Aku Arseno, baru lulus SMP, dan harus migrasi dari ibukota Jakarta, ke sebuah dusun terpencil dari bagian kota kecil.
Dan disinilah, ceritaku dimulai.
(Cerita ini fiktif, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian, mohon dimaafkan karena buk...
Yang berbahagia, Jatayu Bumi Atmaja & Raden Mas Arseno Erlangga Prawiro
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Aku menyelesaikan tugas Matematikaku lebih cepat. Hari ini aku akan ikut Papa dan Mama kondangan ke tempat Mas Sena, calon kakak iparku. Ha-ha. Kami berangkat pukul sepuluh pagi, sengaja aku tidak bilang ke Jatayu bahwa aku akan ikut Papa kondangan, agar menjadi kejutan. Kalau di Jakarta, kebanyakan acara pernikahan di beri batasan waktu, misal dari pukul lima sore, hingga pukul delapan malam, maklum kan sewa gedung mahal. Di sini, resepsi pernikahannya tidak ada batas waktu. Bisa seharian malah. Luar biasa. Papa mendapat undangan sudah satu minggu yang lalu, namun aku tahu sudah jauh-jauh hari. Karena aku yang menemani Jatayu untuk fitting baju adat Jawanya, aku menemaninya menyebarkan undangan, aku juga menemaninya tidur enak, kadang-kadang. Tidak. Yang terakhir masih bohong, masih belum kejadian. Kami sudah pacaran satu bulan lebih, namun hal yang paling maksimal yang kami lakukan adalah berciuman. Rasanya, aku kurang puas. Aku mau lebih. Namun aku tidak mau bilang duluan juga, kesannya nanti aku pikirannya mesum.
Perjalanan ke tempat resepsi memerlukan waktu lima belas menit, itu pun karena jalanan lancar. Papa memarkir mobilnya dekat dengan tempat resepsi, yang mungkin biasanya digunakan untuk bermain sepak bola, jika sedang tidak ada acara hajatan.
Di depan lengkungan janur kuning, kami disambut perempuan-perempuan pagarayu, yang berpakaian kebaya dan cantik-cantik. Acaranya digelar di depan halaman rumah pengantin perempuan, sebelum nanti setelah acara selesai, maka pengantin perempuan akan diiring-iringi, atau diantarkan ke rumah pengantin laki-laki. Ada sinden dan penabuh gamelan juga alat musik tradisional yang aku tidak tahu namanya di samping panggung pengantin. Mas Sena terlihat ganteng, sedangkan istrinya cantik, dengan makeup tebal. Aku tidak yakin dengan wajah aslinya jika tanpa makeup. Biasanya, kalau di sini, tamu akan dipersilahkan duduk, dan nanti akan ada hidangan yang diantar oleh pramusaji. Bukan prasmanan selayaknya di Jakarta. Namun, ternyata pernikahan Mas Sena menganut aliran campur-campur. Mix budaya sini dan budaya kota.
"Kita makan dulu atau salaman ke penganten dulu, Sayang?" Tanya Mama ke Papa. Kami bertiga berada di zona persimpangan antara panggung pengantin dan tempat makan juga snack. Tema pernikahan ini juga campur-campur, karena walaupun semua pagarayu, penjaga stand makanan mengenakan pakaian adat Jawa Tengah, namun dekorasinya bernuansa Putri Disney. Agak berlebihan, apalagi panggung pengantinnya. Aku menyimpan komentar ini untuk diriku sendiri. Bagaimanapun juga, Mas Sena adalah calon kakak iparku, aku harus sopan.