07 - The Truth

953 48 3
                                    

"Oh jadi ini yg namanya Alvira Kartika ?"

Empat orang perempuan itu berjalan mendekat kearah meja Lili dan Vira. Salah satu diantara mereka memandangi Vira dari atas sampai kebawah dengan tatapan meremehkan dan senyum miring tercetak jelas dibibir merahnya membaranya -efek gincu yang terlalu tebal-.

"Lo ngapain deket deket sama Adam gue?" Perempuan itu berbicara dengan nada menantang sambil menaikkan dagunya keatas dengan kedua tangan di pinggang.

Sedangkan Vira hanya memandang datar kerahnya sambil berkata dengan nada tak kalah datar, "Gimana gue nggak deket kalo gue jadi tutornya." 

Sebenarnya tidak ada yang tau kalau saat ini tangan Vira sangat dingin dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. Vira tidak mau mengalah lagi unuk kali ini, sudah cukup selama ini ia mendapat perlakuan tidak baik dari cewek dihadapannya ini. Kali ini Vira harus berani melawannya walau ia sadar, setelah ini mungkin akan terjadi hal yang lebih buruk daripada yang dialaminya di kelas sepuluh dulu.

Mendengar lawan bicaranya tidak merasa takut membuat Nina menggeram marah. "Lo udah gue diemin makin ngelunjak ya!!" Nina melangkah maju mendekati Vira dengan -masih- dagu terangkat.

"Gue cuma ngejalanin tugas, bagian mana yang salah? "Vira menjawab dengan santai yang membuat Nina semakin naik darah. Sedangkan Lili tidak bisa berbuat apa apa karena dia dijaga oleh dua teman Nina yang lain dibelakang kelas.

Plak..

Satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipi kanan Vira. Vira meringis seketika sambil memegangi pipinya yang memerah. Carlita menamparnya lagi dengan sangat keras dan kali ini vira merasakan sudut bibirnya mengularkan darah.

"Gue peringatin sama lo, jangan deket Adam lagi atau lo bakalan tau akibatnya!"

Kini giliran rambut Vira yang merasakan jambakan Nina. Sekuat tenaga Vira mencoba untuk tidak merintih meski saat ini ia merasa seperti kulit kepalanya ditarik dengan paksa.

Merasa tidak berpengaruh, akhirnya Nina melepaskan jambakan rambut Vira, "Kalo kalo lo lupa, gue mau ingetin kalau bokap gue kepala sekolah disini. Gue bisa aja cabut beasiswa lo kapan pun!"

Saat Nina melayangkan lagi tangannya keudara, tiba tiba sebuah tangan mencekalnya dari belakang. Nina berbalik kebelakan hendak melihat orang yang dengan berani menghentikannya, seketika matanya membelalak kaget dengan tubuh mematung.

Sesaat semua orang yang tadinya menjadi penonton dadakan menahan nafas menanti apa yang akan dilakukan si penguasa sekolah.

Sedangkan yang menjadi objek utama memandang tajam kearah semua murid yang sedari tadi masih berada diposisi yang sama, seolah berkata lo masih disitu, hidup lo nggak bakalan tenang selama ada disini.

Seolah mengerti dengan tatapan tajam itu, mereka langsung membubarkan diri masing masing. Ada yang mendesah kecewa karena melewatkan pertunjukan, dan ada yang terpaksa meninggalkan mereka karena takut dengan tatapan tajam cowok itu.

"Jangan berani berani lo sentuh Vira." Adam berkata dengan nada sangat dingin yang berhasil membuat Nina lemas seketika. Bahkan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Kemudian Adam melanjutkan dengan nada yang sama dinginnya. "Sekali lagi gue lihat lo nyentuh dia, gue buat hidup lo nggak akan tenang selama disini. " Adam kemudian menyentak tangan kasar Nina yang tadi digenggamnya erat bahkan sampai meninggalkan bekas merah.

Adam berusaha sebaik mungkin untuk mengendalikan diri. Kalau saja Nina seorang cowok mungkin ia tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini. Beruntung karena Nina seorang perempuan dan pantang bagi Adam untuk memukul perempuan meskipun itu musuhnya sekalipun.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang