I Love You Games

9K 768 31
                                    

Ketakutan terbesar bagi dua orang yang saling mencintai adalah kehilangan orang yang dicintai. Shelma paham benar akan hal itu. Tapi ketakutan Edwin yang menuduhnya sebagai dalang di balik kecelakaan yang menimpa Anna, sama sekali tidak berdasar. Ia memang sangat mencintai Edwin, bahkan sangat mencintainya. Dan Shelma bisa saja melakukan apa yang dituduhkan kepadanya. Menyingkirkan Anna dari dunia ini, sehingga ia bisa memiliki Edwin sepenuhnya. Tapi Shelma rasa hal itu hanya berlaku di sinetron-sinetron atau di novel saja. Sedangkan dirinya berada di dunia nyata, ia tidak akan mungkin melakukan hal sebejat itu. Ia akan mencintai tapi dengan cara yang terhormat.

Segala sesuatu yang terjadi padanya beberapa hari ini membuatnya tidak habis pikir. Edwin menuduhnya mencelakai Anna, dan Bayu — sahabat Edwin melamarnya secara mendadak. Hal tersebut membuat kepala Shelma hampir pecah.

Sama sekali di dalam benaknya tidak terbayang akan menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya, apalagi dengan Bayu. Orang yang baru saja dikenalnya dan mereka sama-sama bersikap seperti musuh. Mungkin kalau ia menikah dengan Bayu rumah tangganya akan seperti tokoh kartun kucing dan tikus.

Kalau gitu namanya lo belum move on Shel.

Shelma sendiri pun mengakui, kalau di dalam hatinya yang paling dalam dan tak tersentuh masih menyimpan satu nama yang selama ini ia idam-idamkan. Yang selama ini ia harapkan kalau orang itu adalah imam masa depannya. Yang selama ini ia bayangkan bisa menghabiskan waktu bersama hingga menua. Dan saat ini Shelma lebih memilih untuk menikmati rasa sakit karena cinta bertepuk sebelah tangan, daripada harus membuka hati untuk seseorang yang baru.

"Papa mau kemana?" tanya Shelma saat melihat Arman keluar dari kamar. Ia memerhatikan penampilan Papanya yang sudah rapi.

"Papa mau ke rumah sakit, Anna sudah sadar," jawab Arman.

Shelma terkejut mendengar ucapan Arman, ia turut senang mendengar Anna sudah sadarkan diri.

"Aku ikut ya Pa."

Arman mengangguk dan membiarkan Shelma masuk ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Keduanya berjalan di lorong rumah sakit tempat Anna di rawat. Shelma jadi teringat kejadian tempo hari saat membawa Anna yang bersimbah darah ke sini. Shelma yang melihat Anna seperti itu menjadi tak tega dan ia terus-terusan menangis sambil memanggil-manggil nama Anna. Biar bagaimana pun mereka satu darah. Apa yang dirasakan Anna, sedikit banyak Shelma juga merasakannya.

Kaki Shelma terhenti di depan pintu kamar rawat Anna, sedangkan Arman sudah lebih dulu masuk. Ia melihat suasana di dalam dari celah pintu. Di sana ada Edwin, Anna dan juga ketiga temannya termasuk Bayu. Shelma menghela napas panjang, ia bingung harus masuk atau tidak. Karena terakhir kali bertemu dengan Edwin, perlakuan Edwin tidak baik kepadanya.

"Ayah datang sama siapa?"

Shelma bisa mendengar suara Anna dari tempatnya berdiri. Ia berdoa semoga Papanya tidak menyebut namanya.

"Tadi sama Shelma," Arman melihat ke arah belakang. "Kemana anak itu? Kenapa nggak ada?"

"Win coba buka pintunya," kata Anna. Ia mempunyai firasat kalau Shelma ada di balik pintu.

Edwin terlihat ragu awalnya, namun setelah mendapat tatapan maut dari Anna ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan memilih untuk melakukan perintah Anna.

"Nggak ada Ann," kata Edwin setelah ia membuka pintu. Kemudian ia menutupnya lagi.

"Kemana sih si Shelma itu. Dia bilang mau tahu kondisi kamu Anna," ucap Arman. Anna tersenyum mendengar pengakuan dari Ayahnya itu. Anna merasa kalau saat ini ia mempunyai keluarga yang sangat mengkhawatirkan kondisinya.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang