16; Code

186 21 0
                                        

Jimin kecil terbangun di atas ranjang rumah sakit. Dirinya mencoba bangun dari posisinya ketika ia merasa sakit di dadanya. Meringis kesakitan sembari menelisik sekelilingnya. Tak ada cahaya lain selain cahaya bulan yang merangsek masuk melalui celah jendela membuat pandangannya sedikit sulit untuk melihat.

Netranya membulat ketika mendapati presensi diujung ruangan, tenggelam dalam bayangan gelap. Ia terkejut membuat tubuhnya melesak ke samping ranjang dengan cepat. Dikala orang itu berjalan mendekat, Jimin semakin jauh membawa tubuhnya mundur sampai punggungnya mengenai kepala ranjang.

Dikala netra itu mengenali sosok dibalik bayangan, tubuhnya membeku. Min Yoongi ada di hadapannya, menembus pandangannya dengan mata yang mengintimidasi dengan pantulan sinar bulan. Ia menyeringai saat mata Jimin membola kepadanya hingga tubuhnya bergetar tak karuan.

Yoongi memiringkan kepalanya. "Beruntung sekali anak sepertimu selamat dari peluru," ia mengangkat dagunya. "Seharusnya kau berada di kamar mayat, tahu."

"Hentikan!"

Seringai pada wajah Yoongi menghilang berganti dengan wajah yang gelap tanpa ekspresi. Ia mengepal keras tangannya saat orang di depannya membentaknya.

"Apa maksudmu, hah? Kau ingin membalas dendam ayahmu pada Gewetensvol bukan? Lebih baik kau lupakan dan hidup dengan tenang! Ada banyak kebahagiaan di luar sana Yoongi." Jimin meremas selimut di sampingnya. Ia tertunduk dalam menahan air matanya. "Ada kebahagiaan lain, selain dari ayahmu, dan ibuku."

Jimin tersentak ketika kera bajunya di cengkram sekuat tenaga, membuat matanya kini bertemu netra gelap milik Yoongi. Netra gelap itu menyorot gurat kekecewaan yang dalam serta kemarahan dan dendam yang melekat. Ia mendekatkan wajahnya pada Jimin. "Hei bodoh dengarkan aku," Yoongi merubah suaranya dengan rendah. "Ibumu dibunuh, apa kau tidak merasa kecewa? Marah? Atau sedih?"

GWTN I; Bonds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang