37. salvation

80.1K 18.7K 7.4K
                                    

"Whoaㅡ" aku memekik pelan karena hampir terjatuh saat turun dari tempat tidur.






Na Jaeyoon menangkapku dari samping, sementara Jaemin hanya bisa berdecak gemas karena tidak bisa melakukan apa-apa. Aku menjauhkan diri dari Jaeyoon karena canggung, tapi tangannya masih memegangiku karena aku sangat oleng.

Bagaimana aku mau membantu ayahku dalam misi penyelamatan Jaemin? Berjalan sendiri saja aku masih kesulitan.

Aku menapakkan kaki dengan kesal, sedikit demi sedikit. Jaeyoon sempat melepaskan pegangannya, tapi baru beberapa detik aku sudah oleng menabrak pundaknya dari depan.


"WOY!" Jaemin memekik dengan tangan terulur ke arahku. "Udah deh nggak usah maksain kalo belum kuat."

Aku menarik diri dari Jaeyoon.
"Sorry," ucapku.

Dia mengangguk salah tingkah.
Akhirnya dia memapahku ke sofa pelan-pelan, diawasi tatapan kesal Jaemin.

Aku duduk bersandar dengan nafas terengah-engah.
Heran, padahal aku sudah minum obat dengan baik dan menghabiskan banyak kantong infus, tapi berdiri saja aku pusing.


"Kamu ijin ke orang tua nggak?" tanyaku pada Jaeyoon.

Dia mengetik lalu menunjukkan padaku;

'Nggak. Mereka udah cukup pusing karena masalah ini.'




Di satu sisi aku merasa Jaeyoon salah, di sisi lain aku merasa tidak lebih baik dari dirinya karena ibuku juga tidak tahu tentang rencana gila ini. Kami memang remaja nekat.



'Biar nanti jadi kejutan aja', Jaeyoon menunjukkan lagi layar ponselnya dengan wajah berseri-seri.

Aku tersenyum padanya, lalu pada Jaemin ㅡpadahal dalam hati aku mulai panik. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00, ini artinya beberapa jam kedepan seharusnya Jaemin membuka mata dan kembali ke dunia yang seharusnya.





Dan melupakan segala kesulitan yang dia alami selama ini.





Dalam hitungan jam, dia tak akan ingat apapun tentang aku.








Tanpa sadar aku menghela nafas dalam dengan kepala bersandar di punggung kursi. Jaeyoon menepuk pundakku dan Jaemin berkata "Kenapa?"

Kolaborasi yang sempurna.

Aku menoleh kepada mereka lalu menggelengkan kepala.
"Nggak apa-apa, cuma capek aja," jawabku dengan senyum lemah.



Jaeyoon tiba-tiba berdiri dan menggeser tiang infusku sampai jarak maksimal bentangan selang yang terhubung dengan tanganku.



"Eh? Kenapㅡ" pertanyaanku terputus karena dia sudah mengangkatku dari sofa, menggendongku dengan kedua tangan ke tempat tidur pasien.

Aku hanya bisa diam karena kaget, menghiraukan protes Jaemin yang terputus-putus dengan umpatan.




'Kamu istirahat aja'

Jaeyoon menulis begitu setelah mendaratkanku di atas kasur. Dia menatapku cemas, padahal mungkin yang akan dia temukan hanya wajah yang berubah kemerahan setelah berhari-hari pucat.

"Aku nggak apa-apa kok, beneran. Cuma gugup aja," jelasku.

Dia tidak akan mengerti kalau yang lelah adalah mentalku, bukan secara fisik.

Dalam hati aku berharap waktu melompat saja ke saat Jaemin sudah siuman. Jadi aku bisa lega dan semuanya selesai.







Selesai.










Nowhere ; na jaemin ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang