31. full moon

77.5K 18.4K 4.6K
                                    

Tidak heran kenapa kondisiku tidak kunjung membaik.
Kenyataannya, aku memang makin stress dan gelisah dan ketakutan dan cemas dan hampir meledak.






Jaemin semakin jarang berbicara padaku.

Kalau aku boleh jujur, dia seperti sudah kehilangan semangat hidup.

Entah apa yang ada di pikirannya, tapi aku masih terlalu lemah untuk berdebat. Ulu hatiku sering terasa perih saat serangan panik mulai datang karena memikirkan berbagai kemungkinan terburuk.





"Apa mungkin pasien butuh konsultasi ke bagian psikologi?"

"Kita lihat perkembangannya hari ini, sementara fokus ke gastritis dulu."

Begitu kurang lebih obrolan para dokter yang memeriksaku.

Bagus, sekarang bahkan kesehatan jiwaku pun diragukan.

Kurasa mereka mengira aku tidur, padahal aku terjaga walaupun terlalu lemas untuk membuka kelopak mata.

Aku mendengar samar-samar ibuku bertanya dengan bahasa koreanya yang kacau pada para dokter itu ㅡdia terdengar cemas sekali.

Memangnya aku separah apa sih?






Sejak kecil, aku jarang sakit.

Aku benci jadi orang sakit.

Karena itu artinya aku harus ke rumah sakit dan kalian tau kan? Bagiku rumah sakit lebih pantas disebut rumah hantu.

Ini menyebalkan sekali. Harusnya aku bisa dan sedang melakukan banyak hal, bukannya terkapar konyol dan tak berdaya begini.

Ah, ada hal baru yang terjadi padaku; sekarang aku bisa mendengar dan merasakan arwah bahkan sekitar 100 meter jauhnya.

Sejak kemarin banyak sekali arwah-arwah yang mendekat padaku setiap Jaemin sedang pergi karena bosan atau mencoba mencari tahu di sekitar bangsal.

Aku merasa semakin peka terhadap makhluk halus.


Apakah itu artinya aku akan segera bergabung di dunia mereka?







Waktu semakin menipis, aku tahu.

Setiap jam dan hari berganti sia-sia, rasanya seperti mimpi buruk.

Hari ini suhu tubuhku naik lagi.
Ini sudah jam 11 malam tapi orang tuaku belum pulang kerja jadi aku masih sendirian. Bukannya mereka tidak peduli, aku yang memaksa mereka tetap bekerja.

Panas sekali ㅡmembuka mata saja rasanya berat.







"Na Jaemin?" gumamku parau saat samar-samar melihat Jaemin duduk di dekat tempat tidurku.








"Alisseu," Jaemin tersenyum tipis, cahaya bulan dari luar jendela menembus tubuhnya yang seperti hologram.



Full moon.

Tanggal 3 Oktober, bulan purnama di Seoul bersinar sangat terang.


"Kamu pasti menderita selama ini, maaf ya."

"Ngomong gitu lagi," ucapku lemas.




Jaemin menatapku lembut.

"Aku rasa waktunya makin dekat," ujar Jaemin. "Mungkin kedengarannya aneh, tapi aku bisa rasain loh ㅡtanda-tanda kehidupan di diri aku mulai menghilang."

Apa?

"Na Jaeㅡ" kata-kataku terputus karena suaraku menghilang.
Suhu tubuhku yang tinggi membuat mataku panas saat secara natural air mulai mengalir deras dari sudut-sudut mataku.




Nowhere ; na jaemin ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang