"RADHIN?! LO APA-APAAN SIH??!!" teriakan Riska menggema di seisi ruangan, membuat suasana menjadi semakin dramatis. Ia mendekat ke posisi Levi dan Radhin. Sedangkan Radhin nampak tak mendengar teriakan Riska.
Pupil hitam Radhin terarah ke pupil kecoklatan milik Levi. "EH LO TAU? YANG LO LAKUIN ITU BAHAYA! KALAU SAMPEK TUH KARET KEJEPRET KE MATA, LO BISA BUTA! JADI BERHENTI MAIN-MAIN SAMA TUH BENDA MENJIJIKAN! JANGAN KEKANAKAN DEH MAIN JEPRET KARET BEGITUAN!" ujarnya dengan emosi.
"Udah Dhin. Dia nggak tau. Lepasin aja," ujar Jody pelan sambil mencoba melepaskan cengkraman Radhin dari kerah Levi yang mulai mencekiknya. Radhin mengabaikannya, sedangkan Levi terkekeh.
"Yang ada, lo tuh yang kekanakan, sama karet gelang aja takut. Heh," ujar Levi. Membuat tangan kanan Radhin terlepas dari kerah Levi menyisakan tangan kirinya.
Radhin berdecak. Lalu tangan kanannya mengepal dan mulai terangkat hendak memukul wajah tampan Levi. Namun hal tersebut tertunda karena suara teriakan yang lebih mengguncang kelas daripada teriakan Riska, yakni teriakan Pak Hamdi.
"WOY! APA-APAAN KAU ITU?! BERKELAHI DI SEKOLAH?!" teriak pak Hamdi dari pintu kelas. Membuat kepalan tangan Radhin urung melaju, dan mulai melepaskan cengkramannya. Namun tatapannya masih jatuh di pupil mata milik Levi.
" Wahh sepertinya kalian ini kekurangan garam beryodium. Sini kau sini!" ujar guru olahraga tersebut sambil berjalan ke medan perang.
"Kenapa kau berkelahi ha? Kau pula Radhin? Sebentar lagi kau mau tanding, sempat-sempatnya kau berkelahi? Wahh. Kalian, cepat ikut pak guru!" ucap Pak Hamdi lalu membalikan badan dan keluar dari kelas tersebut, diikuti oleh Levi dan Radhin yang masih diselimuti oleh amarah.
Setelah ketiganya keluar, keramaian kelas menjadi pecah. Mereka membicarakan hal yang baru saja terjadi, dan kenapa Radhin bisa seperti itu. Karena setau mereka, Radhin bukanlah orang yang gampang tersulut emosinya.
"Gila ya tuh anak. Alay bener. Gitu aja marah, dahal dia nggak luka sama sekali," ujar Riska memulai obrolannya dengan Aiceber.
"Hmm, wajar aja sih dia marah Ris. Kan bener juga, kalau main jepret karet tuh bahaya kalau kena mata," ucap Keisha.
"Ya juga sih. Tapi nggak segitunya juga kali marahnya," ucap Audy.
"Umm, menurut gue, wajar sih dia begitu. Soalnya dia itu punya pobia sama karet gelang." Ucap Kia membuat Riska, Audy, Keisha dan Wulan mengangkat alisnya.
"Wetdah! Emang ada ya pobia karet gelang? Heheh ada-ada aja deh lo," ucap Wulan.
"Ada ih! Apa sih yang nggak ada di dunia ini?" ucap Kia.
"jodohnya Riska? kayaknya nggak ada deh di dunia ini," canda Wulan membuat Riska reflek menyentil pipi Wulan.
"astagfirullah! Omongan lo tuh ya, suka melanggar norma-norma kehidupan." ujar Riska disusul tawa dari Audy, Kia, Keisha dan Wulan. Sedangkan Kia hanya tersenyum.
"Apaan coba, norma kehidupan?" ucap Audy masih dengan sisa tawanya.
"aishh jinjja micoso!" ujar Riska hendak menyentil jidat Audy namun dipotong oleh ucapan Keisha.
"oke stop! Back to topic! Btw, kira-kira kenapa ya si Radhin pobia sama karet? Lo tau nggak Ki?" Tanya Keisha mengingat Kia merupakan temn kecil Radhin.
"Umm, singkatnya sih dulu pas masih kelas 3 SD, dia pernah main karet gelang gitu. Main jepret-jepretan. Yaa, kayak yang Levi lakuin tadi. Terus nggak sengaja kena matanya temennya yang juga temen gue saat itu. Terus karena sebelumnya temen gue itu punya sakit mata, terus ditambah kena jepretan, alhasil mata kanannya nggak bisa lihat lagi. Jadi ya gitu. Mungkin dia trauma aja lihat karet gelang." Jelas Kia dengan wajahnya yang mulai murung mengingat masa lalunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABANG #wattys2019
Teen Fiction"dasar manusia alay!" -Radhin Cahya Latief. "dasar PHP Kupret!" -Riska Cahya Purnama. *** "Mulai sekarang, lo panggil gue Abang atau Kakak ya Ris!" -Radhin Cahya Latief. "Dihh! Lo gila? ogah!" -Riska Cahya Purnama. *** Kisah Ini bercerita tentang...