20 - Kepikiran

623 31 2
                                    

Minggu ini adalah minggu tersibuk menurut Vira. Pasalnya selama satu minggu ini sedang berlangsung ujian. Dirinya harus bisa memastikan Adam dapat memperbaiki nilainya, atau setidaknya ada peningkatan dari ujian terakhir.

Dan jadilah seminggu ini mereka rutin belajar dan terkadang harus ekstra sabar ketika ada satu atau dua orang pengganggu yang hadir diantara mereka. Untuk yang satu ini mungkin khusus Adam saja, karena pada kenyataannya Vira sangat suka kalau ada yang ikut bergabung. Makin banyak orang makin seru katanya.

"Ra, yang ini gimana?"

Vira kembali menjelaskan materi yang berada dibuku kepada Diko. Manusia satu ini memang sering menjadi pengganggu diantara Vira dan Adam.

Selain Diko tidak rela kalau hanya Vira dan Adam yang belajar, dirinya juga bisa ikutan belajar. Yah ibaratnya sambil menyelam minum air.

Sedangkan satu manusia yang lain merengut tidak suka. Misinya saat ini harus mendapatkan nilai memuaskan dan membuat Vira menuruti apa keinginannya.

Tapi kalau begini caranya bukan nilai bagus yang didapat, melainkan penurunan nilai. Pasalnya Adam tidak bisa fokus sama sekali. Kemarin kemarin dia sudah berbaik hati mengijinkan mereka mereka untuk mengganggunya, tapi untuk kali ini tidak bisa dibiarkan lagi.

"Lo bego banget atau gimana sih. Masak nggak bisa belajar sendiri?!"

Suaranya memang tidak terlalu tinggi, tapi siapa pun yang mendengarnya pasti akan merinding dibuatnya.

Tapi bukan Diko namanya kalau merasa terintimidasi hanya dengan satu kalimat dari mulut Adam, "Begoan mana gue sama lo yang harus minta ajarin tiap hari?!"

Nah loh! Sebentar lagi akan dimulai perang dunia entah yang keberapa. Biasanya disaat seperti ini akan ada Lili yang membantunya. Tapi saat ini Lili tidak ada, Vira harus bisa mencari ide secepatnya agar peperangan ini segera berakhir, atau dirinya yang menjadi korban.

"Bukan urusan lo! Lagian bu Tulus cuma nyuruh Vira buat jadi tutor gue nggak pakek elu!"

"Viranya aja nggak masalah tuh, kenapa lo yang sewot sih?!" balas Diko tak mau kalah.

Mungkin kalau didalam komik, kedua telinga Adam saat ini sudah mengeluarkan asap. Ia sudah pusing memikirkan materi ujian besok ditambah dengan kehadiran Diko disini membuat kekesalan Adam berkali kali lipat lebih besar.

"Coba lo tanya Viranya, dia keberatan apa enggak?" nadanya sih santai, tapi kata katanya itu loh sama sekali enggak santai.

Diko memandang Vira dengan memelas, berharap gadis itu mengangguk mengijikan dirinya untuk ikut bergabung bersamanya dan Adam. Sedangkan cowok satunya menatap Vira dengan sorot mata tajam dan memperingatkan seakan mengatakan jangan berani gerak atau lu akan tamat.

"Emmm.." Vira menggaruk keningnya yang tidak gatal. Kalau dia salah ngomong satu kata saja bisa gawat semuanya.

"Gue--"

Kata kata Vira terhenti akibat getaran dari benda pipih persegi panjang yang diletakkan diatas meja.

Ponsel itu berkedip kedip menampilkan nama papa dilayarnya.

Sedangkan sang pemilik ponsel hanya memutar bola matanya dan memasukkan benda tersebut kedalam kantong celana abu abunya.

Adam sudah tau apa yang akan dibicarakan papanya. Karena tadi pagi Adam sama sekali tidak menghiraukan apa yang dibicarakan oleh papanya. Entah kenapa akhir akhir ini papanya jadi lebih banyak bicara- ah mungkin lebih tepatnya mengomel.

Dan entah kenapa perubahan yang dibuat papanya saat ini membuat Adam semakin canggung. Ada sangat bingung untuk sekedar menjawab kalimat papanya. Seperti ia sedang berbicara dengan orang asing yang mencoba mencari tau bagaimana kehidupannya saat ini.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang