23

5.9K 630 5
                                    

Dua minggu kemudian, Sarmila dan Kartika datang ke rumah sakit barengan. Katanya mereka ketemu di jalan terus ya udah barengan mau jenguk anak bos mereka yang sedang diinfus dan terbaring tak berdaya.

"Duh, dedek Rasya. Cepet sembuh ya. Sekarang kan Papi sama Maminya sudah ada" kata Kartika sambil mengeluarkan majalah seri baru yang Rasya idam-idamin banget

Sarmila enggak mau kalah, "Iya, cepet sembuh. Sekarang Papi sama Mami kan sudah baikan. Nanti kalau ada mak lampir lagi, kita yang handle deh"

Rasya mengernyitkan dahinya kemudian menatap bingung. "Oh. Iya. Tolong ya. Hehe. Mau bikin Papi sama Mami baikan nih"

Arya yang mendengar dari ujung ruangan cuma geleng-geleng kepala saja. Dia sampai lupa sama Kanaya. Tapi kok rasanya enggak kosong-kosong amat? Alhamdulillah deh kalau dia sudah tobat dari memuja Kanaya.

Perempuan yang jadi bosnya Kartika cuma geleng-geleng kepala saja. "Sya. Jangan dimainin tangannya. Ntar darah di tangan lo naik"

Kartika sama Sarmila sih, ngiranya mereka ini keluarga modern abis yang membebaskan bahasa. Padahal enggak tahu aja kalau Rasya itu anak orang lain. Apalagi mereka percaya cerita kalau Rasya itu anak diluar nikahnya Arsy dan Arya makanya mereka akhirnya mengerti dengan pertengkaran Arya, Arsy dan Kanaya. Lah. Dasar deh manusia.

Arya sama Arsy juga enggak berniat menceritakan kejadian aslinya. Suka-suka mereka saja deh. Mereka malah melipir keluar dan meninggalkan bocah itu bersama asisten mereka.

"Sya, mau Papi sama Mami balik beneran enggak?"

Rasya menaikkan satu alisnya.

...

"Saya Fathir Atmanegara. Kakeknya Rasya" pria tua yang mengaku jadi kakek Rasya cukup bikin bulu kuduk Arsy dan Arya meremang.

Bagaimana enggak? Rasya ternyata cucu salah satu pengusaha ternama dan neneknya adalah menteri pemberdayaan perempuan. Like. Duh. Rasya suka bikin serangan jantung deh.

"Saya sudah dengar, Rasya gak mau pulang dan maunya tinggal sama kalian berdua... Tapi bisa kalian bicara ke cucu saya. Masih ada keluarga yang menunggu dia di rumah"

Arya menghela nafas kemudian mengajak Fathir masuk ke ruangan Rasya. Bocah salamander itu malah cuek saja enggak mau menolehkan kepalanya. "Sya. Gak boleh gak sopan sama orang tua"

Bukan cuma Rasya yang melongo. Arsy juga dong. Secara mereka tahunya Arya itu mulutnya cabe pol.

Rasya memberengut manja menatap kakeknya. "Aku gak mau yang tinggal sama eyang. Pasti sepi. Aku mau sama Mami sama Papi aku aja"

Wah. Arsy langsung melotot. Iya kali dia yang bawa Rasya. Kapan menikahnya Arsyta Kencana Dewi ini kalau ketahuan punya anak segede Rasya.

"Kamu ini. Mereka ini bukan siapa-siapa kamu, Sya. Masih ada eyang sama oma yang sayang sama kamu. Ya? Kamu pulang ya?"

Rasya keukeuh gelengin kepalanya. "Eyang. Tapi Rasya sudah deket sama mereka. Mereka yang bukan siapa-siapa aja, sayang ke Rasya kayak keluarga. Tapi kalian? Keluarga tapi rasanya jauh"

"Sya..." Arya mencoba menegur kali ini. Tahu begini kan Rasya dia ajari yang baik-baik. Wah, bisa disangka menularkan yang enggak-enggak ini.

Arsy menggelengkan kepalanya. "Gini aja Pak Fathir. Sementara, biar Rasya tinggal sama kami. Nanti, dari pada bapak paksa sekarang. Rasya ini masih kecil. Masih butuh perhatian. Kalau misalnya nanti sudah enakan, atau moodnya sudah bagus, mungkin bisa pulang ke rumah bapak"

Pak Fathir awalnya mau marah-marah. Tapi si Arya menambahkan omongan Arsy, "Pak. Bukannya kami bermaksud lancang. Sekarang kan kesehatan Rasya sedang buruk. Biar hatinya senang dulu supaya bisa fit. Kami janji kok, Rasya bakalan rajin sekolah"

Pria paruh baya itu pun memandang cucunya. "Sya. Kamu ini sudah merepotkan orang banyak tahu"

"Tapi, Yang. Rasya gak mau pulang ke rumah. Lihat, kan? Rasya masuk rumah sakit aja, kalian baru cari Rasya sekarang. Mama sama Papa aja gak datang. Mending sama Mami sama Papi" anak itu semakin memberengut, "Mereka nemenin Rasya sampe gak tidur"

Yah. Padahal Arya kan takut saja kalau anak itu kenapa-kenapa. Secara kan nginepnya di tempat Arya. Takut lah dituntut sama keluarga Rasya

Kalau Arsy, dia kan merasa bersalah karena mengira Rasya kena bully atau semacamnya di sekolah karena ajaran enggak benarnya.

Tapi mereka suka pas Rasya bilang kalau mereka itu yang Rasya pilih dibanding keluarganya. Bukannya kenapa tapi, sebagai sama-sama makhluk yang pernah menderita rasanya gimana gitu buat Arya dan Arsy pas denger alasan Rasya.

"Arya, bisa bicara berdua?"

Arya langsung keringat dingin. Si Rasya kampret.  Giliran susah saja, dia terus yang kena. Awas saja kalau sampai Rasya enggak minjamin VR game barunya. Arya kulitin itu anak sampai hitam gosong macam tempe bacem.

TVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang