17. Hilang Akal

32.8K 2.7K 68
                                    

"Every beat of your heart is mine"

"Kamu beneran belum capek bermain, ya?"

Sesaat, kotak besi persegi kedap udara itu dipenuhi oleh gelak tawa Nala. Gadis itu tertawa dengan lelehan air mata mencapai dagunya, kemudian pada suatu titik ketika tenggorokannya menyempit, ia tersedak kecil dan membuka mata.

" Kamu..." Ucap Nala susah payah mengeluarkan suara dari tenggorokannya yang menyempit. Tawa singkatnya kini memudar, namun isakan itu menjadi semakin keras. Dadanya sesak sekali. " Bisa nggak berhenti main-main sama aku, De?"

Dengan Dewa masih menangkup kedua sisi wajah Nala, gadis itu memukuli dada Dewa, " Apa sih yang bikin kamu sebegitu sukanya bermain sama aku gini? Hm?"

Pandangannya mengabur. Isakannya semakin keras, namun Nala berusaha menahannya sekuat tenaga. Nala meninju Dewa dengan kekuatan yang tidak kecil. Namun laki-laki di depannya tidak bergeming.

" Dewangga Abirama..." Kata Nala tersendat di sela isakannya, " kamu laki-laki paling jahat yang pernah aku kenal!"

" Nala, aku..."

Dengan cepat Nala mengangkupkan tangannya di mulut Dewa. Gadis itu mendongak untuk menatap Dewa dengan tajam meskipun matanya mengabur, " Jangan..."

Nala menatap sejenak sepasang manik legam itu.

" Jangan bicara apapun." Bisik Nala, " Jangan bilang omong kosong tentang kamu yang tidak berbohong, Dewa. Kalau kamu berpikir aku masih bisa kamu bodohi, kamu salah."

Dalam interval waktu ketika Nala terdiam, mata mereka saling terkunci. Gadis itu menolak mengerti cara Dewa memandangnya. Nala terlalu mengenalnya. Terlalu mengenali kebohongan Dewa.

" Apa penyesalanmu sebegitu dalam sampai-sampai kamu berfikir untuk berbuat baik sama aku?" Celetuk Nala tiba-tiba. " Karena jika itu alasan kegilaanmu ini, kamu nggak perlu khawatir, De. Aku baik-baik aja."

Pandangan Dewa mengeras. Laki-laki itu merasa tidak terima. Namun Nala memotong apapun yang hendak diucapkan Dewa.

" Dua..." Kata Nala berusaha menenangkan diri. Ia menarik paksa telapak tangan Dewa dari pipinya. Namun bukannya melepaskan, Dewa justru membawa kedua telapak tangannya untuk menangkup di pipinya sendiri.

Nafas Nala berhenti ketika api tersulut dari kulit mereka yang bersentuhan. Menjalar hingga ke dadanya, bergemuruh di sana.

" Dua bulan lagi..." Nala menghirup nafas dalam-dalam. " Aku pulang ke Perancis."

Dewa tidak bergeming. Ia menatap Nala dengan ekspresi yang bisa membuat seluruh sel tubuh Nala luruh di lantai. Namun ia berusaha menatap sepasang mata legam itu dengan berani. Dia harus menunjukkan jika permainan laki-laki itu tidak lagi mempengaruhinya.

" Di sana akan ada banyak orang yang menungguku. Dan saat semuanya selesai, saat itu orang-orang akan mulai memanggilku nyonya Maximillien." Bisik Nala seolah mengeluarkan banteng dari lubang sedotan. " Jadi tolong berhenti bermain denganku. Kamu menggoda calon istri orang lain."

Seleret luka tertangkap di mata Dewa, membuat Nala terkekeh kecil.

" Jangan-jangan kamu aktor ya? Aku nyaris percaya kalau kamu terluka, De. You truly are a good liar."

Namun Dewa tidak menjawab. Laki-laki itu hanya menunduk menatap Nala yang terkekeh. Dewa mengusap punggung tangan Nala yang masih bertengger di pipinya dengan ibu jari, membuat kekehan Nala mereda dan menatapnya.

" Kamu cinta Samuel?" Tanya Dewa pelan.

" Do you need to know?" Nala tersenyum miring, " Aku bersedia menikah dengannya, Dewangga Abirama. Tentu saja aku mencintainya. Jadi berhenti bersandiwara. Berhenti menyesali diri sendiri. Berhenti bersikap brengsek hanya karena rasa bersalahmu. Itu sia-sia. Tidak ada gunanya sama sekali. Aku baik-baik saja, aku bahagia dengan apa yang aku punya. Aku bahagia dengan Samuel."

ENTWINED [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang