Pesan Bundadari

8.6K 826 24
                                    

"Assalamu'alaikum.." Ucap Edwin dan Anna berbarengan.

"Wa'alaikumsalam." Jawab Marini dan juga Mai, Marini yang tengah berbaring bangkit sehingga posisinya duduk.

"Aman kan dek?" Tanya Edwin pada Mai sambil mengusap kepala adiknya, Mai mengacungkan jempol, dan tersenyum.

"Eh ada nak Edwin." Edwin menyalami punggung tangan Marini, kemudian duduk di sampingnya. Sedangkan Anna sedang berbincang dengan Mai sambil memberikan selusin J.CO yang sempat dibelinya sebelum ke rumah sakit.

"Nak Edwin boleh ibu bicara sebentar?"

"Bicara apa Bu?"

"Ibu pingin pernikahan kalian dipercepat." Kata Marini lirih. "I..ibu takut kalau waktu ibu tidak cukup."

"I.. Ibu ngga boleh bicara seperti itu. Kalau perlu kita akan keluar negeri untuk kesembuhan ibu."

Marini menggeleng dan tersenyum getir, bibirnya terlihat pucat. "Ibu tahu seberapa parah penyakit ibu, percuma meskipun kemoterapi dilakukan. Saat ini yang jelas ibu pingin di sisa hidup ibu, melihat Anna bahagia. Cuma nak Edwin yang bisa bahagiakan dan menjaga Anna. Ibu sudah bicara ke dokter agar besok ibu pulang."

"Tapi Bu..."

"Orang yang menderita kanker seperti ibu, obat yang paling mujarab adalah kebahagiaan hatinya. Melihat Anna bahagia itu sudah menjadi obat untuk ibu. Pun kalau ibu harus meninggal, ibu pingin meninggal di rumah, bukan di sini."

"Ibu sama Edwin ngomongin apa sih? Serius banget." Anna muncul kemudian memeluk Marini dengan erat, "kangeeeennn."

Diam-diam Edwin menyeka air matanya yang tidak disadari jatuh ke pipi.

Marini mengelus rambut Anna dengan sayang, "ngga malu dilihat calon suami." Kemudian Marini terkekeh.

"Biarin lah Bu, dia juga masih suka manja-manjaan ke Bunda." Dia yang dimaksud adalah Edwin.

"Besok ibu sudah boleh pulang, Ann." Kata Marini. Anna langsung melepas pelukannya dan melihat wajah ibunya dengan tidak percaya.

"Tapi kan ibu masih sakit."

"Ibu ngga papa, di sini malah ibu tambah sakit. Ibu juga sudah bilang ke dokter dan dokter mengizinkan."

"Ibu, Anna, Edwin sama Mai pulang dulu ya." Pamit Edwin pada Marini dan juga Anna. Sudah hampir pukul 22.00 saat ini, kasihan Mai harus segera istirahat.

"Iya nak Edwin, hati-hati di jalan ya." Kata Marini ketika Edwin kembali menyalami punggung tangannya. Anna ikut mengantar Edwin sampai lobby.

"Aku pulang ya Ann," ucap Edwin. Anna mengangguk. "Oh iya maaf ya besok ngga bisa jemput ibu. Aku ada kerjaan di kejari."

"Ngga papa Win," Anna tersenyum, matanya terkunci pada iris hitam milik Edwin. "Thanks ya buat hari ini."

Edwin mengangguk, kepalanya ia majukan ke arah Anna. Kemudian satu kecupan mendarat di kening gadis itu.

Cup.

Waktu seakan berjalan lambat. Keduanya terlihat salah tingkah sekarang. Terlebih ada Mai yang tengah memperhatikan ulah mereka. Edwin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "A..aku pulang ya. Kamu istirahat gih." Anna hanya bisa mengangguk kaku.

"Cieeee Bang Ed, udah berani nyosor-nyosor nih yeee sama ka Ann." Mai meledek, jari telunjuknya berputar-putar di depan wajah Edwin. Sekarang keduanya telah duduk di mobil milik Edwin.

"Nyosor-nyosor, emangnya Abang bebek!" Mai terkekeh mendengarnya. "Awas aja kalo ngadu sama Bunda!" Ancam Edwin.

"Ih.. Bunda emang ngga ngeliat Bang, tapi kan Allah ngeliat."

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang