Annasentris

10.5K 890 17
                                    

Anna terduduk lemas di kursinya. Semenjak dari Lapas tadi, kakinya terasa tak bertulang. Semua kenyataan yang baru saja ia hadapi seakan terasa mimpi. Mimpi buruk. Dan Anna ingin cepat-cepat terbangun dari tidurnya.

Nyatanya ini bukan mimpi. Kenyataan yang harus ia terima. Ia bertemu lagi dengan orang yang sudah ia blacklist dalam hidupnya. Ia benci hari ini, ia benci dengan semua kebetulan yang ada, terlebih lagi ia benci akan dirinya yang malah rindu dengan orang tersebut.

Benci sekaligus rindu yang bersamaan.

Setiap orang mempunyai luka. Setiap orang pasti punya masa lalu. Namun tidak semua orang bisa memaafkan dan melupakan masa lalu itu. Terlebih jika luka yang ia dapatkan begitu dalam. Luka fisik saja butuh waktu yang cukup lama untuk hilang tak berbekas, apalagi luka hati. Anna tidak tahu berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk menghilangkan luka itu. Satu tahun. Lima tahun. Sepuluh tahun. Bahkan seumur hidupnya luka itu akan tetap berbekas. Terlebih lagi trauma psikis yang sekarang dialaminya.

Sejatinya, setiap anak yang terlahir kedunia menginginkan kehidupan keluarga yang harmonis. Orangtua yang lengkap. Ayah dan ibu. Bukan hanya ibu yang memerankan peran ganda sebagai ayah dan juga ibu. Apa Anna salah ingin mendapatkan kasih sayang dari Ayahnya? Apa Anna salah ingin merasakan dimarahi saat ia pulang larut malam, ketika Anna banyak bermain dengan temannya seperti anak yang lain. Atau yang salah adalah kelahirannya ke dunia ini?

"Ann.. Ann..."

Anna tersentak saat seorang laki-laki memakai kemeja berwarna cokelat berdiri di hadapannya. Alis laki-laki itu menyatu tanda bingung karena melihat Anna menangis. Setelah sadar, Anna langsung mengusap habis air matanya dengan kedua tangannya.

"Kamu kenapa, Ann?" Tanya laki-laki itu.

Anna menggelengkan kepalanya. Sebisa mungkin Anna bersikap biasa saja seperti tak ada sesuatu yang telah terjadi.

"Boleh aku duduk?" Tanya laki-laki yang bernama Bagas itu sekali lagi. Ia adalah rekan kerja Anna di kantor advokat ini.

"Silakan." Anna mempersilakan.

"Aku dengar kamu baru saja menemui calon client kita ya? Menurut kamu bagaimana?"

Anna mendengus, laki-laki dihadapannya ini membahas apa yang menjadi hal paling sensitif untuknya hari ini.

"Semua berkasnya sudah saya pelajari." Ucap Anna. Dan laki-laki itu mendengar perkataan Anna dengan antusias, "saya mundur untuk jadi tim kuasa hukum orang itu." Lanjut Anna.

Bagas terkejut, ia kira setelah Anna mempelajari semua berkasnya Anna akan menyetujuinya bergabung dengannya untuk membentuk tim. Namun kenyataannya sangat bertolak belakang. Anna malah menolaknya. Padahal setahu Bagas, biasanya Anna paling senang jika menangani kasus serupa.

"Ke..kenapa Ann?"

"Ada alasannya, dan saya engga bisa cerita sama kamu."

Bagas menarik napas panjang. Sebisa mungkin ia mengontrol dirinya agar tidak lepas kendali. Biar bagaimanapun ia hanya ingin Anna merasa nyaman dengannya.

Semenjak Anna memasuki kantor ini, tepatnya dua tahun yang lalu. Bagas telah menarih simpati pada Anna. Sosok Anna yang cantik tetapi introvert bisa membuatnya tertarik sekaligus penasaran dengan sosok Anna. Sebisa mungkin Bagas selalu mendekati Anna jika ada kesempatan dengan selalu melibatkan Anna dalam timnya. Itu semua ia lakukan agar bisa dekat dengan Anna dan mengenal Anna lebih dalam.

Bagas sadar, Anna selalu memasang benteng pertahanan yang tinggi setiap ada laki-laki yang mendekatinya. Bahkan menutut cerita yang ia dengar, Anna keluar dari kantor advokatnya yang lama karena ia merasa tidak nyaman dengan laki-laki yang mencoba untuk menjadikannya kekasih. Namun justru hal itulah yang membuat Bagas yakin akan pilihan hatinya memilih Anna, bahwa Anna adalah sosok yang tak mudah di raih. Tak mudah di dapatkan. Dan itu merupakan suatu tantangan terbesar untuknya.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang