Bagian 06. Pemandian Air Panas Dieng.

9.7K 898 112
                                    

Arjuna Mahesa

Arjuna Mahesa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Selasa, sepulang sekolah, aku datang untuk latihan Tonti, dengan menggeret Feri bersamaku. Sialan kalian! Aku memutuskan ikut Tonti bukan karena Jatayu! Aku hanya ingin membuktikan kepada Pram, bahwa aku bukanlah anak manja seperti perkataannya. Jatayu tersenyum bangga melihat kedatanganku. Seragam putih—abu-abuku sudah aku ganti dengan celana training seperti arahan Pak Pri. Awalnya kami melakukan pemanasan, lari keliling lapangan upacara dua kali. Selanjutnya kami melakukan peregangan, baru latihan dasar baris-berbaris. Dari jalan di tempat, siap grak, dan teman-temannya itulah. Kami baru akan diajari formasi-formasi minggu depan. Oh, hari latihan adalah Selasa, Kamis dan Sabtu.

Dilain sisi, memakai baju training, hanya membuat postur tubuh Jatayu makin bagus. Dada tegapnya tercetak jelas, walaupun putingnya tidak men—, Duh setan alas! Berhenti berpikiran kotor, Sen! "Capek ya?" Aku mengangguk. Jatayu mengulurkan air mineral dingin padaku. "Nanti juga terbiasa." Jatayu memperhatikanku lebih lekat, yang membuatku menundukkan pandangan. "Kulitmu merah-merah, Sen."

"Karena terpapar sinar matahari lama, Kak." Jatayu tersenyum. Senyumnya masih sama, terlihat culas, dan lesung pipi kirinya muncul. Menggemas—, maksudku menyebalkan. Jatayu menemaniku sebentar sebelum dia menggeretku untuk meninggalkan lapangan, memasuki sebuah kelas.

"Tunggu sebentar ya, aku ganti baju dulu." Jatayu mengganti seragam trainingnya dengan memunggungiku. Namun selintas, aku masih bisa melihat otot dada bidangnya. Puting luc—, aku masih waras. Aku masih waras. Aku masih waras. Mana ada puting lucu? "Nanti aku antar kamu balik." Aku tersenyum, walaupun Jatayu tidak bisa melihat senyumku, karena dia masih memunggungiku. "Mau makan dulu, Sen?"

"Nggak usah, Kak. Aku masih kenyang."

"Temani aku makan kalau begitu." Jatayu melihat jam tangannya, "Sebentar lagi buka." Jatayu ini tidak hanya makannya banyak, namun bawel juga. Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya Jatayu bercerita. Mulai dari mempromosikan Tonti, lalu asyiknya tampil di ulang tahun kapubaten di alun-alun, hingga kegemarannya bermain bola. Sepak bola, maksudku, bukan bola yang lain. Kalian mesum! Kami berhenti di depan sebuah tenda yang digunakan untuk menjual bubur kacang ijo. Letaknya tidak terlalu jauh dari gapuro kampungku. "Ini bukanya sore doang, kacang ijonya enak lho, Sen." Aku mengikuti Jatayu masuk, beberapa orang yang melihatku tersenyum sambil menundukkan kepalanya. Aku sudah mulai terbiasa dengan perlakuan sopan mereka. Sungguh. "Seperti biasa ya, Pak. Ketannya tambahi sing akeh."

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang