Bagian 11. Permen Loli

7.5K 786 79
                                    

Aku berangkat ke sekolah pagi ini, setelah kemarin izin. Aku tahu Eyang dan Mama ke sekolah saat aku tidak masuk hari lalu. Saat aku turun dari mobil, hampir semua anak melirikku sambil berbisik. Entahlah, mungkin mereka membicarakan insiden pengeroyokanku kemarin, atau pencetus pengeroyokkan kemarin. Pencetusnya? Tentu saja karena aku berpacaran dengan Jatayu. Dan Pramudya menekankan hal itu. Aku rasa seluruh warga sekolah ini sudah mengetahuinya sekarang. Aku melihat Jatayu sedang duduk di atas motornya di lapangan parkir. Ruang kelasku memang dekat dengan lapangan parkir, hanya perlu melangkah beberapa kali lagi. Dia tertawa renyah bersama teman-temannya. Salah satu temannya menyenggol bahunya ketika melihatku. "Yok cabut! Nanti kita malah jadi obat nyamuk!" Orang yang sama yang menyenggol bahu Jatayu membuka mulutnya ketika aku sudah dekat. Jadi, anggapanku benar, hampir semua murid sudah tahu.

Jatayu mengelus pipiku yang masih sedikit biru. "Kak, banyak orang yang lihat." Tukasku, berusaha menepis tangan Jatayu. Toh, Jatayu tetap bergeming, jemarinya tetap bertahan di sana.

"Nggak papa. Biar mereka cemburu." Kami berjalan beriringan, Jatayu mengantarkanku ke kelas. "Nanti pulangnya bareng Kak Atha, ya?" Aku mengangguk. Kami sudah sampai di depan pintu kelasku. Sudah aku bilang kan tadi? Dekat. "Kak Atha sayang sama Seno."

"Iya, Kak." Namun begitu, Jatayu tetap tidak beranjak, dia tetap masih di sini, tidak bergegas menuju kelasnya sendiri. "Ada apa lagi, Kak?"

"Seno nggak sayang Kak Atha?" Pipiku langsung memerah. Di saat seperti ini, Jatayu masih sempat-sempatnya manja begini. "Kak Atha nggak bakal beranjak dari sini kalau Seno belum bilang sayang ke Kak Atha." Dasar Bayi Agronomi ini! Aku menggeret Jatayu agak ke samping, teman-teman sekelasku tidak bisa melihat posisi kami dari dalam, lalu saat aku memastikan posisiku aman, aku mencium pipi Jatayu.

"Sudah sana!" Jatayu tersenyum sumringah, dan berjalan menjauh sambil bersiul. Aku tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalaku melihat kelakuan Jatayu. Ada-ada saja. Namun senyumku memudar ketika aku memasuki kelas. Semua anak menatapku aneh. Ya sudahlah, toh aku tidak berharap disambut bak pahlawan kesiangan.

Hendra mengulurkan buku kotaknya padaku saat aku duduk, "Buruan salin sebelum Pak Sumarsono dateng." Aku menatapnya tidak mengerti. "PR Matematika, Sen! Aku tahu kamu belum ngerjain."

"Makasih ya!" Aku melirik kursi di sampingku, Feri belum datang. Mungkin terlambat. Feri memang memiliki kebiasaan tepat waktu, emm, maksudku dengan tepat waktu adalah, ketika masuk jam tujuh, Feri akan tepat masuk kelas jam tujuh. Tepat waktu bukan, namanya? Aku menyalin PR Matematika dari Hendra secepat yang aku bisa, dan aku merasa sedikit lega. Hendra, yang maha kepo itu, ternyata lebih mengkhawatirkan aku yang belum mengerjakan PR Matematika, daripada gosip yang sedang hangat di sekolah. Aku. Ya. Aku sadar, aku adalah tema gosip yang tengah merebak di sekolah. Aku dan Jatayu. Bagaimana pun, kemarin lusa Pramudya mengatakannya dengan jelas, dan aku mengumumkan hubunganku dengan suara lantang pula. Tidak heran jika beberapa telinga mendengar, dan hari ini sudah merebak kemana-mana.

"Jangan bilang itu PR!" Teriak Feri dari depan saat melihatku sibuk menyalin. Dia baru saja datang. Pukul 06.56, tumben anak itu kepagian. "Kapan sih Pak Sumarsono nggak ngasih kita PR?"

"Kalau kita sudah kelas dua." Jawab Hendra enteng. "Karena kelas dua guru Matematika kita jadi Bu Eka." Sambung Hendra lagi. "Hihihi."

Feri meletakkan tasnya, mendekatkan kursinya ke kursiku. "Ikutan, Sen!" Aku menggeser buku kotak milik Hendra lebih dekat ke Feri karena aku kebetulan sudah selesai. "Semoga Pak Sumarsono perutnya lagi mules-mules, jadi agak lama dia datengnya."

Aku tergelak sebentar sebelum menoyor kepala Feri, kemudian menoleh ke arah Hendra, "Gue tahu lidah lo gatal pengen nanya sesuatu ke gue." Hendra tersenyum, namun kemudian menata kursinya karena Bu Endah baru saja memasuki kelas.

Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang