Aku sudah dilarang untuk pergi ke sekolah. Papa sudah mengurus segala izin, dan tidak akan sulit jika Eyang membantu, lagipula, aku tidak ada remidiasi. Aku juga tidak diizinkan keluar rumah, kecuali ada yang menemaniku. Mama masih mengurus segala sesuatu supaya hari Jum'at ini aku bisa terbang ke Manado. Sementara Arjuna akan pulang besok Kamis, agar kami bisa berangkat bertiga bersama-sama. "Kak Atha kangen." Aku makin nelangsa. Aku juga merindukan pacarku. Untungnya, walaupun Papa melarangku untuk bertemu Jatayu, kami masih diperbolehkan berkomunikasi lewat telepon. "Papa kamu masih marah?" Aku mengangguk walaupun Jatayu tidak bisa melihatku. "Kak Atha ada di depan gapuro kampung kamu, Sen."
Aku membuka jendela kamarku, menengok kanan-kiri. "Kak Atha tunggu di situ." Kataku kemudian menutup telepon. Aku memakai jaket hoodie-ku, pergi dari kamar lalu mengendap-endap keluar. Masalahnya adalah di pintu gerbang rumah Eyang. Ada beberapa penjaga yang diperintahkan khusus untuk mengawasiku dan mencegahku keluar kecuali ditemani. "Mary!" Jangan menghakimi aku karena memanfaatkan setan ya, kami berteman kok. Dan teman saling memanfaatkan, eh, membantu ding. Aku membisiki rencanaku ke kuping Mary. Dan setan bocah blonde itu mengangguk semangat, namun ekspresinya kosong.
Rencanaku begini, aku akan mengendap-endap ke dekat gerbang. Lalu Mary akan mengalihkan perhatian para penjaga dengan menakut-nakuti mereka. Dia kan setan, paling jago dong untuk menakut-nakuti manusia.
Dan ya, Mary jenius, dia berhasil membuat para penjaga lari tunggang langgang! Aku tidak akan menceritakan bagaimana cara Mary menakuti para penjaga, karena aku sendiri juga ketakutan. Aku mengirim cium jarak jauh untuk Mary secara reflek. Dan ketakutan sendiri setelahnya. Kemudian lari secepat mungkin menuju gapuro. Aku melihat pacarku tengah duduk sambil merokok di atas jok motornya. "Kak Atha!" Aku memeluknya erat, membuat putung rokok Jatayu terbuang ke tanah. Jatayu masih mengenakan seragam putih abu-abunya. "Kita pergi dari sini, Kak. Sebelum Papa pulang." Jatayu tersenyum cemerlang, dan langsung menstarter motornya.
Kami pergi ke curug lawu lagi. Bedanya, kali ini aku ikut berenang. Beberapa kali aku memanjat punggung Jatayu, turun ke pelukannya. Lalu kami berciuman. "Kak Atha kangen." Kata Jatayu lagi. Menegaskannya dengan mencium bibirku lembut.
"Seno juga kangen Kak Atha." Aku mulai menggunakan namaku sebagai kata ganti aku. Kami berciuman lagi. Aku aware, kalau kami masih berada di arena terbuka, orang bisa melihat aktivitas kami kapan saja. Namun aku sudah tidak peduli.
"Sejak kapan Kak Atha merokok?" Kami berdua duduk di sebuah batu besar setelah capek berenang ke sana kemari, bunyi air jernih mengalir menjadi musik latar belakang kami. Aku sudah mengenakan celana pendekku, sementara celana dalamku aku jemur di atas batu di sampingku. "Kak?" Tanyaku lagi ketika Jatayu hanya diam.
"Kak Atha pusing kalau nggak ketemu Seno." Aku berjengit. "Kangen tapi nggak bisa ketemu itu rasanya nggak enak, Sen."
"Kak Atha merokok hanya sebagai pelampiasan?"
"Seno nggak suka?" Pertanyaanku dibalas dengan pertanyaan.
Aku menghembuskan nafas panjang. Aku menunduk, mencoba berpikir jernih. Kami baru dua hari tidak bertemu, dan Jatayu sudah mulai merokok untuk mengalihkan perhatian. Bagaimana kalau kami putus? Akankah Jatayu lepas kendali? Deg. Apakah peringatan Pramudya benar? Jatayu tidak sebaik yang aku pikir? Tidak! Aku mengenyahkan pikiran negatif itu jauh-jauh dari otakku. Ya setan, Sen! Itu hanya sebatang rokok, bukan penanda Jatayu bukan anak baik-baik. Kami sulit bertemu sekarang, ada baiknya aku memanfaatkan moment ini sebaik mungkin.
"Kak Atha nggak akan merokok lagi kalau Seno nggak suka." Lanjut Jatayu ketika aku hanya diam. Aku langsung memeluknya erat, menidurkan Jatayu di atas bebatuan yang tadi kami duduki. "Seno nakal ya! Ntar ada yang lihat lho, lalu difoto lagi. Dikirim ke Papamu lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Erlangga di Bawah Kaki Sumbing (TamaT)
Teen FictionAku Arseno, baru lulus SMP, dan harus migrasi dari ibukota Jakarta, ke sebuah dusun terpencil dari bagian kota kecil. Dan disinilah, ceritaku dimulai. (Cerita ini fiktif, jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, dan kejadian, mohon dimaafkan karena buk...