26. incheon

81.2K 18.5K 4.6K
                                    

Untuk kedua kalinya aku mengunjungi rumah Na Jaemin di Incheon. Bedanya, kali ini bertiga.
 
  
  
  
 

Saat itu masih pagi-pagi buta, daerah ini benar-benar seperti tempat tanpa kehidupan. Mengingatkanku pada kota Chernobyl dan Pripyat yang terkena radiasi bom nuklir.
 
 
 
 

Na Jaeyoon membukakan pintu untuk kami sambil mengucek matanya ㅡdari penampilannya jelas dia baru bangun tidur.
 
Semuanya masih sama di rumah itu, bahkan aroma cinnamon yang sepertinya menempel di semua hal yang ada di rumah ini.
 

Na Jaeyoon membuat 3 cangkir kopi untuk kami, kemudian kami duduk di meja pantry.

 
Setelah melihat keduanya berdekatan, kurasa Jaemin dan Jaeyoon sangat mudah dibedakan. Entahlah ㅡmenurutku sorot mata dan bahasa tubuhnya agak berbeda.
Mungkin karena Jaeyoon lebih banyak 'bicara' melalui mata dan gerak tubuhnya, sedangkan Jaemin sekarang masih murung seperti kemarin.
 
 
 

"Ibumu kemana?" tanya Ten.
 

Jaeyoon seperti biasa, menjawab dengan mengetik di handphone-nya.

Aku menghela nafas tidak sabar.
Sebenarnya aku benci fakta Jaeyoon tidak bisa bicara, kalau boleh jujur ini benar-benar menyusahkan.

Oke ㅡini pikiran yang jahat.
Ah sudahlah, lagipula aku tak bisa melakukan apapun selain berkomunikasi sesuai kapasitas Jaeyoon.
 
 

'gimana keadaan jaemin'

Begitu yang tertulis di layar handphone Jaeyoon yang disodorkan ke hadapanku.
 

"Hmm..." aku bertukar pandang dengan Ten dan Jaemin.

Apa aku harus mengatakan yang sebenarnya?

Oke, kurasa jawabannya iya.
Bagaimanapun Jaeyoon adalah keluarga Jaemin.

"Ada dua sisi, baik dan buruk. Mau denger yang mana dulu?" tawarku.
 

Jaeyoon mengangkat bahu. Kurasa itu artinya 'terserah'.

"Oke, kabar baik dulu," aku memutuskan. "Jaemin mengalami kejadian aneh, dia bisa pindah dimensi selama beberapa saat. Dan waktu itu bisa dimanfaatkan buat cari tau dimana tubuh dia sekarang."
 

Na Jaeyoon tersenyum senang, membuatku tidak tega memberitahukan kenyataan selanjutnya. Kurasa Jeno belum memberi tahu tentang pembicaraan kami dengan Sulli pada Jaeyoon, soalnya anak ini tidak terlihat khawatir sejak kami datang tadi.

"Kabar buruknya, arwah Jaemin nggak bisa bertahan lebih dari 12 bulan terpisah dari tubuhnya," jelasku perlahan. "Dan sekarang, ya ㅡmungkin kamu juga tau, udah masuk bulan ke-12."

Aku tidak bisa menjelaskan ekspresi Jaeyoon. Ia tampak seperti mau muntah dan pingsan, tapi berusaha tegar di waktu yang sama.

  

'kamu serius? yakin? apa buktinya?'

Ia menyodorkan lagi handphone-nya setelah mengetik dengan jari gemetaran.

Aku menghela nafas.
"Aku juga nggak mau percaya, tapi sekarang arwah Jaemin udah berubah. Dia... memudar," ucapku sedih. "Susah jelasinnya karena kalian nggak bisa liat langsung, tapi itu kenyataannya."
 
 

Na Jaeyoon menundukkan kepalanya.
Ia mengetik lagi di handphone-nya setelah terdiam beberapa saat.
 
 

'maksud kamu, kalau kita nggak berhasil kembaliin dia ke tubuhnya, dia bakal mati?'

Hatiku pedih membacanya.
Aku hanya bisa memberi jawaban dengan mengangguk lesu.

Hening lagi.
Ten hanya bisa menepuk-nepuk punggung Jaeyoon pelan.

Nowhere ; na jaemin ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang