"Nama gue Rasya. Gue panggil kakak aja apa ya? Gak apa-apa, kan?" Rasya menggaruk tengkukknya dengan pelan. Takut sih. Mereka semua ini lebih enggak jelas. Mau panggil Om atau Tante nanti dimarahin. Mau panggil kakak juga gak mungkin kan jaraknya jauh. Masa mau panggil Papa atau Mama?
Eh. Sepertinya Rasya punya ide untuk mengatasi kesulitan hidup yang sedang dihadapinya saat ini.
"Kak Ar..." Panggilan Rasya membuat dua orang menoleh kepadanya, dan salah satu diantaranya langsung menatap sengit kepada sosok di sebelah Rasya. "Eh. Maksudnya, yah, yaudahlah. Boleh minta nomor gak? Nomor kalian gitu"
"Buat apaan lo nomer gue? Gue gak main sama anak kecil"
"Ngapain lo koleksi nomer kita? Buat dipake undian ya?"
Rasya menggaruk tengkuknya lagi. Repot banget mau minta nomer doang. Tapi Rasya lantas menoleh kepada uluran tangan kakak cantik yang kemudian menatapnya dengan bertanya.
"Hapenya, Rasya" Arsy meminta dengan nada biasa saja tapi jelas membuat Rasya tergopoh-gopoh mengeluarkan hpnya dari saku celana. Arsy dengan lancar mengetikkan nomernya sambil berkata, "Gue kan baik. Jadi gue kasih aja. Gak kayak gigolo depan situ"
"Berisik, Anying" kata Arya dan kemudian merebut hp Rasya dari tangan cantik Arsy. Dia melakukan hal sama kemudian mengoper hp Rasya yang segede gaban itu ke Raditya. Raditya sih cuek saja dan melakukan hal yang sama barulah mengembalikan hp Rasya kepada pemilik sahnya.
Mereka berempat kemudian mulai membicarakan hal lain. Dimulai dari Raditya yang bertanya hal sederhana, "Gue kira kalian itu orangnya gak sekece ini sumpah"
Arsy tertawa dengan nada sinis. Bukan salahnya. Itu adalah tawa bawaan orok dan tidak bisa Arsy rubah. Tabiatnya yang terkenal sadis juga sepertinya bawaan dari jabang bayi. Jadi bagaimana ya? Sekarang bahkan tawa itu sudah membuat semua orang menatapnya kayak Arsy itu nenek sihir. "Sorry, ketawa gue emang begini. Nada ngomong gue juga"
"Pantesan gak laku-laku lo, ler" komentar Arya
"Yah, daripada gue settle. Kasihan perjaka-perjaka di luar sana yang belum menikmati badan gue" jawab Arsy dengan santai kemudian tertawa hambar, "Refleks bos nyahutnya, sorry ya"
Raditya menggelengkan kepala saja, "Belum ketemu mungkin sama jodoh. Nanti bisa kali normal kalo ketemu sama belahan jiwa"
Arsy cuma bisa menggelengkan kepalanya, sementara Rasya sudah menatapnya bingung. Tahu dipandang anak kecil begitu kan, Arsy akhirnya berkata. Terpaksa deh menjelaskan, "Namanya belahan jiwa yang mirip sama kita, sama kali sakit jiwanya dia sama gue nanti"
"Goblok. Mana ada teori begitu. Kalo elo sakit jiwa, dianya waras. Aturan tuh balance. Dasar bego" Jelas Arya yang semangat banget buat membantah Arsy. Entah kenapa, sejak kenal sama makhluk ini Arya jadi cowok paling nyinyir sedunia. Selalu semangat buat gangguin Arsy yang kayaknya gak menganggap kehadiran Arya itu lebih penting dari debu di lantainya.
Rasya cuma geleng-geleng kepala. Lihat kak Arsy yang sudah menyisir rambutnya pakai jari. Wah, cantik banget lah. Apalagi kalau cuek begitu. "Kak, Kak Arya ngomong tuh"
Arsy mendelik ke arah Raditya. Yang dipandangi kaget saja. Salah apa dia sampai Arsy noleh ke dia begitu. Cantik-cantik hobinya ngagetin aja. "Loh, Mas? Anjing Mas bisa ngomong? Kok kayak beo aja"
"Anzenk..." Mulai lagi deh Arya mengumpat. Padahal sukses seharian belum keluarin kata-kata sakti mandraguna ala Arya yang sengaja disimpan kalau sedang emosi. "Wah kebangetan lo"
Melihat makanan sudah datang. Raditya akhirnya mengangkat bicara, "Yak, wah-wah. Makan dulu ayo. Isi tenaga dulu kalo mau berantem" kata empunya resto buat menengahi pasangan panas ini. Kenapa Arsy sama Arya sensian banget? Lapar mungkin
"Tahu gitu tadi mobil lo gue tabrak sekalian" omel Arya sambil menyiapkan pisau dan garpu miliknya
"Gosh. Jangan bilang itu cara modus lo buat dapetin nomer gue pake cara-cara FTV jadul engga tamat ya..." Arsy malah menyahut dan menatap Arya dengan malas
Arya bukannya mundur, malah ikutan menatap Arsy dan kemudian menaikkan satu sudut bibirnya, "Kalo, iya. Kamu mau apa sayang?"
"Panjangin dulu tuh tongkat baru gombalin gue, honey"
Masih dengan senyumnya yang meremehkan, Arya kemudian melirik ke satu-satunya bagian perempuan yang paling dia suka. "Bahkan udah nunduk aja, tetek lo masih kecil. Sini gue pijetin biar gede"
Rasya keselek daging domba gara-gara adu mulut antara dua orang itu.