Bagian 08. Jatayu Bumi Atmaja

8.4K 859 122
                                    


Aku sore ini latihan Tonti, semata-mata hanya ingin menunjukkan bahwa aku bisa bertanggung jawab. Aku bisa menjaga komitmenku untuk tetap mengikuti latihan yang semakin hari semakin padat dan berat. Walaupun jika aku mengikuti egoku, aku akan ikut Pak Karyo pulang. Mana mau aku berada di sini dan berhadap-hadapan dengan Jatayu dalam waktu yang lumayan lama? Oh, Pak Karyo masih menungguku, agaknya dia takut aku tidak pulang lagi hari ini. Jatayu, berkali-kali menggunakan momen ini untuk bisa mendekatiku lagi, dan aku tetap mempertahankan keputusanku. Menjauhi Jatayu adalah pilihan terbaik, sebelum aku betulan jatuh cinta padanya. Tidak, aku tidak ingin semakin jatuh pada pesonanya.

Kami diperbolehkan pulang setelah jam lima sore. Tubuhku banjir keringat, namun aku langsung berjalan menghampiri Pak Karyo setelah berbicara sebentar dengan Feri. Aku tidak ingin berganti baju terlebih dahulu, karena Jatayu pasti akan menggunakan kesempatan itu untuk mencoba meluluhkan aku lagi. Dan jelas, aku belum siap untuk berbicara dengan Jatayu, dalam jarak dekat, dan hanya berduaan. Jantungku belum kuat benar. "Langsung pulang saja, Pak." Pak Karyo mengangguk sambil membukakan pintu untukku. Aku melihat Jatayu berlari kecil ingin menyusulku, namun mobil sudah melaju. Lebih baik patah hati sekarang daripada nanti. Sepanjang perjalanan aku hanya diam, memandangi jalanan yang sepi. Hingga aku melihat bubur kacang ijo milik Pak Kasidi. Kenangan bersama Jatayu langsung menghantamku begitu saja, membuatku terpekur lama. "Pak, berhenti sebentar." Pak Karyo menatapku bingung, "Aku mau beli bubur kacang ijo." Pak Karyo menggumam mengerti, memutar balik mobil, dan menepi ke tenda milik Pak Kasidi.

Pak Kasidi mengenaliku dan Pak Karyo, aku sendiri membeli beberapa untuk dibawa pulang, tidak makan di sini. Pak Karyo menolak untuk aku traktir, ya sudah, mungkin Pak Karyo sedang diet. Seperti kemarin dulu, Pak Kasidi berusaha menolak uangku, namun kali ini aku paksakan. "Aden Muda suka bubur kacang ijo? Pak Karyo belum pernah lihat Aden makan bubur kacang ijo sebelum ini." Aku memang kurang menyukai kacang-kacangan.

"Lagi pengen saja, Pak."

Saat tiba di rumah, aku menghiraukan Eyang yang menyambutku di depan pintu. Bukan aku masih marah, namun aku sedang malas. Aku malas menanggapi orang-orang rumah, aku semata-mata pulang demi Mama, dan Mama masih di gudang. Aku mandi cepat, dan mengurung diri di dalam kamar. Beberapa kali Papa mengetuk pintu kamarku namun tidak aku tanggapi. Semua pesan dari Arjuna hanya aku baca, tanpa minat untuk membalas. Sama sekali tidak ada pesan dari Jatayu. Aah, mungkin dia sedang sibuk dengan Dewi. Aku rasanya ingin menangis lagi. Namun kali ini bukan karena Mama, namun karena Jatayu. Bodohnya aku yang sempat berharap bahwa Jatayu juga menyukaiku.

"Aden Muda, makan malam sudah siap, Aden." Aku tidak menanggapi panggilan Mbok Sopiah. "Mau saya siapkan di kamar Aden?" Aku mendiamkan diri lama, namun tidak baik rasanya memperlakukan orang yang lebih tua dariku dengan tidak sopan seperti ini. Apalagi Mbok Sopiah sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan persoalanku.

"Sebentar lagi aku keluar, Mbok."

"Inggih, Den Muda." Aku memakai kaos spiderman, dan celana piyama bermotif kepala doraemon dengan bermacam pose. Aku memang sejak tadi masih dengan lilitan handuk, belum sempat berganti baju. Saat sudah sampai meja makan, aku tidak melihat Mama di sana. Eyang menatapku dengan tatapan meminta maaf. Dan aku paling tidak suka ditatap seperti itu. Membuat perasaan bersalahku semakin membuncah.

"Mama mana?" Tanyaku. Tanpa memperdulikan siapa yang akan menjawab pertanyaanku.

"Sedang dalam perjalanan pulang." Papa yang menjawab. "Sebentar lagi sampai." Papa diam sebentar, "Seno mau pakai nasi? Papa tambahin ya?" Aku memang dimanja, aku juga menyadari hal itu. Apalagi jika aku sedang marah seperti ini.

"Seno!" Mama yang baru pulang bersama Pakdhe Danan langsung memelukku. "Mama sengaja tadi ke Magelang, beli ayam spicy, kesukaan Seno." Bagaimana aku bisa marah lama-lama jika aku diperlakukan begini? "Macet banget tadi di jalan Secang, Pah. Ada truk masuk jurang."

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang