nada suaranya lembut, sopan, santun, aduhh.... Seandainya cinta itu datangnya bisa pakai diundang, mungkin Melisa akan rela untuk jatuh cinta pada cowok satu ini. Tapi, kan, cinta itu suka aneh, suka datang di waktu salah dan pada orang yang salah. Halah, kenapa sekarang jadi ngomongin cinta? Buat Melisa, cinta itu sudah tak penting! Ia sudah masa bodo sama cinta. Cukup sekali, aku merasaaaakan kegagalan cinta...

Aris kembali memainkan bola kakinya, dan Melisa kembali nervous. Duh, sebentar kalau Adi keluar, ia harus bagaimana ya... Duh, pokoknya mesti ngomong!

Adi muncul di depan pintu kelas, dan senyum cowok itu langsung hilang begitu melihat Melisa. Tapi, tidak seperti biasanya yang langsung menghindar, kali ini cowok itu hanya berdiri diam memandangi Melisa, namun tatapannya agak datar.

Melisa menarik napas. "Gue mau ngomong," katanya akhirnya dengan nada datar, dan mungkin ekspresinya juga tak kalah datarnya. Habisnya, ia sudah keburu sebal dan marah juga dengan sikap Adi belakangan ini.

"Apa?" sahut cowok itu juga dengan datar.

"Bisa ngomongnya nggak di sini?" balas Melisa, sama datarnya.

Cowok itu hanya diam, tapi Melisa seakan bisa mendengar suaranya yang bertanya 'oke, mau dimana jadinya?'.

Melisa berjalan menuju lorong depan sekolah yang mendekati gerbang, di sebelah meja satpam. Ia tahu Adi mengikutinya.

"Elo kenapa sih sebenarnya?" tanya Melisa langsung.

Adi mengernyitkan kening. "Gue kenapa? Gue nggak kenapa-kenapa."

Gadis itu menatapnya datar. Tatapan matanya nampak marah, namun juga mulai berkaca, membuat Adi terdiam. Ia bisa melihat emosi gadis itu sedang campur aduk antara marah, kesal, kecewa, sedih.

"Kalau gue ada salah sama lo, elo bilang. Jangan diam aja dan malah giniin gue. Gue nggak suka cara lo, Di." Nada suara Melisa agak bergetar, benar-benar menahan emosinya.

Sakura Lover (COMPLETED) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang