Begini, Jimin tak pernah menganggap Yoongi selama hampir sepuluh tahun. Tak peduli dengan eksistensinya yang mulai hilang dari Gewetensvol hingga kasusnya dilebur. Hanya saja saat Yoongi mengancam kehadiran detektif dengan kode panggilan A3 010 J. R...
Suara napas terengah terdengar jelas di ruangannya. Kepalanya mendongak, gigi gemertak serta erangan kuat keluar dari mulut Jimin. Cengkraman pada selimut putih yang basah karena peluh menguat, menciptakan getaran hebat pada bahunya. Keringat bak biji jagung membasahi pelipisnya yang berkerut dalam.
Seunji menyadarinya saat dirinya masih duduk di samping ranjang pesakitan Jimin, matanya melebar khawatir dikala Jimin mengerang tertahan dengan bulir air mata yang mengalir. Buru-buru ia memencet bel untuk memanggil dokter di samping tiang infus. Seunji menggoyangkan bahu Jimin sembari menepuk pipinya pelan berupaya menyadarkannya. "Jimin! Jimin sadarlah!"
Saat itu, Jimin membuka lebar matanya. Ia menatap sekelilingnya dengan was-was, napasnya terengah dengan gusar menciptakan uap pada masker oksigennya. Lalu saat ia melihat presensi gadis di sampingnya, dengan sulit menarik napas. Dapat dirasakannya oksigen dingin masuk ke dalam rongga hidungnya.
"Kau merasa sakit?"
Jimin kembali menitikkan air matanya dikala seorang dokter masuk ke dalam kamar, pandangannya lurus pada netra hazel gadis itu ketika si gadis menatapnya dengan sinar khawatir. Saat pandangan mereka bertemu, gadis itu merasa semua atensinya bertemu pada pandangan mata yang penuh dengan kekhawatiran, tekanan, dan ketakutan.
Dokter itu memeriksa seluruh tubuh Jimin sebelum melepas beberapa alat medis ketika menyatakan kondisinya sudah cukup stabil. Dokter memberinya sedikit obat penenang ketika ia merasa Jimin mengalami trauma kecil yang datang padanya.
Seunji kembali menghampiri pinggir ranjang saat dokter menyelesaikan tugasnya dan mendapati Jimin yang duduk tersandar pada bantal di belakangnya, murung menatap selimut putih yang menyelimuti kakinya.
Tatapannya sayu dan kosong, ia mencengkram selimutnya dikala dada dan perutnya perih bukan main. Tangannya meraih tubuh kirinya dan mendapati beberapa bebat kain kasa di balik baju rumah sakit yang ia kenakan. Ringisan kecil terdengar saat ia merasa pundak kirinya ngilu setelah mendapat sedikit gerakan.
Ia mengalihkan pandangannya disaat gadis Han duduk di sisi ranjang pesakitannya dan berucap dikala Jimin masih mencoba menangkis seluruh rasa sakit di tubuhnya. Menghela napas dikala gadis itu berucap, "Ka-kau, benar tidak apa?" Gadis itu memainkan ujung jemarinya, ragu akan pertanyaannya sendiri.
Jimin mendongak, alih-alih menjawab, ia tersenyum getir dengan matanya yang membengkak. "Maaf, kau harus melihatku seperti ini." Mengigit bibir bawahnya guna menahan rasa sakit. Bukan sakit pada tubuhnya, hatinya yang sakit. Mimpi itu kembali datang padanya sepekan terakhir. Sangat berat baginya menghadapi situasi yang hampir ia laluinya selama ini. Namun kini seakan terpeleset dan jatuh kembali pada dasar paling gelapl.
Seunji menatapnya dengan iba. Pemuda di hadapannya terlihat lebih kacau setelah terbangun. Mimpiburuk? Mungkin saja. Gadis itu mendorong otaknya agar bekerja menyusun sebuah kalimat supaya memecah atmosfer berat yang saat ini menyelimuti.
Jimin memantung saat dengan perlahan tangan mungil menyelinap di bawah telapak tangannya, membawa tangannya pada rengkuhan hangat gadis itu. Kehangatan semakin menjalar dari telapak tangannya, lalu ia merasa dengan perlahan tubuhnya yang tegang perlahan tenang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.