04. lie

123K 23.2K 4.4K
                                    

13 Agustus 2017
     
      
      

Aku merapikan seragam kuning SOPA yang sudah menemaniku selama dua tahun belakangan, menatap diriku di cermin. Setelah semua kebetulan yang terjadi kemarin, kuharap hari ini Jaemin muncul untuk mengucapkan selamat pada Mark.

Aku tidak berharap dia akan mengenaliku atau menyelamatiku juga, sama sekali tidak.
  

Aku hanya ingin melihatnya secara langsung, itu saja.
   
     
    
   
"Kakak!" sepasang tangan kecil sedingin es menarik lenganku saat aku baru saja keluar dari kamar.
   
   
Aku menoleh ke bawah, tersenyum pada wajah bulat pucat dengan bercak darah mengering di pelipisnya.
  
  
"Ya, Ara?" tanyaku, tersenyum kepadanya.

"Kata bibi hari ini kelulusan kakak, Ara mau ikut ya?" dia menggoyangkan tanganku bersemangat.
  
  
Aku memasang tampang menyesal, lalu membungkuk supaya wajahku sejajar dengan matanya yang bulat.
Sebenarnya aku ingin mengelus kepalanya, tapi aku tidak bisa menyentuh arwah ㅡtidak seperti mereka yang bisa menyentuh manusia.
  
  
 
"Nggak boleh ada anak kecil, Ara di rumah aja ya? Khusus hari ini Ara boleh main di kamar kakak," ujarku.
  
 
Ara tampak agak kecewa, tapi mengangguk juga sambil tersenyum padaku.

Biasanya kamarku adalah area bebas arwah, aku tidak suka mereka mengikutiku. Tapi Ara berbeda, dia sudah ada di rumah ini sejak aku pindah kesini ㅡdia salah satu arwah yang tidak sadar kalau dirinya sudah mati. Jadi aku sering memberikan previlege kepadanya.

 
   
"Ready?" tanya ibuku sambil berkacak pinggang di depan pintu. Ia tampak angkuh dengan dress bodycon merah maroon sepanjang betis, rambutnya yang pirang pucat digelung rapi.

Aku hanya mengangguk, melepaskan gandengan Ara.
  
  

"Kim, she's ready!" teriak ibuku pada ayah yang sedang minum kopi.

Kalau di sekolah Kim adalah panggilan sebagian besar anak untukku, di rumah ini Kim berlaku untuk memanggil ayahku.

Aku menutup telinga, tepat ketika suara teriakan balasan dari ayahku yang pekak terdengar dari dapur.

"Iya sabar sedikit!"

Lalu seperti biasa, berlanjut adu mulut sampai kami sampai di sekolahku dan harus bersikap seperti keluarga yang normal.
  
   
  

"Orang tua ke sebelah sana, aku kesana dulu Mam, Appa," pamitku, memisahkan diri dari mereka sebelum ibuku menjadi pusat perhatian karena rambut pirangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Orang tua ke sebelah sana, aku kesana dulu Mam, Appa," pamitku, memisahkan diri dari mereka sebelum ibuku menjadi pusat perhatian karena rambut pirangnya.
 
 
Aku tidak bermaksud sombong, tapi aku memang pintar. Jadi saat kelulusan begini aku duduk di barisan paling depan bersama siswa berprestasi lain.
Saat aku melewati barisan tempat Mark duduk, aku menyempatkan diri tersenyum kepadanya. Dia membalas senyum, tapi tampak ada sesuatu yang memberatkan senyum itu.

Nowhere ; na jaemin ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang