Berdamai dengan Waktu

9.1K 814 11
                                    

"Boleh Anna peluk Ayah?"

Anna ketar-ketir menunggu jawaban dari Arman. Anna takut kalau Arman malah menolaknya saat ia telah menurunkan harga dirinya. Persetan dengan harga diri, yang jelas saat ini ia ingin merasakan pelukan hangat yang seumur hidupnya tidak pernah ia dapatkan.

Anna tersenyum sampai terlihat gigi gerahamnya saat Arman menganggukkan kepala. Tak ingin menunggu lama, Anna bangkit dari duduknya sampai menimbulkan decit kursi yang bertubrukan dengan lantai karena terburu-buru. Ia mengalungkan kedua tangannya ke pundak Arman. Arman balas mengelus kepala Anna dengan lembut. Anna dapat merasakan sentuhan lembut dari tangan besar itu di kepalanya. Darahnya berdesir hebat, setengah tidak percaya kalau ia bisa sedekat ini dengan Ayahnya. Bahkan Anna tak mempedulikan bisikan-bisikan dari pengunjung lain yang menyangkanya menjadi simpanan om-om. Anna tak peduli.

"Ayah." Gumam Anna.

"Hm.."

"Ayah."

"Ya?"

"Ayah."

Arman tak menjawab panggilan ketiga dari Anna. Ia malah memejamkan matanya untuk meresapi suara Anna yang begitu indah saat memanggilnya dengan sebutan Ayah. Betapa ia juga sangat merindukan saat-saat seperti ini, sama seperti putrinya itu. Namun ada tangan lain yang menguasai tubuhnya hingga ia tak punya kuasa melakukan apa yang ia inginkan. Betapa Anna tak pantas memilikinya sebagai Ayah yang pengecut!

"Anna mau ngajak Ayah ke suatu tempat, Ayah mau?" Tanya Anna. Sepertinya ia mulai jengah dari pandangan mata para pengunjung yang menatapnya tidak suka dan ingin segera pergi dari tempat ini. Arman mengangguk, sadar akan apa yang tengah dirasakan oleh putrinya itu.

"Kamu sering ke sini?" Tanya Arman saat keduanya telah memasuki area taman.

"Dulu sering sih Yah, setelah kerja sudah jarang. Biasanya Edwin yang ngajak Anna kesini."

Keduanya masih berjalan mengitari area taman, sesekali pandangan mereka tertuju pada orang yang sedang bermain-main di sekitar sini.

"Ayah seneng sama Nak Edwin itu. Dia laki-laki baik."

"Ih.. Baik apanya sih Yah. Dia itu nyebelin tau, suka godain Anna. Kadang Anna sampai kesel banget Yah dibuatnya."

Arman tersenyum saat melihat mata Anna yang berbinar menceritakan laki-laki yang kini menjadi suaminya. Bahkan Arman tak mengira kalau Anna bisa seekspresif ini saat bercerita. Hatinya kembali menghangat saat tak ada lagi perasaan canggung dari keduanya.

"Nih ya Yah, dulu kan Anna hitam, kurus, pendek lagi, dia seneng banget tuh bully Anna. Sampai sekarang juga masih begitu, padahal sekarangkan Anna sudah cantik. Iyakan Yah?" Cerita Anna dengan jumawa.

Arman tertawa. "Iya.. Iya kamu cantik. Sama seperti ibu kamu."

Anna menatap Arman yang tengah duduk di sampingnya, saat ini keduanya tengah duduk di sebuah kursi di bawah pohon rindang.

"Kalau boleh tahu, di mana dulu Ayah bertemu Ibu?" Tanya Anna dengan ragu.

Arman menghela napas, tubuhnya ia sandarkan ke kursi. Ia mencoba mengingat-ingat kembali masa itu. Masa dimana semuanya masih terasa indah dan tak serumit saat ini.

Never Let You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang