Kuping Riska terasa panas mendengar percakapan antar Reva dan Amara yang banyak diselingi sebuah tawa kecil di antara mereka berdua. Buku Kimia yang Riska pegang bahkan sudah mulai lecek akibat genggamannya yang tak biasa.
Ia tak bisa berlama-lama di sini. Bisa-bisa, ia menjadi kalap bak topengan dan mengobrak-abrik perpustakaan ini.
Maka dari itu, sebelum wajahnya berubah menjadi banteng, Riska menarik nafasnya dalam, lalu bangkit dari duduknya.
"mau ke mana Ris?" Tanya Reva menyadari orang di sebelanya hendak pergi.
"mau cabut kak, soalnya mau lanjut kerjain tugas di rumah. Hehe," jawab Riska, berusaha normal.
"kenapa nggak dikerjain di sini aja? Siapa tau ntar kalau lo kesusahan gue bisa bantu." Ucap Reva membuat api-api yang meletup di hati Riska meredam seketika.
"iya, siapa tau ntar gue bisa bantu Ris. Gini-gini gue pinter kok. Cuma di fisika doang gue yang rada-rada anu, hehe," sahut Amara membuat Reva menoleh ke arahnya.
"heleh, pinter apanya? Udah jangan fitnah diri sendiri deh, nggak baik." Ucap Reva menoel pipi Amara membuat Amara cemberut. Sedangkan hati Riska kembali memanas.
"hehe, anu kak. Bahan tugasnya nggak aku bawa, niatnya tadi ke sini cuma pinjem buku doang soalnya. Nggak niat belajar, hehe," ucap Riska sambil mengangkat kedua buku yang ia pegang lalu menyunggingkan cengirnya.
"Hmm." gumam Reva dan Amara berbarengan membuat Riska ingin berkata kasar.
"njirr, kok sweet sih?!"
Riska menunjukan senyum teramahnya. "Yaudah, gue duluan ya kak. Bye!" ucap Riska dengan ceria meninggalkan keduanya yang tengah melambaikan tangan.
***
Setelah mengisi administrasi untuk peminjaman buku, Riska langsung cabs ke luar perpusda.
Hatinya benar-benar panas. Bukannya jadi adem, hati Riska malah menjadi panas mengetahui Reva ternyata suka ke perpusda bersama seorang gadis.
"ohh, jadi maksud Rafa, salah satu alasan kak Reva suka ke perpusda buat cuci mata tuh karena tuh cewek. Ohh okee. Im fine. Im fine.... Es krim, mana es krim?!" Riska berceloteh sendiri ketika ia tiba di parkiran perpusda.
Matanya menerawang sekitar, dan mendapati ruko Indomaret yang bersebelahan dengan perpusda. Mengingat indomaret dan es krim, Riska jadi teringat saat di mana ia ditolong oleh Reva ketika hampir tertabrak. Membuatnya ngeflay sendiri, seperti yang baru saja ia lihat itu tak pernah terjadi. Karena hatinya kembali semriwing-semriwing oleh kembang-kembang cinta.
"permisi mbak," ujar wanita berkacamata tebal yang tadinya juga melakukan hal yang sama kepada Riska, menyadarkan Riska yang berhenti di tengah jalan.
"eh? Iya mbak. Maaf." Bedanya, kali ini Riska langsung sadar.
"Nonono, kali ini jangan es krim! Yang ada ntar gue keinget lagi sama pertolongannya kak Reva. Umm apa ya yang seger-seger..." ujar Riska menerawang sekitar untuk mencari pedagang minuman yag bisa mengadem kan hatinya saat ini.
Dan yap! Riska mendapati gerobak Capcin alias Capucino Cincau yang terparkir sempurna di pinggir jalan Perpusda.
"ahh, mungkin itu capcin yang Rafa pesen di Kak Reva waktu itu. Beli ahh, kayaknya enak." Riska pun melangkahkan kakinya ke gerobak tersebut bersama dua buku paket fisika di tangannya.
Setelah memesan Capcin rasa Tiramisu, Riska duduk di kursi plastik yang disediakan di dekat gerobak tersebut, sambil menikmati minuman tersebut.
"Ahhhh, ademm." Ujar Riska setelah merasakan cincau rasa tiramisu masuk melewati tenggorokannya.
Sedot demi sedot ia nikmati. Bersama pikirannya yang masih bergulat masalah Revathur Setiawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABANG #wattys2019
Teen Fiction"dasar manusia alay!" -Radhin Cahya Latief. "dasar PHP Kupret!" -Riska Cahya Purnama. *** "Mulai sekarang, lo panggil gue Abang atau Kakak ya Ris!" -Radhin Cahya Latief. "Dihh! Lo gila? ogah!" -Riska Cahya Purnama. *** Kisah Ini bercerita tentang...