July 17th, 2019—
“Jangan banyak bicara!”Sylar semerta-merta menutup mulutnya. Ia dengan cepat kembali fokuskan perhatiannya pada radar yang terpampang besar di layar monitornya. Menemukan sesuatu, matanya membuat sempurna ketika melihat titik yang berkedip bertambah disekitar radar. “Aku bukannya banyak bicara tapi lihat bagaimana titik ini selalu bertambah setiap menit! Walaupun detektif Gewetensvol sudah menyebar, tetap saja mereka terus bertambah, dan lagi kita tak bisa menyerang begitu saja.” Ujar Sylar ketika tangannya bergerak lincah di atas papan ketik. “Tidak mungkin sekali karena ini adalah tengah malam dan para karyawan biasanya sudah selesai dengan pekerjaannya.”
“Sudah pagi di Seoul!”
“Jimin hyeong sekarang kita berada di St. Petersburg, perbedaan waktunya enam jam dan sekarang malam disini!”
Raimond menepuk dahinya. Jetlagnya belum sembuh ternyata.
Raimond dan Mallon saling bertukar pandang dibelakangnya. Saat ini mereka berada di sebuah van dengan alat pelacak tingkat tinggi yang biasa digunakan untuk misi tingkat S. Saat itu, Mallon dengan buru-buru mengisi kembali amunisinya, merapatkan kembali rifflenya serta memastikan bilah pisaunya tersimpan aman di samping tubuh.
“Tunggu, jangan terburu-buru,” Raimond melepas topinya, pun melepas rompi anti pelurunya seraya memakai jaket hitam yang terlihat bersih dan rapi. Ia menyimpan rifflenya dan menggantikannya dengan handgun yang ia sembunyikan di balik jaketnya, tak lupa dengan pisau kesayangannya. “Misi kali ini bukan penyergapan melainkan mencari informasi secara diam-diam. Jadi kita tak perlu membawa riffle untuk saat ini.” Katanya.
“Roger.” Mallon mengangkat bahunya dengan segera meniru apa yang dilakukan Jimin tadi dan memakai jaket kulitnya yang terlihat licin.
Mereka hampir saja keluar dari van sebelum Sylar menginterupsi langkahnya. “Barang berharga setelah nyawamu.” Mengerti yang dikatakan Sylar, Mallon melepas cincin pemberian Ibunya dan meranuhnya di tempat rapat. Begitu juga Jimin, ia menyalipkan jarinya pada kera baju sehingga ia dapat meraih tali dari kalung perak yang mengkilap. Dilepasnya kalung itu, bandul yang berbentuk pipih itu terlihat cerah dan bersinar.
Jimin ingat hari itu, saat gadis itu mengulurkan tangannya melingkar ke belakang lehernya untuk mengaitkan rantai kalungnya. Ketika itu, ia mencium bandul di kalungnya. “Jaga ini, kuharap ini bisa mewakili kehadiranku.” Katanya saat itu dengan senyum secerah mentari pagi. Mata hazelnya melengkung cantik serta pipinya bersemu merah.
“Kehadiranmu takkan bisa terganti oleh benda mati seperti ini.” Balasnya cepat.
Gadis itu tertawa kecil. “Konyol sekali memang, Jim. Aku tak bisa disamakan dengan benda mati tapi aku hanya ingin meninggalkan sesuatu untukmu,” ia menjeda kalimatnya. Ia mencondongkan tubuhnya serta mengecup bibir manis itu sekilas sebelum bergumam melanjutkan kalimatnya. “Oppa.”
Sudah 8 bulan lamanya, gadis itu pergi dari Seoul. Tak ada tukar kabar, ia benar-benar kehilangannya. Kini kalung dengan badul kecil yang bersinar itu kembali mengingatkan padanya. Sebenarnya bagaimana kabarmu?
Membuang seluruh bayangnya, menaruhnya dengan aman sebelum keluar dari van dan bersikap layaknya orang pada umumnya. Raimond dan Mallon mengalungkan kartu identitas yang sudah dibuat untuk akses masuk ke dalam gedung catatan sipil. Mereka melewati pintu akses dengan mudah dan mencapai lift untuk naik ke lantai 6.
KAMU SEDANG MEMBACA
GWTN I; Bonds ✔
ФанфикBegini, Jimin tak pernah menganggap Yoongi selama hampir sepuluh tahun. Tak peduli dengan eksistensinya yang mulai hilang dari Gewetensvol hingga kasusnya dilebur. Hanya saja saat Yoongi mengancam kehadiran detektif dengan kode panggilan A3 010 J. R...