Putusan

7.9K 819 10
                                    

Edwin baru saja keluar dari butik tempat fitting baju pernikahan. Ini adalah fitting terakhirnya sebelum fix baju itu jadi. kali ini Edwin tidak ditemani Anna, berhubung keduanya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Apalagi Anna ia harus fokus untuk menyelesaikan kasus ayahnya sebelum hari pernikahan tiba.  Mengenai masalah pingit-pingitan keduanya tidak ambil pusing, bahkan keduanya sudah dipingit karena keadaan. Seminggu sudah keduanya tidak bertemu karena sama-sama sibuk.

Untuk masalah kasus ayah Anna, sudah dalam tahap putusan hakim. Para saksi sudah semua dikeluarkan begitu juga dengan sidang pledoi. Tinggal menunggu bagaimana hasil persidangan saja. Tadinya hari ini Edwin ingin menemui Ayah Anna secara pribadi. Meskipun hubungan keduanya telah direstui oleh pihak masing-masing, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati Edwin. Ia harus meminta Anna secara gentle kepada Ayahnya. Namun niat itu harus diurungkan karena kerjaannya tidak bisa diajak berkompromi.

Rumaisha:
Bang Ed cepet pulang! Ntar nyesel lho :p

Rumaisha:
Bang Ed masih sibuk ya?

Ini ka Ann lagi di rumah, masak buat abang.

Edwin melihat pesan whatsapp yang berasal dari adiknya, Mai. Kalau ada orang yang melihat mungkin dirinya dikira orang gila baru karena senyum-senyum sendiri.

Rumaisha:
Semua lagi pada makan malam nih, Bang. Cuma abang aja yang ngga ada.

Rumaisha:
Yaaah masakan ka Ann udah abis, abang cuma disisain telor ceplok mata satu :X

Edwin melihat jam tangannya lalu mendesah kecewa. Mai mengirimnya pesan pukul 19.00 malam tadi, sedangkan saat ini sudah pukul 21.00. Anna juga mungkin sudah pulang dari rumahnya.

Satu jam setengah kemudian Edwin tiba di rumahnya. Ia menemukan sosok Bundanya yang mengantuk menunggunya pulang. Bundanya itu memang siap menunggu kalau anak-anaknya belum pulang dari kantor atau kuliah.

"Baru pulang Win?"

Edwin meraih tangan Bundanya kemudian mengecup punggung tangan Naira. "Iya nih Bun, lembur. Ntar kan setelah nikah mau cuti."

"Tadi jadikan ke butik?"

Edwin mengangguk, "Bunda laper nih." Edwin mengelus perutnya sendiri. Mukanya sengaja ia melas-melasin.

"Ngga mau mandi dulu?"

"Makan dulu aja deh Bun." Sebenarnya Edwin pingin cepet-cepet merasakan masakan Anna. Bukannya tidak pernah di masakin sebelumnya, tapi ketika dulu ia main ke rumah Anna, Anna hanya memberinya mie instan.

"Ini siapa yang masak Bun?" Tanya Edwin. Matanya menelitik setengah ikan gurame bakar, cumi goreng tepung dan juga tumis kangkung tauco. Baru melihat saja cacing-cacing diperunya sudah konser.

"Bunda."

"Kalau gitu telor ceploknya mana Bun?" Edwin ingat kalau Anna menyisakan telor ceplok untuknya. Naira yang melihatnya terheran.

"Ini udah ada lauk masih nanyain telor aja."

"Tadi kata Mai Edwin disisain telor ceplok doang." Naira tersenyum menggoda. "Pingin rasain masakan Anna ya?"

"Ih Bunda apaan sih?"

"Ini sebenarnya kolaborasi Bunda sama Anna. Bunda masak ikan bakarnya, Anna cumi goreng sama tumis kangkung. Pintar juga ya dia masak."

Edwin tersenyum. Calon istri siapa dulu dong? Kemudian Edwin menyendok nasi sepiring penuh bersama semua masakan dilahapnya habis tanpa tersisa.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang