Apa Benar Dia Adikku?

7.7K 743 15
                                    

Sesampainya di rumah, Edwin mendapati Anna yang tengah ketiduran di sofa. Sebelumnya ia sudah mengirimi Anna pesan agar tak menunggunya pulang, karena pekerjaannya di Kejari sedang banyak. Tapi Anna malah memilih untuk menunggunya di rumah.

Edwin memerhatikan Anna yang tengah terlelap. Entah mengapa segala rasa lelahnya hilang, menguap entah kemana melihat wajah cantik Anna. Satu tangan Edwin terulur untuk menyampirkan rambut Anna yang menutupi bagian wajahnya kemudian tubuh Edwin condng ke depan, dan satu kecupan berhasil mendarat di kening Anna.

Satu tangan Edwin sudah berada di belakang lutut Anna dan satu tangannya yang lain di punggung Anna. Edwin ingin memindahkan Anna ke kamarnya dengan cara menggendongnya ala bridal style. Namun belum sampai ke kamar, mata Anna sudah terbuka.

"Win kamu udah pulang?" tanya Anna dengan suara serak. Matanya mengerjap lucu. Membuat Edwin semakin gemas.

"Udah, baru aja," jawab Edwin. Ia melanjutkan kembali berjalan menuju kamarnya. "Kamu bandel ya Ann, aku kan sudah bilang nggak usah nunggu aku pulang," lanjut Edwin. Saat ini ia tengah menaruh Anna di ranjang.

"Aku takut kamu belum makan malam, makanya aku nunggu kamu."

Anna bangkit namun segera ditahan oleh Edwin. Edwin bilang sudah makan malam, dan ia ingin mandi untuk membersihkan dirinya yang sudah lengket. Laki-laki itu langsung masuk ke kamar mandi.

Mata Anna tidak bisa terpejam lagi, rasa kantuknya tiba-tiba menghilang. Padahal tadi sewaktu ia menunggu Edwin sambil menonton televisi, ia sangat mengantuk yang membuat dirinya sampai ketiduran. Tapi sekarang malah berkebalikan.

Tanpa sadar kepala Anna melihat ke arah pintu kamar mandi, dan tak lama Edwin keluar dari sana hanya menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Bagian atasnya polos tak memakai apa-apa. Bahkan Anna bisa melihat air yang jatuh ke bagian atas suaminya itu.

Astagfirullah. Anna mengalihkan pandangannya ke arah lain. Kali ini memang bukan pertama kalinya melihat Edwin bertelanjang dada seperti itu. Tapi menurut Anna rasanya tetap sama seperti pertama kali melihat. Dadanya sampai berdegup sangat cepat.

Lain halnya dengan Edwin yang biasa saja memamerkan tubuh bagian atasnya pada Anna. Ia tahu, kalau gadis itu sedang menahan malu. Namun ia malah sengaja menggoda Anna.

"Yakin masih nggak mau ngeliat? Sayang banget loh, gadis di luar sana pasti seneng kalo di kasih roti sobek gini."

"Apaan sih?"

Satu bantal melayang tepat di depan Edwin, namun tak mengenainya.

"Yakin nggak mau lihat? Nanti nyesel loh."

"Edwin!! Mesum aja pikirannya!" pekik Anna. Ia bingung, kenapa setelah menikah otak Edwin jadi geser seperti ini.

Sedangkan Edwin hanya terkekeh sambil memakai kaosnya yang berwarna hitam. Di kakinya juga sudah terpasang boxer selutut. Lalu ia menghampiri Anna dan tidur di sampingnya.

"Kamu yakin nggak mau ngelakuin itu. Kata yang udah pernah, ena-ena itu enak loh." Edwin kembali menggoda Anna. Dan ia bisa melihat Anna yang wajahnya memerah seperti tomat. Dari jarak sedekat ini dengan wajah Anna yang memerah, ia makin terlihat cantik. Edwin merasa apapun kondisi Anna, gadisnya itu memang selalu terlihat cantik.

"Aku belum siap, Win," kata Anna. Edwin segera merubah posisinya menjadi miring agar bisa melihat wajah Anna. Wajah gadis itu kini berubah seperti orang bersalah. Edwin menjadi tak tega melihatnya.

"Aku nggak akan maksa kamu, Ann. Kita akan lakuin itu kalau kamu sudah siap."

"Makasih, Win." Anna memajukan wajahnya ke wajah Edwin. Entah keberanian dari mana ia bisa mencium bibir Edwin. Sejauh ini skinship yang mereka lakukan hanya sekedar berciuman, entah itu cium kening ataupun di bibir.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang