31 - Diculik

582 28 2
                                    

Sudah beberapa hari ini Vira jarang melihat Luna. Kalaupun tidak sengaja berpapasan dijalan, cewek itu akan memalingkan wajahnya atau berbelok arah untuk menghindarinya.

Seperti sekarang ini, Luna bahkan tidak mau sama sekali memandang kearah Vira. Sudah beberapa kali Vira bertanya rumus yang sudah ia ketahui untuk memancing Luna agar mau menyapanya, tapi hasilnya tetap saja sama.

Perempuan itu memang menjawab apa yang ditanyakan Vira, tapi dengan pandangan fokus hanya ke buku dihadapannya.

Disaat yang lain dipusingkan dengan rumus logaritma, lain halnya dengan Vira yang dipusingkan dengan cara bagaimana ia berteman dengan Luna tanpa embel embel apapun.

Semenjak terakhir kali bertemu di cafe waktu itu tingkah laku Luna memang menunjukkan perbedaan.

Entahlah apa namanya, yang pasti saat ini Vira merasa terganggu dengan diamnya Luna. Ia merasa seperti sesuatu yang besar sedang bersembunyi menunggu waktu yang tepat untuk keluar dan melulu lantahkan dirinya.

"Gue udah selesai. Nih periksa." ucap Adam disebelahnya.

Saat ini memang mereka sedang belajar bersama dirumah Adam. Awalnya Vira menolak untuk ikut tapi karena paksaan Lili akhirnya mau tidak mau Vira mengikutinya sampai kesini.

"Sini biar gue cek." balas Luna.

"Aah.. Gue nyerah. Kenapa ada rumus ini segala sih bikin pusing aja!" keluh Lili dengan mengangkat tinggi tinggi kedua tangannya.

"Lo disekolahin buat ngerti ini rumus." sahut Riko.

"Iya tapi gue pusing. Otak gue udah nggak bisa nampung lagi ini rumus." cewek itu menghela nafasnya "Gue butuh air, udaha, atmosfer." ucapnya mendramatisir.

"Eh mau kemana?" tanya Vira ketika melihat Lili berdiri dari duduknya.

"Gue mau cari apa yang otak gue butuhin." kali ini ia menengok kearah Adam, "Dam dimana dapur lo?"

Adam hnya diam dan menunjuk dapur dengan jari telunjuknya.

"Gue pinjam dapur lo bentar."

Tanpa mendapat persetujuan dari pemilik rumah Lili sudah berjalan menuju arah yang dimaksud.

Vira dan Riko hanya menggelengkan kepala saja melihat tingkat Lili. Mereka sudah hafal tingkah ajaib cewek satu itu.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul lima sore yang artinya Vira harus pulang terlebih dahulu dan melanjutkan kewajibannya yang lain.

"Lo anterin gue pulang! Diluar mendung dan gue gak mau kehujanan nanti." perintah Lili pada Riko.

"Iya tuan putri."

Kali ini Riko mendekatkan bibirnya ketelinga Vira berharap hanya cewek itu yang akan mendengarnya, "Lo dapat ginian dari mana sih? Antik banget."

Vira hanya terkekeh mendengarnya dan balas berbisik ketelinga Riko, "Gue juga bingung. Dan ngomong ngomong lo kayanya harus cepetan deh soalnya itu gunung udah mau meletus."

Riko yang tidak paham apa maksud Vira mengangkat sebelah alisnya untuk bertanya sampai dikejutkan dengan teriakan yang Riko yakin itu yang disebut dengan 'gunung meletus'.

"Riko cepetan, lelet banget sih jadi cowok nanti hujan!"

Dan benar saja, belum beberapa menit motor Riko keluar dari pagar rumah Adam butiran kristal dari langgit sudah turun dengan derasnya seakan berlomba siapa yang akan mencapai tanah lebih dulu.

"Adam anterin gue pulang ya, gue mohon kali ini aja." ucap Luna dengan suara ketakutan yang kentara.

"Lo kan bisa minta jemput supir lo."

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang