"hanya karena seseorang, kita harus menjauh begitu saja. Tanpa ingat seribu kenangan yang kita buat dalam sehari." - Steffani.
"ngapain lo?" Tanya Arvin yang berada di sebelah Steffani. Perempuan itu melihat wajah Arvin yang berdiri sambil membawa dua mangkok bakso.
"lihat hp lo." Jawab Steffani, lalu memainkan hp Arvin. Dia membaca chat Arvin bersama cewek-cewek, bahkan ada grup yang isinya cewek semua. Meskipun Arvin jarang ikut dichat itu.
Arvin mengambil hpnya, dan menyodorkan mangkok bakso milik Steffani. "makan." Suruh Arvin dengan wajah yang kesal.
Steffani menatap Arvin sebentar,
"maaf deh Vin. Mukanya jangan dijelekin lah."Tidak ada jawaban dari Arvin. Akhirnya Steffani diam memakan baksonya, tumben sekali wajah lelaki ini sangat kusut. Ia hanya menghabiskan setengah, lalu pergi begitu saja meninggalkan Steffani.
Perempuan itu kaget, ia juga meninggalkan makanannya yang hanya ia makan tiga suap. Dia lari mengejar Arvin yang menuju ke bangku yang ada dipinggir lapangan. Steffani duduk disebelahnya, dia menampar Arvin yang melamun.
Arvin membuka mulutnya bersiap untuk memarahi Steffani, "apa? mau marah?" Tanya Steffani dengan wajah yang menantang.
"cerita ke gue." Suruh Steffani."mantan gue mau pindah ke sini."
Steffani tertawa terbahak-bahak membuat Arvin bingung. "terus?" Tanya Steffani dengan wajah yang datar.
"dia ga suka kalau gue deket sama cewek."
Steffani niat menaikan alisnya satu, tapi ia tidak bisa. Jadinya dua alisnya naik, tapi langsung ia turunkan.
"lo takut?"Arvin menggeleng, jari telunjuknya mendorong kepala Steffani, "lo yang harusnya takut." Ucap Arvin.
"gue sama-sama makan nasi, terus sama-sama cewek, hmm tapi gue deket sama lo duluan." Steffani berhenti sejenak, "eh, lo khawatir sama gue?" Tanya Steffani.
"engga tuh. Gue cuma ngasih tau doang."
Steffani tersenyum melihat Arvin, "gue tau lo peduli sama gue. Ga perlu lo akuin itu, cukup gue yang ngerasain peduli lo."
"gue perhatian sama lo, karena lo sahabat gue."
Deg!!!
Steffani diam sesaat, dia menatap lantai sekolah. Arvin menatap wajah Steffani yang ekspresinya berubah."terima kasih. Gue ke kelas dulu ya."
Arvin mengangguk, "lo ga papa kan?"
Steffani menggeleng. Ia berjalan menuju kelasnya sendirian, tatapannya kosong, pikirannya teringat ucapan Arvin gue perhatian sama lo, karena lo sahabat gue. Seharusnya ia sadar bahwa ia dan Arvin hanya bersahabat tidak lebih. Jika ia berharap lebih, itu tidak akan mungkin.
-
Begitupun Arvin, setelah Steffani pergi, ia menatap tanaman yang ada di depannya, ucapan Steffani yang juga ia ingat tapi gue deket sama lo duluan. Arvin bingung dengan ucapan itu, apa maksud Steffani mengingatkannya tentang siapa yang dekat dengan dirinya duluan. Mungkin karena Steffani takut sahabatnya direbut, Arvin mewajari itu. Kalau ia harus kembali dengan mantannya, ia akan tetap melindungi sahabatnya.
"Vin dipaggil kepala sekolah tuh." Ucap temannya memberitahu ia yang masih berada di lapangan.
Masalah apa lagi nih? Batin Arvin.
Ia berjalan ke ruang kepala sekolah. Sebenarnya Arvin bosan, selama 3 tahun kunjungan wajibnya ke ruang kepaa sekolah dan ruang bk. Ia masih bertahan karena nilainya yang bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better With You
Teen Fiction9 september 2017 Menceritakan tentang anak Dhirga dan Gray, yaitu Ayra dan Arvin. Dua anak itu sekarang tumbuh dewasa, memiliki kepribadian yang berbeda dari masa kecilnya. Ayra bertumbuh cantik, dan lembut, seperti Gray. Arvin bertumbuh tampan, n...