I Miss You but I Hate You (My Dad) (a)

9.1K 838 19
                                    

"Anna!! Ngapain kamu di sini?" Marini berdiri di depan pintu rental komputer sambil bertolak pinggang. Matanya melotot, wajahnya memerah karena menahan amarah. Mendengar teriakan Marini, seisi warnet melihat ke arah Marini, Marinipun tak acuh oleh pemandangan seperti itu.

Gadis kecil berkuncir kuda dengan masih memakai seragam putih-merahnya berdiri, dengan langkah pelan-pelan ia menghampiri ibunya. Kakinya bergetar hebat, wajahnya menunduk, ia tak berani mengangkat wajahnya barang sedetikpun.

"Ayo pulang!!" Marini menyeret Anna dengan menjewer kuping sebelah kiri Anna. Kuping Anna sampai memerah akibat tangan Marini. Namun sama-sekali Anna tak melawan. Anna paham, ini adalah resiko yang harus ia terima. Marini baru melepas jewerannya ketika sampai di rumah.

"Ibu kerja dari pagi sampai malam buat sekolah kamu, Anna. Ibu pontang-panting kerja sana-sini jadi babu orang, cuma buat Anna. Buat sekolah Anna!! Supaya Anna jadi orang sukses, jangan seperti ibu yang kayak gini. Anna harus hidup enak nantinya, jangan mau direndahin orang terus kayak ibu."

Plak!!

Marini melayangkan pukulan tepat di bokong Anna dengan menggunakan sapu lidi. Ia tak peduli dengan jeritan dan tangisan Anna yang meminta ampun padanya.

"Ampun, Bu.. Ampunnn.."

"Ibu ngga ngajarin kamu bolos sekolah. Kamu boleh main, ibu ngga ngelarang. Tapi yang penting kamu sekolah dulu." Marini menghentikan pukulannya. Sapu lidi itu tergeletak begitu saja di lantai rumahnya yang berwarna putih gading. "Masuk kamu ke kamar!!"

Anna berjalan dengan tergopoh-gopoh. Salah satu tangannya berada di bokongnya sebagai penahan rasa sakit.

Sesaat setelah Anna masuk, Marini ambruk di tempatnya. Kakinya terasa kelu. Sekujur tubuhnya merasakan sakit yang tak terhingga. Marini melihat tangan kanannya yang bergetar, tangan yang beberapa detik lalu ia gunakan untuk memukul putri kesayangannya itu. Tangan yang harusnya ia gunakan untuk melindungi Anna, malah ia gunakan untuk menyakiti buah hatinya. Jauh di dalam hatinya, Marinilah yang merasakan paling sakit.

"Anna makan dulu, Nak." Marini memasuki kamar Anna dengan membawa sepiring nasi beserta lauk pauk kesukaan Anna dan juga segelas air putih. Begitu kasih sayang sang ibu, meskipun ia sedang marah kepada anaknya namun di dalam hatinya ia tak akan membiarkan anaknya sendiri kelaparan.

Marini berjalan ke arah ranjang, ia melihat Anna yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Anna sedang tertidur lelap. Mungkin Anna kelelahan akibat menangis, begitu pikir Marini.

Marini meletakkan nampan itu di atas nakas samping tempat tidur. Namun ada sesuatu hal yang menarik perhatiannya. Benda itu adalah sebuah buku diary milik Anna. Sepertinya Anna lupa menutup dan menyimpannya kembali. Di bagian bawah lembar buku itu basah, membentuk pulau-pulau kecil akibat air mata Anna. Marini mengangkat buku itu dan langsung membaca tulisan di dalamnya.

"Dear Diary...

Hari ini aku sebel sama ibu. Aku kecewa sama ibu. Ibu jahat!!! Ibu jewer aku di depan orang banyak, terus sampai di rumah ibu malah pukul aku pakai sapu lidi. Itu semua gara-gara aku bolos terus main di warnet sih, jadi ibu lakuin itu. Tetep aja aku ngga bisa terima, ibukan belum tahu apa alasan aku lakuin itu.

Sebenarnya tadi pagi aku sudah sampai di sekolah, aku baru ingat kalau hari ini aku harus mengumpulkan pekerjaan rumah yang kemarin ibu guru kasih tentang sosok ayah. Hari ini satu-persatu akan maju ke depan untuk menceritakan kebersamaan dengan ayah. Kenapa hari ini aku bolos? Kamu kan tahu Diary, aku ngga punya ayah. Jadi apa yang harus aku ceritakan? Dari pada aku ditertawakan dan diejek lagi oleh teman-temanku, lebih baik aku bolos.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang