" And still, the truth makes you suffer"
Memori Nala memutar lembaran hari dimana Dewa mengabarkan bahwa ibunya sakit untuk pertama kali. Dewa mengeratkan tautan jemarinya yang berada di atas meja dan menatap Nala.
" Ibu mendadak pingsan tanpa pertanda apapun. Pikiranku langsung kacau." Dewa meneruskan bicara setelah keheningan melanda beberapa saat. " Keadaannya terus memburuk sampai akhirnya aku memutuskan membawa ibu ke rumah sakit. Hasilnya, dokter berkata ibu terkena radang paru-paru parah. Sudah cukup lama, hanya saja selama ini ibu selalu menahannya. Rasanya, aku jadi anak yang nggak berguna karena nggak tahu ibunya sakit setelah selama ini."
Dewa mengambil jeda sejenak dengan masih menatap Nala yang terdiam. Laki-laki itu mana tahu sedari tadi Nala meremat erat-erat ujung roknya?
" Aku meninggalkan kamu. Itu pertama kalinya aku nggak ada dimana seharusnya aku ada di samping kamu. Tapi kamu bisa mengatasinya dengan baik. Kamu dengan semua sikapmu itu memberikanku kekuatan." Dewa mengangkat salah satu sudut bibirnya.
" Selama ini aku merasa harus menjadi orang yang kuat karena aku satu-satunya sandaran keluargaku. Tapi begitu lihat kamu, aku merasa seperti orang yang menemukan kasur super empuk setelah bertahun-tahun nggak pernah berbaring. Kamu seperti sebuah ruangan eksklusif milikku dimana aku bisa melakukan apa saja tanpa takut terbebani. Aku butuh kamu untuk menjadi kuat. Aku semakin nggak bisa kehilangan kamu."
Dewa menghirup nafas dalam-dalam.
" Setelahnya, aku harus nggak lihat kamu selama beberapa hari. Aku ingin ketemu kamu. Sangat. Tapi tentu saja, aku nggak bisa." Ucap Dewa pelan. " Waktu kepala sekolah memberi kabar bahwa kamu lolos ke tingkat provinsi, aku takut. Kamu pasti akan bertemu kepala sekolah. Aku kalut. Aku ketakutan kepala sekolah akan mengatakan sesuatu sama kamu. Itu bikin aku nggak tenang."
Nala ingat, tentu saja. Waktu itu, Dewa menariknya ke ruang kelas yang sepi. Menanyainya tentang kepala sekolah yang membuatnya bingung. Sekarang dia baru paham. Namun dia menolak memberikan pertanda apapun pada Dewa bahwa dia mengerti. Nala masih terdiam.
" Itu terakhir kalinya aku ketemu kamu sebelum semuanya jadi bertambah buruk." Lanjut Dewa membuat Nala memalingkan wajah, karena gadis itu tahu sekali apa yang terjadi selanjutnya.
" Kesehatan ibu semakin menurun. Aku memutuskan mengambil alih warung. Toh urusanku di sekolah juga sudah selesai." Kata Dewa mengamati Nala yang berpaling. " Tapi akibatnya, kita nggak bisa ketemu. Dari situ saja, aku tahu aku udah berlaku nggak adil sama kamu."
Nala menggeleng. Ia menatap Dewa. " Aku nggak selemah itu, De."
Dewa tersenyum saat Nala bereaksi. " Aku tahu. Tapi tetap saja, aku merasa sangat bersalah. Aku harusnya ada di sana waktu kamu bimbingan. Kamu juga penting untukku, sudah seharusnya aku juga kasih kamu waktuku. Tapi nyatanya aku nggak bisa."
Nala mendengus keras, sama sekali tidak setuju dengan kata-kata Dewa.
" Kalau kamu belum tahu, aku minta tolong Leon untuk menyelidiki keluargamu." Celetuk Dewa berhasil membuat Nala menatap kepadanya dengan wajah terkejut. " Minta informasi, lebih tepatnya. Tentang keluarga Halid. Singkatnya, Leon memberiku semua informasi tentang keluargamu. Termasuk rahasia ayahmu tentang penyakitnya, Julliane dan Fabian. Aku tahu lebih dulu tentang semua itu dibanding kamu. Tapi, bukan hakku memberitahumu."
Nala ternganga.
Siapa laki-laki di depannya ini? Mendadak Nala jadi ketakutan.
Dewa mengangkat satu bibirnya. " Nama Halid cukup familier karena Leon pernah bicara tentangnya berulang kali. Tapi aku sama sekali nggak menyangka jika keluargamu memang Halid yang Leon maksud. Waktu itu, Leon bertanya bagaimana kita setelah aku tahu semua tentang kamu."
![](https://img.wattpad.com/cover/120972213-288-k835583.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ENTWINED [COMPLETED]
Romance"Kamu melepaskanku dan aku melupakanmu. Itu wajar." Mana berhak Nala menyebutnya 'mantan'? Kata Jess, bertemu mantan adalah salah satu hal tersulit yang akan ditemui dalam hidup. Oh bukan! Mana berhak Nala menyebutnya mantan? Lebih tepatnya bekas-or...