26; Scratches to End

158 19 2
                                    

Deburan ombak terdengar lebih kencang di malam hari, padahal saat itu langit tak memiliki awan. Ada beberapa bintang yang bersinar, redup dan remang. Bulan bersinar dengan sendirinya, menciptakan pantulan cahaya di permukaan laut.

Jimin menghentikan mobilnya di pasir pantai, ketika ia turun, angin kencang menyambutnya dan membuat rambutnya tersapu menampilkan keningnya. Cuacanya mulai dingin, tapi bukan itu yang menganggunya sekarang. Ia melihat lelaki itu disana, berdiri menghadap laut yang luas, sendiri, tanpa ada seorang pun yang menemaninya.

Bagaimana bisa? Jimin selalu mengajaknya, tapi ia selalu memilih untuk sendiri, tak pernah berubah. Apa yang sebenarnya dipikirkan Yoongi? Ketika ia mendapat teman, Yoongi masih sendiri. Ketika ia sudah kembali mendapat kebahagiaan, Yoongi masih sendiri. Apa Jimin sekarang bisa disebut tak bisa melakukan apapun untuknya?

Jimin menarik napas sedalam mungkin, belum saatnya, ia harus mendengar penjelasannya langsung dari Yoongi. Jimin berusaha menenangkan hatinya walau sesulit menggenggam air. Ketika membawa tungkainya mendekat pada Yoongi, ia menaruh pistolnya disisi tubuh.

Yoongi masih tak berkutik dikala Jimin berdiri agak jauh di sampingnya. Hening yang amat lama, hanya deburan ombak dan angin laut yang terdengar. Atmosfer berat ikut menyelimuti ketika keduanya terdiam memandangi laut yang tidak tenang.

"Kenapa mengejarku?"

Jimin menoleh. Tubuh Yoongi tak bergerak barang satu senti, ia masih tak menatapnya. Jimin mendengus, "Kau membunuh Kim Taehyung," Rahangnya mengeras menahan seluruh nafsunya untuk segera menyerang. Tangannya mengepal sempurna membuat buku jarinya memutih.

Yoongi memejamkan matanya, membiarkan angin laut menyapu wajahnya dengan lembut, merasakan sensasi tenang dari belaiannya. "Aku tidak membunuhnya."

"Kau membunuhnya!" Jimin menaikkan suaranya, tanpa disadari suara itu bergema ke hatinya, ia kembali mengingat pemandangan yang ia temui. Kim Taehyung tergeletak, dengan luka menganga serta pergi tanpa izinnya karena kehabisan banyak darah. Air mata mencelos keluar, ia menatap Yoongi geram. "Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? Keluargaku? Temanku? Kebahagiaanku? Atau nyawaku?"

Yoongi membuka matanya. Tak ada sebutir ekspresipun di wajahnya ketika ia kembali berkata. "Tidak ada."

"Setelah semua yang kau perbuat? Tidak mungkin." Jimin memutar tubuhnya menghadap Yoongi. "Kau... Hanya kesepian bukan?"

Seperti ada sebuah tamparan, Jimin berhasil membuat Yoongi memutar kepalanya. Kini matanya menatap tajam Jimin yang terlihat frustasi. "Kau tak tahu apa-apa."

"JANGAN MELIHATKU SEBAGAI ANAK KECIL!"

Satu bogem mentah berhasil melayang mengenai rahang Yoongi, ia sempat terlempar ke belakang sebelum Jimin meraih kera bajunya dan menariknya sehingga sejajar dengan batang hidungnya.

"Aku tahu kau kesepian, kau melakukan semua ini demi mencari perhatian. Tapi kau membuang temanmu satu-satunya hanya karena keegoisanmu. Temanmu sudah berusaha untuk menarikmu dari kesepian, tapi sekali lagi kau membuangnya. Kau sampah, KAU SEPENUHNYA SAMPAH!" Kilat amarah sekarang tak kuasa ia bendung lagi, Jimin melepas seluruh kesabarannya saat itu. "Kau melampiaskan keegoisanmu padaku, hah? Dengan merebut dan membahayakan seluruh orang yang berharga bagiku? Begitu rencanamu?"

"Hei, bocah," Yoongi tak terima dirinya di caci. Ia mencengkeram balik kera baju Jimin dengan kecang. Dirinya tersenyum miris melihat bagaimana orang dihadapannya sekarang. "Jangan bercanda, kau tahu apa tentangku? Memangnya apa yang bisa kau lakukan, sebagai adikku?" Dengan tangannya yang bebas, ia memukul tepat mengenai rahang hingga cengkraman Jimin terlepas dan hampir terhuyung jatuh. Tak sampai situ, ia kembali menyerangnya dengan tendangan di ulu hatinya hingga punggungnya mencium pasir pantai. "Hanya tubuhmu yang berubah, kau sama seperti dulu, orang lemah."

GWTN I; Bonds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang