38. Sudah Saatnya

5.9K 319 11
                                    

"Ma, tadi papa ke sekolah." Ucap Arka yang bercerita di kamar Steffani. Arka pulang saat waktu Ashar karena Marcello mengajaknya makan di mall.

Arka mengeluarkan sebuah surat, "ini buat mama."

Steffani membaca surat itu di depan ibu, dan kakaknya. Tulisan Arvin, air mata Steffani kembali mengalir, dia merindukan Arvin. Sangat rindu. Benar kata Dilan, rindu itu berat.

Teruntuk istri ku yang selalu ku cintai,
Steffani ❤️

Bagaimana aku menjelaskannya? Saat itu aku pulang, aku tidak menemukanmu di rumah, kata Arka kamu pergi tanpa mengatakan kemana? Aku bingung juga mencari mu, handphone mu tidak bisa dihubungi.

Saat itu Inem memang membuatkan ku teh, tapi aku tidak meminumnya. Aku hanya ingin meminum teh buatan mu saat aku pulang kerja, jadinya aku memilih untuk mandi terlebih dahulu.

Aku terkejut melihat Inem di kamar ku, dan tiba-tiba kau juga menangis. Aku ingin menjelaskannya, tapi kau susah percaya karena Inem sudah berbicara yang tidak benar. Kau meminta ku pergi dengan pakaian yang sudah ku pakai dari pagi sampai sore.

Jangan berharap akan ada surat cerai yang sampai disana. Sampai kapanpun, aku tidak akan menceraikan mu. TIDAK AKAN PERNAH! Meskipun kau yang mengirim surat itu, aku TIDAK AKAN PERNAH menandatanganinya.

Jagalah dirimu dan anak-anak kita dengan baik. Aku merindukan mu 💕

Aku sangat ingin pulang, tapi kau sudah bilang jangan pernah datang ke rumah lagi, jadi Aku menunggu mu sampai kau menyuruhku untuk pulang.

Salam cinta dari suamimu yang selalu mencintaimu,
Arvin ❤️

Steffani menangis membaca surat itu. Semuanya hanya kesalahpahamannya. Dia masih egois sampai dia tidak percaya ucapan Arvin. Dia segera memgambil handphone lalu menelpon Arvin.

"Pulang." Ucap Steffani lalu mematikan sambungan telepon itu.

Arvin segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia mengirimkan pesan pada Steffani.

Suami ❤️
Aku selesaiin pekerjaan aku dulu ya?
Sepertinya Isya aku baru bisa pulang 💕

**

Selesai bekerja, Arvin pergi untuk kembali bersama keluarga kecilnya. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan istri tercintanya, dia ingin memeluk, mencium istri dan calon anak ketiganya.

Ceklek!
Suara pintu terbuka. Steffani melihat itu adalah Arvin, dia turun dari kasur lalu bersujud dihadapan Arvin, tetapi Arvin mengangkat Steffani.

Matanya melirik pada kakaknya dan mertuanya, "bu, ka, boleh Arvin minta waktu untuk berbicara berdua dengan Steffani?"

Mereka mengangguk dan mengajak anak-anak keluar. Arvin menutup pintunya dan mengunci pintu kamarnya, dia menatap Steffani dengan senyuman.

"Jangan bersujud pada ku, kau hanya boleh bersujud pada Tuhan."

"Tapi Vin, kamu suami ku, aku boleh bersujud pada mu."

Arvin menjelaskan tentang sabda Rasulullah yang Steffani sempat baca di google dan kurang Steffani mengerti.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Better With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang