Penyatuan

9.6K 844 35
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning 17+

=Never Let You Go=

Anna menyeka air yang mengalir di kedua sudut matanya setelah membaca surat dari Marini. Ia merasa surat itu begitu nyata, seperti ibunya sendiri yang berbicara kepadanya. Kemudian ia segera melipat dan menyimpan surat itu, sewaktu-waktu ketika ia merindukan ibunya, ia bisa membaca surat itu.

Kamu harus jadi istri yang baik untuk suami kamu.

Anna sadar, kalau selama ini ia tidak bisa menjadi istri yang baik untuk Edwin. Ia masih menganggap Edwin sebagai sahabatnya sendiri. Meski beberapa kali jantungnya berdegup sangat cepat dan wajahnya memerah karena pernyataan cinta dari Edwin, Anna menganggap itu cuma gurauan saja. Edwin juga biasanya menggodanya, dan itu bagian dari bercandanya Edwin agar hatinya lebih baik.

Hampir dua puluh tahun bersahabat dengan Edwin, Anna tahu luar dalam Edwin seperti apa. Terlebih lagi, mantannya Edwin di luar sana tak terhingga banyaknya. Sudah pasti kata cinta seperti itu bisa dengan mudahnya meluncur begitu saja dari bibir Edwin. Apa yang diucapkan Edwin padanya, bisa saja sama dengan apa yang diucapkan Edwin kepada perempuan lain di luar sana. Termasuk juga dengan adiknya sendiri.

Sebenarnya Anna bukan pengidap heterophobia atau caitophobia di mana ia takut akan hal-hal berbau seks. Ia adalah wanita dewasa yang normal, ia bisa merasakan gejolak yang ada di dalam dirinya ketika sedang berciuman dengan Edwin. Namun ia terlalu takut untuk melakukan itu. Anna takut kalau ia sudah memberikan semuanya pada Edwin, tetapi Edwin hanya menganggapnya sebatas sahabat saja. Meski status mereka saat ini memang menikah. Sampai saat ini tidak ada kejelasan dari Edwin, apakah ia mencintai Anna seperti kecintaan laki-laki kepada wanitanya atau hanya kecintaannya pada sahabat sendiri. Anna merasa semuanya abu-abu.

Terlebih kisah kedua orang tuanya yang memberikan banyak pelajaran bagi hidup Anna. Ia tidak mau mencintai seseorang begitu dalamnya hingga ketika ditinggalkan orang yang dicintai ia merasa menderita. Ia ingin mencintai sewajarnya saja, tidak dengan sepenuh jiwa dan raganya. Jika sewaktu-waktu orang yang ia cintai meninggalkannya, maka sakitnya cuma di hati, bukan sakit jiwa.

"Woy bengong aja sih lo Ann? Mikirin apa?" tanya Nadia yang tiba-tiba saja datang ke ruangannya. Anna memang sudah memutuskan bangkit dari kesedihannya, ia tidak mau terlalu larut dalam kesedihannya yang bisa membuat ibunya sedih. Sekarang ketika Anna mengingat ibunya, ia hanya berdoa di dalam hati. Semoga Allah menghapuskan dosa-dosa ibunya juga melapangkan kuburnya. "Jangan bilang lo mikir jorok ya?"

Tangan Anna menyoyor kepala Nadia, sahabatnya itu meringis kesakitan. "Otak lo sama mesumnya kayak Edwin."

"Ahelaaah bukannya lo udah biasa di mesumin?" tanya Nadia, matanya itu mengerling nakal seraya menggoda Anna.

"Enggak tuh!" Anna tak terima.

"Ah masa? Pak jaksa di ranjang gimana Ann? Sehebat waktu di ruang sidang gak?"

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang