23; Permit

140 20 2
                                    

Gadis itu semakin merasa kesakitan ketika dirinya makin dihantam oleh benda-benda keras. Apalagi kedua orang bawahan Yoongi tak segan lagi untuk memukulnya. Sudah siksaan kedua setelah ia bangun dari kesadarannya, tapi sasaran orang itu tetap kaki dan lengannya. Untuk apa? Untuk membuatnya kehilangan kedua tangan dan kakiny? Mengerikan untuk dibayangkan tapi Seunji tak bisa terlibat bencana semudah itu.

Yoongi sedari tadi hanya membersihkan koleksi pisaunya. Mengasahnya hingga tajam. Gadis itu bahkan sampai bosan melihatnya seperti itu sejak beberapa menit. "Pisaumu tak akan lebih tajam walau kau mengasahnya terus,"  ia menguap, "Percaya padaku, aku jago pakai pisau lho. Oh, lebih baik kau memakai pisaumu untuk melepas ikatan ditubuhku."

Yoongi berhenti mengasah pisaunya. Ia menoleh pada gadis itu, hanys untuk melihat bagaimana gadis itu mulai terbiasa dengan situasinya sekarang. Mulai banyak bicara. "Bagaimana aku bisa percaya padamu? Selamanya akan menjadi hal mustahil."

"Bisa saja. Kau membenci Jimin, kau percaya padaku kan?"

Yoongi hanya mendesis. Diayunkannya tangan yang memegang pisau hingga melesat dengan cepat melewati sisi Seunji. Pisau itu memantul di tembok dan menyiptakan bunyi nyaring saat logam itu menyentuh lantai marmer hitam. Tapi pisau itu bukan hanya melesat, ia mengiris tulang pipi gadis itu hingga mengalirkan darah segar. "Perhatikan bicaramu, gadis. Aku juga pandai bermain pisau. Aku juga sudah meperingatkanmu untuk tetap jauh dari urusan ini." Ia mengambil pisau lain dan menyelipkannya di sarung pisau yang sudah menempel di celana panjangnya.

Gadis itu meringis ketika otot wajahnya sangat terasa sakit karena luka di pipinya. Namun, melihat Yoongi yang tersukut amarah lebih menarik perhatiannya daripada rasa sakit. Untuk itu, ia menyahut, "Tentu aku memiliki hak untuk urusanmu, Yoongi."

Dua orang lain yang sedari tadi mengawasinya tertawa mengejek, selanjutnya melirik satu sama lain sebelum melenggang pergi ke ruangan lain disana. Tersisa dua empu yang saling menatap. Yoongi tak berkutik.

"Sekarang jangan anggap aku sebagai detektif, anggap aku sebagai gadis biasa yang menjalankan aktivitas sehari-hari layaknya remaja. Karena selain dari misiku, aku punya alasan lain agar kau berhenti menganggu hidupnya."

Yoongi mendekat. "Apa hakmu untuk itu?"

Seunji tersenyum menang, Yoongi terpancing dengan kata-katanya. "Aku melihatmu menembaknya disana. Aku melihat semuanya. Aku tahu bagaimana ia hidup sejak saat itu, penderitaannya, kau yang membuatnya sepeeti itu, 'kan?

Lelaki itu tercenung. Matanya melebar mendengar perkataan gadis itu. Tidak mungkin.

"Jimin membutuhkanku, begitupun sebaliknya."

Yoongi tak sempat membalasnya sebab seketika bunyi samar dari sepatu terdengar dari plafon. Suaranya sangat kecil, tapi Yoongi dapat menyadarinya termasuk gadis itu. Ia tahu Yoongi juga mendengarnya, karena tak ada orang lain selain mereka berdua dan bawahan Yoongi sendiri.

BRAK!

Suara ribut muncul dari atas tangga di ujung ruangan. Saat bongkahan kayu dan debu berserakan muncul dari atas tangga, ia bisa menyimpulkan bahwa saat ini ia berada di ruang bawah tanah. Seseorang telah mendobrak pintunya, namun sosok itu tak kunjung muncul. Oleh karena itu, Yoongi mengambil kesempatan itu untuk mengamit pistolnya diatas meja dan membidiknya ke ujung tangga.

Dua detik, tak ada sosok yang berarti. Tiga detik, tak kunjung muncul. Hingga saat detik kelima ketika Yoongi mulai lengah, sosok jangkung muncul dan melesatkan peluru pertamanya sebagai peringatan. Yoongi bergerak mundur sebelum peluru mengenai ujung kakinya. Sosok itu kini menuruni tangga, tungkainya ia bawa untuk mendekat dengan jarak lima meter dari Yoongi, masih menodongkan pistolnya.

"Selamat datang, tak kusangka tidak seperti ekspetasi."

XXX

"Berhenti sebentar, di dalam gang itu ada bangunan kecil dengan tempat parkir usang, berhenti disana."

Kedua mobil itu masuk menelusuri gang kecil. Menurut informasi, ada sebuah rumah kecil yang terlantar. Taehyung tak begitu mengerti kenapa instingnya mengarahkannya pada gang ini, padahal sudah beberapa gedung dengan ruang tersembunyi yang dilewatinya, namun kali ini instingnya tertarik.

Setelah melewati gang itu, tak disangka halaman paving blok luas serta rumah kayu tua di pinggir sungai berarus deras menjadi pemandangan yang didapatnya.

Taehyung turun dari mobil disusul empat orang lainnya. Ia memandang sekitar. Terlihat tak meyakinkan, karena disini tak ada tanda kehidupan yang pasti, penerangan hanya ada satu lampu yang hampir putus diujung gang, sisanya dari cahaya bulan dan pemukiman di seberang sungai.

"Kita benar-benar kehilangan arah, apa yang harus dilakukan?"

Taehyung hanya menghela napas. "Hubungi Astin, dalam waktu selama itu, aku yakin ia sudah dapat banyam informasi."

Orang itu mengangguk, menaruh monitor di atas kap mobil dan mulai mengerjakan sesuatu. "Ini membutuhkan waktu yang sedikit lama karena kita berada jauh dari kota."

Taehyung mengangguk. "Semuanya, gunakan waktu ini untuk menjaga cairan ditubuh kalian selagi bisa. Selalu ingat Gewetensvol tak pernah membiarkan kalian bertugas saat kalian sakit, itu akan menjadi sebuah kerugian besar."

Keempat orang itu mengangguk patuh.

Taehyung mulai membawa tungkainya melihat sekitar. Rumah tua yang dihadapannya kini terlihat hampir roboh. Tapi kayu jati itu tak mengizinkannya untuk roboh. Untuk itu, lelaki itu iseng membuka pintunya yang ternyata tak tertutup sepenuhnya. Ia melihat kepada anak buahnya, mereka sibuk dengan kerjaan masing-masing.

Taehyung memutuskan untuk masuk lebih dalam ke rumah. Sudah bau apek barang yang tertutup kain, sebagian besar barang tersebut sudah rusak. Ia terus melihat keadaan rumah lantai satu itu.

Tak ada yang aneh sebelum ia mendengar bunyi logam yang beradu dengan lantai. Terdengar samar, tapi ia dapat memastikan kalau suara itu benar ada. Sejauh ini Taehyung tak menyentuh barang apapun, kemungkinan besar suara itu berasal dari orang lain.

Barulah saat atensinya jatuh pada pintu diujung ruangan, ia mendengar suara orang bercincang.

"Jimin membutuhkanku, begitupun sebaliknya."

B. Flows!

Taehyung membelalak serta mengambil jarak setidaknya tiga meter sebelum mendobrak dengan sekuat tenaga pintu kayu dihadapannya hingga hancur patah. Mstanya langsung bertemu dengan anak tangga yang menuju kebawah. Disana, ia menemukan ujung pistol dari presensi seseorang.

Taehyung melesatkan tembakan peringatan yang membuat orang itu meloncat mundur sebelum turun kenlantai bawah.

Seunji terkejut bukan main. Mata gadis itu terbuka dengan lebar memastikan hal yang dilihatnya benar. "TAEHYUNG SEONBAENI" orang bertubuh besar itu menutup rapat mulutnya. Ralat, yang sebenarnya hampir menutupi setengah dari wajahnya hingga ia tak bisa bernapas dengan baik. Sesak rasanya. Ia baru bisa kembali bernapas ketika peluru melesat hingga menciptakan goresan luka di tangan orang itu. Ia terengah mengambil udara masuk ke dalam paru-parunya.

"Letakan tanganmu menjauh darinya." Tangan Taehyung bergetar tak karuan menahan hasratnya. Saat ini ia tak memiliki izin membawa mayat ke markas, ia belum memiliki izin membunuh target jika saja tak memungkinkan. Maka dari itu ia segera menghubungi Astin di Seoul. "Izinkan aku membunuh target, jika mendesak."

"Lakukan, Drazik."

[]

Fyi, kita mendekati akhir :))

GWTN I; Bonds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang