07; Forwarded

234 33 4
                                    

Taehyung menyesap gelas sampanye setelah dituangkan oleh gadis di hadapannya. Ia menenguknya sampai tandas tak bersisa. "Bagaimana pekerjaanmu?" Ia berbicara sedikit keras karena musik bar yang bertendum keras.

Gadis itu terlihat menekan pelipisnya. "Entahlah, semakin menjadi saja. Aku tak mengerti kenapa hanya aku yang bekerja keras disana." Nada gadis itu terdengar lelah, frustasi. Namun, apa jadinya dunia jika ia tak mencari uang dan menghidupi dirinya. "Kau sendiri bagaimana? Tumben sekali bisa keluar dari markas."

"Aku mempunyai waktu luang sekarang. Kebanyakan pangkatanku mendapat day-off sebelum melakukan hal besar." Taehyung menyandarkan bahu pada kursi. "Lagipula aku ingin bertemu dengan Soo An-ku ini."

"Berhenti menggodaku." Gadis yang di panggil Soo An mengipas mukanya yang memerah. Bisa saja perkataan Taehyung ini.

Dan jangan salah paham, mereka tak mempunyai hubungan apapun. Hanya sebatas teman masa kecil, kadang mereka takut. Keduanya tak ingin mempunyai hubungan yang serius, mereka tak ingin kehilangan dua orang penting bagi mereka. Kehilangan kekasih, sekaligus teman.

"Ah iya akhir-akhir ini orang kantor sering membicarakan tentang Gewetensvol Comunity. Aku tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan tapi mereka sering membicarakan itu ketika jam makan siang." Soo An terlihat kembali berpikir, ia berusaha mengingat apa yang orang-orang kantor bicarakan. "Kalau diingat-ingat mereka membicarakan perkumpulan detektif besar yang akan segera bergerak."

Taehyung bungkam, pikirannya mendadak terhenti. Apa yang dia bilang barusan? Ia bilang perkumpulan detektif besar yang akan segera bergerak? Bagaimana warga sipil mengetahuinya? Ia masih tak bisa berfikir jernih, kini pikirannya bercabang kesana kemari. Setelah di telaah, nada bicara Soo An terlihat ia sudah biasa mendengarnya. Sepertinya itu sudah menjadi hal umum, ia bisa memastikan ini situasi gawat.

Tapi, bagaimana?

"Bagaimana mereka tahu? Perkumpulan detektif yang kau maksud-"

Soo An mengangguk tegas. "Tapi aku tak tahu darimana sumber itu dan berita itu sudah menjadi rahasia umum di kantorku." Bunyi dering telepon memecah percakapan mereka, Soo An mengamit ponselnya yang terletak di meja. Namun, ia beralih menatap Taehyung yang masih berusaha meluruskan pikirannya yang membelit. "Ponselmu." Katanya kemudian.

Taehyung segera tersadar dan mengeluarkan ponselnya dari kantong jaket. Tubuhnya membeku ketika melihat kontak yang tertera di ponselnya. Ia dengan ragu mengangkatnya, menempelkan pada telinga.

"Kim Taehyung."

Taehyung semakin membeku ketika suara berat menusuk gendang telinganya. Suaranya terdengar serius dan tak main-main. Ada sesuatu yang darurat pikirnya. "Ya, Namjoon hyeong."

"Rencana B, seseorang bersembunyi di balik perkantoran."

XXX

Seunji mengunyah keripik dengan lahap, matanya tertuju pada televisi yang menayangkan drama siang hari. Segalak apapun dia, sekaku apapun dia, ia tetaplah orang yang maniak drama cinta yang penuh kerumitan. Hari liburnya ia manfaatkan untuk menikmati waktu di rumah, surga baginya. Ia jarang berkeliaran di mall, menghamburkan uang, mengurangi kapasitas lemari atau ruangannya, seperti gadis pada umurnya. Namun tidak, diumurnya bahkan belum berkepala 2, ia sudah merasakan susahnya mencari uang sendiri, ia lebih memilih tabungan untuk masa depannya walau masih terbilang sangat jauh.

Seunji melihat gelas airnya kosong mengharuskan ia bangkit dari sofanya dan beranjak ke dapur. Onesie pikachu terlihat jelas saat ia berdiri. Ukurannya yang besar membuat ujung bajunya di gulung berkali-kali lipat di kakinya. Kaos kaki putih masih setia menempel sejak ia bangun jam 10 tadi.

Ting.

Seunji kembali dari dapur, ia mengintip notifikasi di layar ponselnya yang tergeletak di meja kopi. Ia berhenti sejenak, lalu segera duduk terburu-buru dengan alis bertaut. Apa ini? Ia mengamit ponselnya, yang membuatnya bingung adalah, pesan dari Jimin. Untuk apa? Padahal tembok saja hanya selapis jaraknya, masih mengirim pesan? Ia mengetuk notifikasi tersebut dan membacanya dengan seksama dan makin membuat dirinya bingung. Bahkan dirinya tak ingat kapan ia menyimpan nomornya, bahkan namanya hanya sekadar 'Jimin' tanpa embel-embel untuk formalitas.

'Katakan padaku apa topping pizza kesukaanmu.'

Ia semakin bingung, ini hal yang aneh. Pertanyaan, yang seperti perintah tak penting ini membuatnya berpikir, mungkinkah ponsel Jimin di ambil anak kecil dan mengirim pesan aneh sejenis ini? Namun, pada akhirnya ia mengetik balasan juga.

'Aku tak ingat kapan aku menyimpan nomormu?'

Tak lama setelah itu, sebuah balasan muncul.

'Aku yang menyimpannya. Saat semua ponsel pribadi dikumpulkan. Maaf jika sedikit tak sopan, kau menyeramkan saat berada di markas.'

Seunji kembali mengetik.

'Apa yang membuatmu mengetik demikian?'

Oke, setidaknya hanya memastikan ponselnya benar di pegang oleh pemiliknya. Tak lama, pesan kembali masuk.

'Tak ada. Jadi katakan saja apa toppingnya.'

Sepertinya benar pemiliknya. Dari pesannya saja sudah terdengar seperti nada memerintah yaampun. Seunji kembali mengirim balasan.

'Aku suka semua topping dengan daging dan keju.'

Selesai mengirim itu, tak ada balasan lain. Ia melempar ponselnya ke sisi lain sofa dan kembali melahap keripiknya, melanjutkan tontonan yang sempat terjeda.

20 menit terlewat, bel apartemen berbunyi. Siapa yang bertamu siang begini? Ia bahkan tak punya kenalan sama sekali di Korea. Ia menghampiri interkom. "Siapaaa?" Dilayar tak menunjukan siapapun disana. Orang iseng? Sepengetahuan Seunji tetangganya orang berkarir semua, tak ada yang punya anak kecil. Tapi kemudian orang muncul di layarnya, rambut hitam dengan baju polos lengan pendek yang berwarna senada.

Oh iya, hampir lupa. Ada satu kenalannya di Korea.

Orang di luar sana tersenyum tipis dan berbicara, "Ini aku."

Seunji melotot, segera berlari membuka pintu, dan benar saja, sesosok manusia tetangganya berdiri di hadapannya, mengenakan sandal rumah yang terlihat nyaman, satu tangannya menyelip pada celana training hitamnya, namun tangan lainnya terlihat menenteng bawaan.

Senyum tipis Jimin masih menempel sembari mengangkat tangannya menunjukan apa yang ia bawa. "2 kotak pizza keju dan daging untuk makan siang sudah datang, nona."

[]

GWTN I; Bonds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang