21 - Pengakuan

660 31 1
                                    

"Dua americano ya, Ra."

Sejenak lamunan Vira terhenti karena suara cewek dihadapannya yang terdengar sangat bahagia.

"Mau yang ice atau hot?"

Mati matian Vira menahan agar mulutnya tidak bertanya apapun mengenai kedekatan keduanya. Bahkan sekarang Aluna dengan terang terangan bersandar dipundak Adam dengan wajah berbinarnya.

"Ice aja. Buat dibawa pulang ya, Ra."

Vira berusaha menampilkan senyum profesionalnya. Meskipun didalam dadanya seperti ada bagian yang terluka dan terasa sangat menyakitkan.

"Ini silahkan."

"Terimakasih." Aluna kembali menggandeng lengan Adam untuk keluar dari cafe.

Vira tidak berani menatap muka Adam sama sekali sampai punggung cowok itu menghilang dibalik pintu. Ia menahan sekuat tenaga agar kakinya tidak berlari mengejar Adam dan meminta maaf ke cowok itu.

Padahal Vira merasa tidak melakukan kesalah apapun, tapi entah kenapa jauh didalam hatinya cewek itu yakin tindakannya tadi siang memang salah.

"Loh kamu kenapa? Kok nangis?"

Vira meraba pipinya dan ujung jarinya merasakan air yang menetes dari sudut matanya.

"Kamu sakit? Aku ijinin ya?"

Kepala Vira menggeleng pelan, "Nggak usah mbak, aku nggak papa." ia bahkan tidak sadar sejak kapan matanya mengeluarkan air.

Mbak Ani mengangguk ragu, "Yaudah kalau ada apa apa panggil mbak aja ya."

Vira hanya tersenyum dan mengangguk yakin membuat mbak Ani kembali meninggalkan Vira untuk melanjutkan tugasnya yang terhenti.

Bola mata Vira tidak henti hentinya melirik kearah jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Dirinya merasa sejak tadi jarum panjang dan pendeknya tidak bergerak sama sekali. Sedangkan jarum yang paling kurus sudah berputar melewati angka dua belas  beberapa kali.

Akhirnya saat yang ditunggu pun tiba. Jarum jam sudah tepat berada didepan angka sepuluh dan itu berarti tugas Vira untuk hari ini sudah selesai dan Vira bisa beristirahat sejenak.

Vira berdiri didepan pintu cafe tanpa tau harus berbuat apa. Saat ini karunia tuhan turun dengan derasanya seakan ikut merasakan apa yang dirasakan Vira malam ini.

Sekelebat bayangan Adam kembali menghantui pikirannya tanpa ampun.

Kalau dulu, dirinya akan menemukan cowok itu berdiri dengan payung digenggamannya- yah meskipun tanpa ekspresi di wajahnya tapi berhasil membuat Vira tidak bisa tidur.

Vira merasakan penglihatannya mengabur dan tidak lama kemudian ia merasakan pipinya basah. Apalagi saat ini dirinya tidak membawa payung dan tidak ada tanda tanda kalau hujan akan berhenti sebentar lagi.

Vira terisak pelan dan berjalan menerjang hujan tanpa mempedulikan badannya yang basah kuyup. Setidaknya hujan sedikit menolongnya karena Vira dengan leluasa mengeluarkan segala sesak didadanya.

***

Setelah selesai membersihkan dirinya dan berganti pakaian, Vira memposisikan badannya senyaman mungkin diatas kasur kesayangannya. Kasur yang membuat badan siapa pun yang tidur diatasnya merasa pegal dipagi hari.

Sebentar lagi jarum pendek jam akan berpindah keangka tertinggi didalam lingkarang itu, tapi Vira tidak bergerak sama sekali dari posisi awalnya.

Tubuhnya gelisah, matanya menatap nyalang langit langit kamarnya dan fikirannya hanya diisi dengan kilasan kejadian yang menimpanya belakangan ini.

ImaginationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang