12. Closer

35.4K 3.1K 100
                                        

"You say we're strangers, but we know each other better than we should be"

Halaman sekolah Dafa sudah penuh dengan siswa dan orang tua yang berlalu lalang. Antusiasme terasa sangat nyata di pagi hari cerah itu. Tiga bus berwarna biru cerah terparkir rapi di luar halaman, terlihat mengkilat dengan para supir memeriksa kembali bus-bus mereka.

Mereka bertiga bernaung di salah satu sisi lapangan. Dewa duduk di bawah dengan posisi bersila entah mengamati apa. Sementara Nala memeriksa isi tas mereka kembali

" Camilan udah, kotak P3K udah, kamera udah..." Gumam Nala.

" Baju ganti Dafa?" Sambung Dewa melongok ke dalam tas yang sedang diperiksa Dafa. Gadis itu mengangguk.

" Udah juga." Katanya pasti. Nala menutup kembali tas mereka. Gadis itu celingukan mencari Dafa yang belum juga kembali dari toilet. Lalu kemudian menemukan sosok anak itu tidak jauh dari mereka. Sepertinya sedang bercakap dengan salah satu teman perempuannya. Nala hampir saja melepaskannya saat menyadari gestur defensif anak itu. Melihatnya, Nala mengerutkan kening.

" ...sekarang, ya nggak? Aku kira kamu cuma berdua sama abangmu."

Perempuan itu nyata sekali menikmati raut wajah Dafa yang tanpa ekspresi. Nala tidak pernah melihat Dafa yang seperti itu. Dafa yang cenderung dingin entah mengapa terlihat menakutkan.

Mirip seperti kakaknya. Tanpa sadar gadis itu bergidik.

Gadis lawan bicaranya menyibak rambut melewari bahunya, " Kenapa nggak sama ibumu? Katanya kamu punya ibu? Tapi aku sama anak-anak lain nggak pernah lihat ibu kamu, tuh?"

Oke, tanpa sadar tubuh Nala menegang.

" Apa jangan-jangan kamu bohong kalau kamu masih punya ibu, ya? Sebenarnya kamu ibu udah yatim piatu makanya yang ambil rapot selalu abangmu?"

Nala mengepalkan tangan. Heran sekali masih kecil sudah pandai mengintimidasi. Dafa menatap lawan bicaranya masih dengan mulut terkatup tanpa ekspresi. Dia hanya menatap gadis yang lebih pendek darinya itu.

" Yah, kamu selalu diem kalau aku tanya gitu. Nggak usah malu kali, Fa. Tantri sama Lauren kan juga yatim piatu dan mereka nggak bohong kayak kamu. Apa kamu malu, iya? Secara kamu selalu bicara seolah-olah ibu kamu itu masih hidup..."

Cukup. Nala beranjak dari tempat duduknya dan menyambangi mereka berdua. Namun belum lagi ia melangkah, Dewa menahan tangannya.

" Kamu nggak denger apa?" Geram Nala melotot pada Dewa yang ternyata juga melihat ke arah yang sama. Namun laki-laki itu hanya mengedik ke bangku.

" Duduk." Pintanya singkat.

" De! Kamu itu kakaknya! Masa kamu terima aja Dafa dihina seperti itu?" Protes Nala tidak percaya. Gadis itu berusaha melepaskan cekalan Dewa di pergelangan tangannya, namun kali ini, Dewa menahannya.

" Dafa laki-laki." Kata Dewa tanpa mengalihkan pandangan, " Kayak gitu bukan apa-apa buat dia."

Nala mendengus keras dan menghentakkan tangannya hingga terlepas. Dengan cepat gadis itu menjitak kepala Dewa hingga laki-laki itu mengaduh sebelum berjalan ke arah Dafa dengan menggerutu. Tepat saat itu, si gadis cilik tadi berjalan menjauh dengan sikap yang angkuh.

Nala seakan bisa melihat seperti apa jadinya gadis itu ketika dewasa.

" Hei?" Sapa Nala menepuk pundak Dafa. Anak itu terkejut, kemudian menoleh ke belakang.

" Lala!" Serunya dengan mata berbinar. Nala terkekeh sembari mengusap puncak kepala Dafa dengan sayang.

" You okay?" Tanya Nala setelah beberapa saat berlalu. Pertanyaan itu memancing Dafa menatapnya lagi. Kali ini dengan sikap menilai yang jarang sekali menghiasi wajah Dafa. Ketika anak itu melakukannya, kemiripannya dengan Dewa melesat dua kali lebih banyak.

ENTWINED [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang