Bagian 17. Class Meeting

7K 720 86
                                    

Delapan belas mata pelajaran, masing-masing akan diujikan dengan 50 pertanyaan pilihan ganda dan lima pertanyaan essay, kecuali Matematika —Matematika hanya akan ada 30 pertanyaan pilihan ganda, thank you Pak Sumarsono— dalam kurun waktu kurang lebih dua minggu. Ujian Akhir Semester. Aku menguap. Besok hari Senin, dan ujian pertama adalah Bahasa Indonesia dan Matematika. Aku tidak begitu resah, karena aku tidak begitu buruk dalam Matematika. Sementara Bahasa Indonesia, well, kita lihat saja nanti. Aku menginap di rumah Jatayu malam ini. Em, aku sudah ijin kedua orang tuaku kok, mereka sudah tahu. Niatnya memang ingin belajar bareng, eh, kami malah lebih sering bercanda atau ciuman daripada belajarnya. "Aku ngantuk." Kataku, meletakkan buku paket Bahasa Indonesiaku ke atas meja belajar milik Jatayu. Sepertinya buku paket Bahasa Indonesia bisa aku masukkan ke dalam salah satu obat tidur ampuh. Paling tidak untukku. Ada orang bijak bilang, gunakanlah Bahasa Indonesia, kuasai bahasa asing, lestarikan bahasa daerah. Tapi serius, walaupun kita sering menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, berapa sering kalian mendapat nilai 10 saat ulangan Bahasa Indonesia? See? Jangan mulai dengan bahasa daerah, Ha-ha-ha, aku bisa Bahasa Jawa, namun deg-degan setengah mati kalau ada ulangan Bahasa Jawa. Apalagi membaca tulisan aksara jawa. Ya Tuhan, ampunilah.

Jatayu mengulurkan tangannya, mengelus-elus lembut rambutku. Jadi posisi kami begini, aku tiduran di atas kasur, sementara Jatayu duduk di lantai, bersandar pada ranjang. Ada karpet empuk kok, jadi Jatayu tidak langsung duduk di lantai. Kepalaku dekat dengan pundak Jatayu. Aku bahkan sering iseng menciumi pipinya. "Seno tidur dulu, Kak Atha masih harus belajar." Kalian terkejut? Aku juga. Aku baru tahu jika Jatayu yang agak bandel ini ternyata berprestasi. Ya, dia menjadi komandan sekaligus ketua Tonti tidak mungkin hanya karena faktor fisik saja. "Atau Seno mau Kak Atha kelonin?" Jatayu menepuk-nepuk karpet di sampingnya. "Sini, Kak Atha peluk sampai Senonya Kak Atha bobo." Aku merosot turun, lalu meringkuk di dalam pelukan Jatayu. Mendengarkannya membaca materi-materi Bahasa Indonesia kelas XI, membuatku tambah mengantuk saja. Tanpa tersadar, aku sudah jatuh tertidur.

"Makin lengket aja ya, kamu dengan Kak Atha." Kata Hendra. Kami, aku, Feri dan Hendra sedang berada di luar ruangan ujian kami. Ruang ujian masih dikunci, ini juga masih pukul setengah delapan pagi. Tadi Hendra memang melihatku datang bersama Jatayu, di parkiran. Semalam aku ketiduran, dan dipindah ke atas kasur oleh Jatayu, paginya, aku pun dia bangunkan. Kami tidak sempat mandi bareng, Jatayu mandi lebih dulu. Kalian ingat saat Papaku bercanda ingin menjodohkanku dengan Mas Sena? Untung sekali, aku mendapatkan adiknya. Jatayu jauh lebih seksi dari Mas Sena. Mas Sena sejak menikah jadi gemukan, lemak dimana-mana. Dan aku menilainya secara objektif ya bukan karena Jatayu adalah pacarku. "Makin nggak tahu sikon juga, kalian!"

Aku menoleh, "Maksudnya?"

"Aku lihat kemarin kamu jionan sama Atha di belakang Lab Biologi." Jionan itu bahasa jorok untuk cipokan di sini. "Untung hanya aku yang lihat, kalau ada orang lain trus iseng, gimana?" Tegur Hendra lagi.

Aku memilih bungkam dan tidak menjawab. Karena aku sadar aku salah dan ceroboh. Habis bagaimana, Sabtu kemarin aku memang sengaja menunggu Jatayu pulang dari praktek di ladang, kaos trainingnya banjir keringat, dan Jatayu seksi banget. Wajar dong, aku tidak tahan dan langsung menggeret Jatayu ke belakang Lab Biologi, dan kami berciuman lama di sana. Dan hanya itu, kami hanya berciuman, tidak lebih. Aku mau saja mengoral penisnya di sana, namun aku masih sadar siatuasi. "Gue bakal hati-hati, next time." Kataku akhirnya.

Saat ujian Bahasa Indonesia, ruangan kami apes kena penjaga killer. Ibu Mujiati dan Pak Eddy. Ibu Mujiati membawa mata diklat Wirausaha, dan Pak Eddy adalah guru Komputer dan Informatika. Galaknya super. Dan kami mendapat keduanya sebagai penjaga ujian kali ini. Ini aku bilangin, jangankan bertanya ke Hendra, menengok sedikit saja, Bu Mujiati langsung berjalan mendekat. Tipe penjaga yang tidak bisa duduk diam, namun jalan-jalan terus mengelilingi kami. Aku sedikit curiga beliau berdua ambeien, jadi tidak tahan kalau duduk.

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang