Hati Kamu Milik Siapa?

7K 672 23
                                    

Mata Anna mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan cahaya lampu kamar dengan retinanya. Kepalanya bergeser ke samping, namun Edwin sudah tidak ada di sisinya. Baru saja Anna bermimpi kalau Edwin mencium keningnya sambil berkata I love you my best friend.

Ada yang sesak di dada Anna. Hatinya begitu sakit seolah disayat-sayat belati. Mimpipun tahu, kalau Edwin hanya mencintainya sebatas sahabat saja. Tidak lebih. Dan sakitnya sampai terbawa ke dunia nyata.

Anna bangun dan langsung membersihkan tubuhnya. Mengganti pakaiannya dengan pakaian kerja seperti biasa. Hari ini ia sedang tidak berminat untuk membuat sarapan, biarlah nanti ia menyuruh Edwin untuk membelinya saja di kantor.

Ketika berjalan melewati nakas, Anna baru ingat kalau kemarin ia membeli alat kontrasepsi. Hal itu sudah ia pikirkan matang-matang sejak dua minggu yang lalu. Hubungannya dengan Edwin tidak jelas, dan akan semakin rumit jika dalam waktu cepat ini ia hamil. Oleh karena itu, Anna membeli pil KB.

Anna mengeluarkan satu pil dalam strip. Kemudian mengambil air dekat dispenser yang sengaja ia taruh di dalam kamarnya. Semalam ia dan Edwin melakukan hubungan suami istri, agar tidak terjadi pembuahan ia harus meminum pil itu juga sekarang. Apalagi saat ini ia sedang dalam masa subur.

PRANK!

Gelas yang dipegang Anna terjatuh bersamaan dengan satu pil yang ia genggam. Seseorang seperti sengaja menyenggol lengannya agar gelas yang ia pegang terjatuh.

"Edwin! Apa-apaan sih kamu?"

Anna berjongkok untuk membersihkan gelas yang pecah. Lantai kamarnya jadi basah, akibat air yang tumpah.

"Itu pil apa?" tanya Edwin. Anna tidak jadi membersihkan pecahan gelas kaca, ia bangkit dan langsung menatap wajah Edwin yang sangat berbeda dari biasanya.

"Bukan pil apa-apa kok," jawab Anna bohong.

Anna bisa melihat mata Edwin membulat sempurna dan rahangnya mengeras. "Kamu bohong! Jawab aku itu pil apa?" Edwin menaikkan nada bicaranya.

"Pil KB."

Edwin menarik napas gusar, sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak bertindak yang nanti akan membuatnya menyesal seumur hidup.

"Kenapa kamu nggak bilang ke aku dulu. Kenapa kamu mengambil keputusan sendiri?"

"Buat apa aku bilang sama kamu Win?

"Karena aku suami kamu! Apa kamu nggak mau punya anak dari aku? IYA!!"

"Iya."

Sudah cukup. Jawaban dari Anna sudah cukup jelas. Edwin keluar dari kamar, dan langsung membanting pintu kamarnya dengan kencang. Sedangkan Anna masih berdiri mematung menatap punggung Edwin yang semakin menghilang. Ia tahu kalau saat ini Edwin sangat marah kepadanya.

=Never Let You Go=

Anna semakin bingung membayangkan hubungannya dengan Edwin saat ini. Di satu sisi, Edwin tetap tidak bisa melupakan masa lalunya. Tapi di lain sisi, ia marah mengetahui Anna yang memakai alat kontrasepsi. Bukannya Anna tidak ingin memiliki anak, bukan. Ia ingin memiliki anak saat semuanya sudah jelas. Anna tidak ingin Edwin bertahan di sisinya karena merasa tanggung jawab kepadanya dan anaknya. Anna tidak ingin menjadi beban untuk Edwin.

Inilah kenapa dari dulu Anna tidak ingin menikah. Begitu rumit. Ia yang sudah mengetahui semua sifat Edwin saja seperti ini, apalagi ia menikah dengan orang baru yang sama sekali tidak ia tahu sifat aslinya seperti apa.

Anna jadi berpikir kalau Edwin terlalu banyak menuntutnya. Dengan Edwin melarang Anna memakai alat kontrasepsi sama saja Edwin mengekang Anna. Tidak cukupkah Edwin hanya menikmati tubuhnya saja, tanpa harus terikat dengan seorang anak.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang