BAB 3

767 33 0
                                    

Melisa memutar kunci pintu rumah, lalu menarik kenop pintu dan mendorongnya. Ia disambut dengan suasana rumah yang sangat hening. Tentu saja. Di rumah ini hanya ada tiga orang, Melisa dan kedua orang tuanya. Dan orang tuanya, keduanya sama-sama berkerja. Ayahnya... Melisa tak tahu jawaban apa yang pas kalau ditanya Ayahnya berkerja apa, yang pasti yang ia tahu Ayahnya berkerja di bidang media dan seni. Ayah berkerja di bidang media cetak dan juga pertelevisian. Bahkan juga radio dan rekaman. Beliau juga terlibat dalam sanggar sandiwara yang mirip teater. That's why, Melisa tak pernah tahu bagaimana menyebutkan pekerjaan Ayahnya setiap ditanya orang. Dengan kegiatan segambreng itu, tak jarang Ayah baru pulang ke rumah jam 1 malam. Tapi, bukan berarti Ayahnya tak punya waktu buat di rumah dengan keluarga. Ayah Melisa memiliki perkerjaan yang fleksibel, jadi tak jarang juga terkadang Ayah bisa berada di rumah seharian karena ingin istirahat atau berkumpul dengan keluarga.

Lalu ibunya,.. eh tepatnya Bunda, Melisa memanggil ibunya demikian, adalah seorang PNS. Bunda menjadi kepala bendahara di SMK N 1. SMK ya, bukan SMA tempatnya Melisa bersekolah. Bunda baru pulang kerja jam 1 siang, jadi biasanya akan tiba di rumah jam 2-an bersama Ayah yang menjemputnya, itu pun kalau tak pakai acara macet atau mampir kemana. Biasaaa, emak-emak kan suka mampir ke pasar atau kemana dulu kalau sedang di luar rumah.

Melisa melirik jam di ruang tamu saat melewatinya. Jam 3, dan rumah masih kosong. Sudah bisa dipastikan Bunda sedang mampir ke suatu tempat. Begitu masuk ke kamar, Melisa melemparkan ranselnya begitu saja ke atas tempat tidur, lalu dengan cepat melepaskan kaos kaki dan dibiarkan tergeletak begitu saja di lantai. Ia melemparkan tubuh ke tempat tidur, nyaris ingin tertidur kalau tak ingat ia belum berganti pakaian dan makan siang.

Berusaha mengumpulkan energi, dengan cepat Melisa mengganti bajunya lalu melesat ke dapur untuk memakan apa saja yang bisa dimakan. Ia menemukan nasi goreng dingin di atas meja makan dan sepiring telur dadar yang masih utuh. Segera ia membuat segelas susu cokelat hangat, lalu membawanya ke kamar bersama sepiring nasi goreng plus telur dadar. Kegemarannya setiap jam segini adalah makan di meja belajar sambil mengamati pemandangan di luar jendela kamar yang ada tepat di depan meja belajar. Ini waktu yang tepat untuk merilekskan otak setelah penat berjam-jam menyerap ilmu, atau tepatnya celotehan guru di sekolah.

Terdengar suara deru mobil masuk ke dalam pekarangan. Melisa tak mau capek-capek mengintip, karena ia sangat hapal dan tahu itu adalah kedatangan orang tuanya. Terdengar suara pintu dibuka dan suara langkah sepatu hak tinggi. Melisa menoleh saat pintu kamarnya dibuka begitu saja.

"Hai," sapa Nurmala ringan saat melihat anak semata wayangnya yang sedang asik makan, sambil membuka kancing blazer hijau pastelnya.

"Hai, Bun.." jawab Melisa dengan mulut penuh.

"Wih..lagi makan apa?"

Melisa nyaris mendengus. Bunda hanya menyisakan nasi goreng dan telur dadar di rumah, pakai tanya lagi ia makan apa sekarang.

"Aduh, capek Bunda.." keluh Nurmala, menunjukkan bahwa pertanyaannya tadi memang hanya sebuah formalitas yang tak membutuhkan jawaban.

Melisa hanya melirik saat Bunda sibuk melepaskan high heels, lalu duduk selonjoran di tepi tempat tidur sambil mengipasi dirinya dengan tangan. "AC-nya nyalain, dong, Cha. Panas gini!"

"Malas ah, Bun.." Melisa bergerak pelan, membuka jendela kamar lebar, dan seketika angin yang lumayan sepoi-sepoi masuk berhembus. "Udah tuh, pakai AC alami aja. Mana Ayah?"

"Tau tuh, katanya tadi mau balik lagi ke studio."

Melisa langsung paham studio yang dimaksud adalah studio rekaman, jadi tak bertanya lagi. Kamar kembali hening, dan Melisa cuek saja menikmati nasi gorengnya yang sisa beberapa suap lagi.

Sakura Lover (COMPLETED) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang