Bagian tanpa judul 37

12 0 0
                                    

            Renni menggigit-gigiti bibirnya di tempat duduk. Mukanya begitu pias. Kaki dan lututnya bergerak-gerak gelisah.

Ia tak mungkin salah ingat! Terakhir kali ia menaruh buku diarynya pada saat itu adalah di laci meja ini! Tapi, kemudian saat di rumah, ia tak menemukan buku itu dalam tasnya. Sialnya, kemarin hari Minggu, tapi ia tetap nekat ke sekolah hanya demi mencari buku itu, tapi nihil! Bahkan sedetik begitu tidak menemukan bukunya pun, ia langsung memaksa supirnya untuk mengantarnya balik ke sekolah, walau saat itu sudah maghrib. Ia sudah menggeledah laci dan berbagai tempat yang memungkinkan dimana buku itu jatuh, tapi semuanya nihil! Ia bahkan menanyakannya pada Asep, yang biasa ngunci pintu kelas, tapi Asep pun tak tahu apa-apa. Rasanya ia ingin menangis!

Masalahnya, buku itu jauh lebih penting daripada rahasia negara sekalipun! Ya ampun! Kalau ada yang menemukan buku itu dan membacanya, astaga, tamatlah riwayatnya!! Hancurlah hidupnya saat itu juga!

Tapi, dimana buku itu sekarang? Pasti! Pasti ada yang menemukannya! Pasti! Tamatlah riwayatnya sekarang!

Renni memukulkan kedua tangannya ke kening. Ia bisa merasakan keringat yang membanjir di sana.

Ia tak bisa menanyakan pada siapapun apakah ada yang melihat buku itu atau tidak, karena semakin banyak yang tahu nanti malah akan semakin gawat!

Tuhan, ia cuma bisa berdoa, kalau buku itu memang tak akan bisa ia temukan, ia harap kemarin ada badai topan datang dan menerbangkan buku itu hingga ke negeri China sana!

"Elo kenapa, Ren?"

Renni tersentak saat tangan Febri menyentuh pundaknya. Melihat reaksi Renni itu, Febri semakin khawatir.

"Elo sakit?"

Renni menggeleng lemah, membuat Febri jelas tak percaya. Ditambah muka Renni begitu pucat.

"Ke UKS aja, Ren," sarannya.

Renni menggeleng. Tidak, ia harus menemukan buku itu! Tapi, ia juga tak bisa menanyakan itu pada Febri! Duh, atau mungkin bisa? Ya... ia rasa ia perlu bantuan Febri!

"Feb...... Elo lihat buku diary gue nggak?" tanyanya hati-hati. Lagipula tak ada salahnya kan menanyakan pada Febri. Febri pernah berkata kalau buku itu hilang, berarti ia yang nyolong. Bisa saja itu benar-benar direalisasikan gadis itu.

"Hah? Diary lo? Gue nggak tahu." Kening Febri mengkerut. "Emangnya kenapa? Hilang?"

Renni menggigit bibir lagi, mengangguk.

"Hah?? Hilang?? Kok, bisa? Hilang di mana??"

"Gue nggak tahu.... Kayaknya sih waktu itu ketinggalan di kelas, di laci ini... Tapi, gue cari lagi udah nggak ada."

"Aduh..." Febri ikutan panik. Masalahnya kalau buku itu sampai jatuh ke tangan yang salah, habislah Renni. "Yakin lo, ketinggalan di laci? Nggak hilang di tempat lain? Atau di rumah lo, mungkin keselip."

"Nggak, Feb! Gue yakin, ketinggalan di laci. Soalnya gue taruh di sini. Pas pulang sekolah, di rumah, gue mau keluarin dari tas, sudah nggak ada. Jadi, nggak mungkin hilangnya di rumah!"

"Ya ampun, Rennn.... Elo kok bisa ceroboh kayak gitu, sih??"

Indah yang baru saja datang di bangkunya, menatap mereka heran. Ia mengangkat dagu, bertanya pada Febri, ada apa gerangan. Febri pun ngomel-ngomel menceritakan apa yang terjadi.

"Sudah dicari memangnya?" tanya Indah, yang paling tenang di antara mereka.

Renni kembali menceritakan apa yang ia ceritakan pada Febri, bagaimana ia pada hari itu sudah sengaja balik lagi ke sekolah, tapi nihil, dan di rumah juga nihil, dimanapun nihil, dan ia benar-benar yakin, terakhir kali ia melihat buku itu adalah di sini, di kelas, di laci meja.

Sakura Lover (COMPLETED) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang