Bagian 22. Hati Kadang Bertindak Bodoh

6.8K 724 130
                                    

Awalnya aku ragu, namun begitu Raden Pamanah menyentuh pipiku dengan telapak tangannya, aku terasa seperti tersengat listrik. Kejut-kejut kecil yang menggelitik perutku, membangkitkan libidoku tanpa memerlukan waktu. Rasanya sangat berbeda dengan saat bersama Jatayu, ada kharisma, pesona yang membuat mataku bahkan tidak rela untuk sekedar berkedip. "Kangmas tresno sliramu, Cah Bagus." Aku hanya mengangguk llinglung. Dan kejadian setelahnya, adalah seks termagis yang pernah terjadi dalam hidupku. Cara Raden Pamanah memanjakanku dan memperlakukanku sangat lembut namun juga perkasa. Bahkan saat kejantanannya memasukiku, tidak terlontar sedikit pun suara keberatan dari bibirku. Mulutku justru mengeluarkan lenguhan-lenguhan kotor penuh birahi. "Kangmas tidak bisa lama-lama, Dimas. Pagi sudah datang." Itu kata-kata terakhir yang aku dengar sebelum mataku terlelap karena kelelahan.

Paginya, aku terbangun di atas rerumputan, telanjang bulat, sendirian dan merasakan pegal di seluruh tubuhku. Aku merasakan nyeri di beberapa tempat, seperti leher, puting, bibir, pantat, anus dan alat kelamin. Mengingat kejadian semalam, rasanya ajaib aku masih hidup. Iya, Pangeran Pamanah sangat perkasa, ganas namun masih lembut. Dan aku bercinta semalaman dengan makluk ganas tersebut. Aku gila. Aku saja masih bingung dan tidak habis pikir kenapa aku bisa melakukannya. Melakukan 'itu', mengerti kan, maksudku? Dengan setan, walaupun secara fisik, dia adalah Jatayu.

Hanya karena aku terbangun sendirian, bukan berarti apa yang menimpaku hanyalah mimpi belaka. Tanda-tanda aku habis dihajar habis-habisan oleh mulut, tangan, jemari dan penis Pangeran Pamanah nampak jelas di hampir semua permukaan kulitku. Bibirnya rakus, tangannya lincah, dan alat kelaminnya mengganas. Dengan sedikit tenaga yang tersisa, aku meraih pakaianku. Memakainya dengan pelan-pelan karena nyeri di seluruh kulit dan persendianku. Rasa-rasanya, badanku bisa rontok jika aku gerakkan sedikit saja. Aku memerlukan setidaknya lima belas menit hingga aku berpakaian lengkap.

"Eyang membawakan sarapan." Amarahku mendidih begitu mendengar suara orang yang sudah menjebakku ke dalam lingkaran setan ini. Aku bersiap marah, menoleh, namun luluh setelahnya. Eyangku, yang biasanya tampak bugar dan awet muda, kini nampak tua dan renta. Tanda-tanda penuaan entah kenapa terlihat begitu nyata di wajahnya kini.

"Eyang sakit?" Alih-alih marah, aku malah mendadak khawatir. "Wajah Eyang pucat."

Eyang tersenyum. "Eyang baik-baik saja, Ngger. Memang usia Eyang yang sudah renta." Usia Eyang memang sudah tua, namun selama ini aku selalu melihat Eyang begitu energetik. "Pangeran Pamanah sudah meninggalkan Eyang, dan memilihmu, Ngger. Eyang bisa beristirahat dengan tenang sekarang." Aku tidak mengerti. Jadi selama ini Pangeran Pamanah berhubungan seks dengan Eyang? Dalam fisik Jatayu? Aku menggeleng kuat-kuat. Aku tidak ingin membayangkannya. Aku cemburu, aku cemburu Jatayu berhubungan seks dengan orang lain, walaupun itu bukan Jatayu.

Aku memilih untuk tidak bertanya-tanya lebih lanjut, sederhana, karena aku tidak mau mendengar detilnya, dan perutku kelaparan. Eyang membawakanku sarapan daging ayam bakar dengan oseng-oseng kangkung dan dua tempe goreng. Aku makan dengan lahap, bahkan habis dua bungkus. Seakan-akan aku baru saja kerja kuli selama beberapa hari. Sembari sarapan, Eyang menceritakan mengapa Pangeran Pamanah nampak seperti Jatayu. Karena memang itu Jatayu. Jatayu dan Pangeran Pamanah adalah dua pribadi yang berbeda, dua spesies yang berbeda pula, hanya mereka berbagi satu tubuh. Kalian ingat Raminten? Benar, karena Pangeran Pamanah tidak tertarik dengan Papa dan Pakdhe Danan, Eyang Putri dan Eyang Kakung berusaha mencari 'pengganti' agar perjanjian dengan Pangeran Pamanah tidak terhenti. Perjanjian yang dibuat oleh eyang-eyang buyutku dulu, Raden Ageng Suwarni Prawiro. Agar keturunan Prawiro akan selalu dilimpahi harta, kekuatan, paras rupawan, dan kharisma. Aku melenguh. Namun Raminten yang cantik pun tidak menarik perhatian Pangeran Pamanah.

Justru karena Raminten yang bukan keturunan Prawiro lancang menyantroni tempat ini, Raminten dikutuk tidak akan memiliki anak, hingga bisa mengikhlaskan orang yang dicintainya mencintai wanita lain. Ya, kalian tahu selanjutnya, Ratna dan Pak Atmaja, yang mulai saling jatuh hati, membuat kutukan atas Raminten terhapus dan lahirlah Tari Ayutias Atmaja dan Pramudya Pratama Atmaja. Menurutku, kutukan itu tetap berjalan walaupun dalam bentuk yang lain. Diduakan, dicintai kurang dari istri kedua, bukankah itu tetap kutukan? Bukankah itu tetap penderitaan?

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang