BAB 24

789 37 4
                                    

Anak-anak kembali berseru gembira saat bel istirahat kedua berbunyi. Padahal perasaan baru saja jam istirahat pertama. Rasanya hari ini berlalu begitu cepat.

"Mel, nanti tolong lagi ya elo koordniasiin anak-anak pas pulang sekolah. Soalnya gue masih ada urusan," kata Tedy saat Melisa sedang membereskan buku-bukunya.

"Hah?" gerakan tangan Melisa langsung terhenti. Raut mukanya mulai helpless. "Gue? Lagi? Kenapa?"

"Loh, kenapa emangnya?" tanya Tedy balik, agak heran.

Melisa menggerutu dalam hati. Duh, si Tedy ini... Mengatur anak kelas ini tuh merupakan tugas yang sangat berat. Melisa jamin mereka lagi dan lagi tak akan mendengarkan perintah Melisa dengan baik.

Seakan mengerti apa yang Melisa pikirkan dan khawatirkan, Tedy langsung menoleh ke belakang, menatap seisi kelas, terutama pada barisan cowok yang ada di belakangnya.

"Eh, dengar ya, semuanya, nanti pulang sekolah jangan langsung pulang, karena kita mau lanjut menghias kelas dan juga ada rapat kecil lagi, jadi gue minta nggak ada yang pulang. Dengar apa yang Melisa bilang, soalnya dia gue suruh ngegantiin gue sebentar, gue masih ada urusan."

Semua yang dengar nampak mengangguk, tapi Melisa bisa melihat anak laki-laki mukanya nampak tak ikhlas.

Melisa menoleh cemberut pada Tedy. "Emangnya elo urusan apa sih? Setiap hari kayaknya sibuk mulu. Kalah-kalah pejabat," cibirnya.

"Ada rapat ekskul, Mel," jawab Tedy sambil memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas. Nampaknya ia akan izin jam pelajaran terakhir. "Gue kapten, ya gue harus..." Tedy tidak melanjutkan kata-katanya karena sibuk memperbaiki ikatan tali sepatunya yang lepas.

"Jadi ketua kelas, trus kapten lah.. apa lah... Elo kok hobi banget, sih?" Melisa keheranan. Ia sendiri saja sebenarnya malas jadi wakil ketua kelas.

Walau sedang menunduk dan sibuk dengan sepatunya, kening Tedy yang mengkerut terlihat jelas. "Siapa yang hobi? Gue bukannya hobi. Gue ditunjuk ibu Tri jadi ketua kelas, bukan gue yang nawarin diri. Gue juga ditunjuk jadi kapten, bukan gue yang memang mau."

"Tapi kayaknya elo menikmatin banget sama semua kegiatan lo."

Tedy bangkit dari duduknya setelah ikatan sepatunya rapi sambil tertawa, merasa lucu mendengar pernyataan Melisa. "Gue bukan menikmatin, tapi gue belajar bertanggung jawab sama jabatan yang dikasih dan tugas-tugas gue. Itu doang."

Melisa mengangkat bahu. Whatever lah.

Tangan Tedy hinggap di kepala Melisa. Ia tersenyum lebar menatap gadis itu. "Ada lagi yang mau ditanyakan, Bos?" godanya.

Melisa menggeleng. "Gue salut aja sih sama lo."

Tedy kembali tertawa lepas. "Ini kan emang kodratnya lelaki juga. Suatu saat gue pasti harus jadi imam juga, jadi gue belajar jadi pemimpin yang bertanggung jawab dari sekarang. Udah ya, gue telat." Tedy menyambar ranselnya dan langsung berlari keluar kelas.

Mata Melisa mengiringi kepergian Tedy hingga tubuh cowok itu menghilang dari ujung koridor. Suara Andi tiba-tiba mengejutkannya.

"Mau bareng nggak?"

"He?" Melisa menoleh kaget ke arah cowok itu yang sudah berdiri bersama Fakhrul. Nampaknya mereka berdua mau ke kantin.

"Ah.. ng..." Melisa gelagapan dan tanpa sadar matanya langsung tertuju pada Icha yang juga kebetulan sedang menatapnya. Duh, ia memang mau ke kantin sih. Tapi, bagaimana ya? Terima ajakan Andi untuk bareng atau tidak ya? Lagipula kan bukan berdua saja, ada Fakhrul juga. Hm.... Ahhhh!

Seolah dapat pencerahan, Melisa langsung tersenyum lebar pada Icha. "Cha, ke kantin bareng yuk, sama kita."

Icha melirik Andi dan Fakhrul, tahu siapa 'kita' yang dimaksud Melisa itu.

Sakura Lover (COMPLETED) 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang