33 - Apa rasanya?

578 26 0
                                    

Pernah nggak sih disaat akan tidur kalian berangan-angan tentang sesuatu hal yang akan kalian lakukan keesokan paginya, dan kalian benar-benar yakin dan percaya diri akan melakukan hal tersebut.

Tapi tiba-tiba saat pagi benar benar datang, keyakinan yang setinggi bromo itu menguap entah kemana, hilang tertiup angin menyisakan ruang kosong didalam fikiran yang bahkan untuk melakukan satu hal kecil saja sangat susah.

Sama halnya dengan Vira yang yakin seyakin yakinnya akan kembali mendatangi rumah Adam keesokan paginya, meminta penjelasan atas menghilangnya sang kekasih dari pandangan. Tapi saat pagi benar benar menyambutnya, seolah berbagai macam pikiran yang ia yakini meleleh bagai es krim yang ia letakkan diatas meja dapur semalaman.

Hilang, tak berbekas.

Vira melangkah pelan menyusuri jalan setapak yang mengantarkannya menuju sekolah. Kalau saja boleh memilih ia akan lebih memilih untuk tidur seharian dirumah, setidaknya dengan tidur bisa mengurangi beban pikirannya. Atau menonton kartun seharian bersama Tika-anak ibu kos nya.

Tapi yang namanya kewajiban harus tetap dilaksanakan mau tidak mau, karena wajib hukumnya.

"Akhirnya lo datang juga. Mana buku peer matematika lo. Gue mau nyocokin punya gue nih." ujar Lili yang sudah menyambut Vira didepan pintu kelasnya.

Vira menyerahkan tasnya kearah Lili tanpa mau bersuara, ia sudah lelah karena kemarin malam matanya hanya bisa terpejam selama beberapa jam saja. Sisanya? Jangan ditanyakan untuk apa.

"Lo tuh ditinggal beberapa hari aja udah kayak mayat hidup gini. Apalagi kalau selamanya coba." ucap Lili santai tanpa tau efeknya untuk Vira.

"Lo mah kalo doain suka nggak tanggung tanggung ya. Sekalian aja lo doain gue juga."

Lili hanya cengengesan dan mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V "Ya habisnya gue lihat lo udah kayak zombi, gue kan ngeri."

Vira kembali memasukkan kepalanya kedalam lipatan tangan dengan helaan nafas yang terdengar samar, "Karena Adam nggak ada kabar sama sekali Li, seenggaknya dia ngasih tau gue kalau dia nggak papa gue nggak sekhawatir ini."

Lili sangat paham dengan apa yang dialami sahabatnya ini, ia juga sudah berusaha membantunya sebisa mungkin. Tapi apalah daya kalau memang Adam sangat susah dicari. Bahkan tetangganya saja tidak tau menau.

"Ah! Gue punya ide, gimana kalau kita pasang iklan orang hilang. Kan Adam udah lama juga hilangnya. Lumayan lah kan banyak yang bantu.

Nanti gue minta tolong papa juga buat sebarin di kantornya, gimana?"

Kalau saja membunuh orang tidak masuk neraka mungkin Vira sudah melemparkan Lili kepusat lumpur lapindo di Sidoarjo, lumayan untuk membantu warga porong yang kehilangan rumah mereka.

Tapi karena membunuh orang akan masuk neraka dan penjara jadi Vira urungkan niatnya dan menggantinya dengan cubitan manis dilengan Lili.

"Lo kalo ngomong- ckckck... Kayaknya yang perlu dirukiyah tu elu deh Li."

"Loh kok jadi gue? Kan gue ngasih saran Vira ku sayang, apa salahnya coba." balas Lili dengan wajah tanpa dosa nya.

Vira menghembuskan nafasnya kasar, "Iya nggak ada yang salah cantik, tapi Adam bukan anak kecil yang harus dicari pake tanda orang hilang. Dia tau alamat rumahnya sendiri kok, ya kecuali kalau dia hilang ingatan."

"Itu dia!" Lili mengalihkan semua fokusnya ke Vira "Jangan jangan dia hilang ingatan makanya nggak bisa balik lagi kerumah, terus yang nemuin dia itu nggak punya anak dan ngaku ngaku kalau dia orang tuanya Adam. Secara kan Adam ganteng tu siapa sih yang nggak mau punya anak kayak dia."

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang