08; Face

241 30 2
                                    

Dingin hampa terasa di ruangan ini. Hanya ada suara televisi yang terdengar di selingi dengan deru pendingin ruangan di pojok. Tak ada pergerakan yang berarti dari kedua manusia di dalam ruangan yang bisa dibilang luas, pizza di hadapan mereka perlahan mendingin, kepulan asap di atas pizza perlahan menghilang.

Gadis itu masih menatap Jimin tak mengerti. Matanya membulat, alisnya turun, bibirnya sedikit maju. Jimin hanya mengusap dagunya saat mendapati gadis itu tak berhenti menatapnya dan pizza keju daging bergantian. Onesie pikachu yang dikenakannya begitu aneh, pasalnya ia sampai memakai sandal rumahan hangat yang serasi sampai Jimin hampir tertawa keras.

Jimin menunjuk pizza dengan dagunya, memberi sinyal agar Seunji segera menyantapnya sebelum dingin. Gadis itu hanya memalingkan wajahnya sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal. Sampai akhirnya Jimin terlebih dulu yang mengamit potongan pizza dan melahapnya dengan skala besar.

"Jangan tanya, aku tak punya teman makan jadinya aku pesan pizza yang kau suka supaya bisa berbagi."

Seunji menghela nafas. Bohong jika ia tidak mau mengamit satu dari sekian banyak potongan pizza dihadapannya. Sejujurnya memang perutnya terasa lapar, keripik tak cukup untuk perutnya yang masih tersisa banyak ruang. Lalu pada akhirnya, ia mengambil potongan pizza dan memakannya dengan cepat. Kemudian ia mengambil yang lainnya. Dan pada potongan ketiga-

"Sepertinya kau sangat kelaparan ya."

-ia bahkan lupa untuk berterimakasih.

Jimin tertawa kecil, gadis itu membeku, membiarkan lelehan keju memanjang dari mulutnya. "Makan saja yang banyak, silahkan." Celetuknya sembari mengambil potongan pizza kedua.

Seunji menelan dengan susah payah, ia meneguk colanya hingga tandas setengah, merasakan letupan-letupan soda di tenggorokannya. "T-terimakasih," ia menepuk dadanya seakan soda itu kini menyangkut dan membuat udara disana. "Tapi...dalam rangka apa?"

Jimin berdehem, "Anggap saja sebagai hadiah, kau melewati latihan dengan baik," ia kembali berfikir. "Dan tinggal dua hari lagi, kau akan ditetapkan menjadi rekanku."

Seunji tentu tak melupakan tiga minggu kebelakang, dimana hari-harinya mepertaruhkan nyawa di markas Gewetensvol jika saja ia bergerak lambat. Latihan selama tiga minggu itu memang waktu yang singkat, itu kenapa dia merasa Jimin melatihnya seperti iblis yang menciptakan suasana neraka. Padahal jika ia berbicara dengan orang lain, dulu Jimin tidak seperti itu. Ia bahkan diajarkan bagaimana cara membelokan peluru, dirinya sendiri yang menjadi manekin, berdiri di depan target sebagai contoh. Menyebalkan ya? Jika saja Jimin sekarang buronan dan bukan orang yang dihormatinya, ia yang akan menangkapnya dan membunuhnya lebih dulu.

"Terimakasih."

"Tidak masalah, makan sebanyak mungkin, aku ke kamarku dulu ya."

Setelah mengucapkan sederet kalimat itu, Jimin mengangkat bokongnya dari sofa dan berjalan keluar. Seunji mencoba menghentikannya untuk pembagian potongan pizza, namun Jimin menolaknya dan keluar apartemen setelah berucap selamat makan padanya.

Gadis itu membeku di belakang pintu, atmosfer hening kembali menyelimuti apartemennya. Tak apa deh, memang aku patut dihadiahi setelah berhasil menyelamatkan diri dari neraka. Ia menyuap potongan besar pizza pada mulutnya hingga penuh dan kembali pada sofa empuknya sampai dering ponsel didepannya menginterupsi.

"Omong-omong lelaki itu baik juga."

XXX

Jimin terkejut ketika mendapati Jeon Jungkook bersandar santai pada sofa apartemennya. Sekotak jus lemon terlihat di tangan kirinya, sedangkan tangan yang lain bergerak lincah menjelajahi ponsel. Jeon terlihat menyadari presensi Jimin, ia tersenyum lebar dan bangkit dari sofa. Ia mendekat ke arah Jimin dan merentangkan tangannya lebar-lebar.

GWTN I; Bonds ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang