30. Steffani Terpuruk (2)

6K 310 17
                                    

"Makan dulu yuk." Ajak Marcello yang menghampiri Arvin dan Steffani.

"Yuk."

Mereka berjalan kaki menuju restoran yang berada di sebelah rumah makan. Steffani hanya diam menatap menu makanan yang ada. Saat ini dia benar-benar tidak ingin makan, ia masih memikirkan ayahnya yang masih koma. Arvin mengusap pipi Steffani.

"Mau apa?" Tanya Arvin.

"Ga mau apa-apa." Sambil menggelengkan kepalanya.

"Kamu harus makan sayang." Ucap ibunya.

Arvin mencari makanan kesukaan Steffani, bakso. Ia menunjuk menu itu, tapi Steffani menggeleng. Nasi goreng? Steffani menggeleng. Ikan tepung Steffani menggeleng. Ayam tepung? Steffani menggeleng. Mie ayam? Steffani menggeleng. Menu yang ada disana semuanya ditolak. Dugaan Arvin tepat sasaran, Steffani akan susah makan.

"Terus mau makan apa? Kasihan anak kita." Bisik Arvin.

"Stef, makan bakso ya?" Bujuk Venya.

"GA MAU!" Ucap Steffani dengan tegas. Ia menutup wajahnya dan kembali menangis. Sungguh ia sangat terpuruk dengan segala hal yang terjadi. Apa ini yang dulu dirasakan Arvin saat ia kehilangan Gray?

"Maafin aku kak." Ucap Steffani.

Arvin diam menatap Steffani yang masih menunduk. Marcello menarik menu dari hadapan Steffani.
"Kamu boleh terpuruk, tapi jangan larut sama keterpurukan itu! Kalau kamu ga mau makan, keluar!" Bentak Marcello.

Venya mengusap lengan Marcello, "sayang! Kamu ga boleh bentak Steffani!" Bentak istrinya.

Steffani memundurkan bangkunya, lalu berlari pergi, "STEFFANI! Marcello! Adik kamu lagi sedih!" Ucap ibunya.

"Tapi kalau dibiasain ga akan berubah!"

Arvin mengusap rambutnya kasar, ia menatap Marcello dengan tatapan yang tajam.
"Cel! Bisa kan pelan-pelan bilanginnya! Kandungan dia lemah! Gila lo ya!" Bentak Arvin.

Ia mengejar Steffani yang sudah berhenti di depan restoran dan kesakitan. Pegawai restoran panik dan menghampiri Steffani. Arvin menghampiri Steffani, darah sudah berada dibetis Steffani.

"Astagfirullah Steffani."

Arvin menggendongnya, "mba bilangin sama orang yang dimeja empat belas." Ia berlari membawa istrinya ke rumah sakit.

"Permisi bu, pak. Tadi ada perempuan yang pendarahan. Namanya Steffani."

"Hah?!!" Marcello sangat kaget. Ia segera berlari keluar restoran.

Ibu Steffani hanya beristighfar sambil memeluk Venya. Ia tidak kuat dengan semua ini. Satu lagi cobaan datang, anaknya yang sedang hamil mengalami pendarahan.

"Steffani mana?!" Tanya Marcello pada Arvin.

"Lagi ditanganin sama dokter." Jawab Arvin, dalam hatinya terus berdoa untuk keselamatan istrinya dan calon bayinya.

Dokter keluar dari ruangan, lalu menghampiri Arvin dan keluarga yang ada disitu. Wajah dokter itu sudah sedih, Arvin yakin ada sesuatu yang buruk.

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang