27. Other Kampreto

503 32 5
                                    

Wajah kesal Riska tak bisa ia sembunyikan. Ini sudah hari ketiga hukuman kelasnya dilaksanakan, namun tetap saja, selalu ia yang mengembalikan peralatan bersih-bersih seperti sapu, pel dan lain-lain. Sudah Riska yang dapat bagian mengepel, harus mengabsen satu-satu -mengingat ia adalah sekretaris-, memastikan semuanya clear -karena hanya ia pengurus kelas di antara yang bertugas di lab biologi-, ditambah setiap mengembalikan peralatan ia selalu ditemani oleh Radhin. Riska rasa alasan terakhir adalah yang paling menyebalkan. Karena selalu saja di setiap langkah yang mereka tempuh ke ruang pemyimpanan, perdebatan tak bisa dihindari. Seperti sekarang ini.

"lo yang bener bawa sapunya dong! Hampir kena muka gue ini!" oceh Riska di belakang Radhin. Riska memegang gagang pel dan sebuah box berisi kain lap dan cairan pembersih kaca. Sedangkan Radhin membawa dua buah sapu dengan gaya bridal. Tak lupa sebuah kemoceng di tangan kirinya. Radhin berjalan sambil tengok kanan kiri membuat bahunya ikut tergerak, alhasil sapu yang di pikulnya ikut bergerak ke kanan kiri.

"sorry, sengaja." Radhin semakin membelok-belokan sapunya agar terkena Riska.

"Woy! Kampret elah!" kemudian Riska membalas Radhin dengan mengepel betis Radhin, membuat lelaki tersebut terlonjak dan berjalan cepat menghindar.

"ck, iya-iya elah!"

Sepuluh meter lagi mereka sampai di ruang penyimpan, namun Riska mendapati dua orang tengah mengobrol di pojokan, sudut koridor.

"lha? Itu kan Via? Ngapain tuh bocah di sana? Sama kak Gio lagi." Riska berbicara sendiri namun bisa didengar oleh Radhin. Radhin pun ikut melihat apa yang Riska saksikan, namun tak ambil pusing. Karena ia tak kenal dengan keduanya. Mereka pun hanya melewatinya. Tanpa menegur sapa. Riska dan Via juga tidak saling mengenal. Hanya saja Riska pernah dengar cerita bahwa Via itu siswi kelas sebelas IPS 1 yang pendiam, dan nggak ada temen.

Setelah sampai di ruang penyimpanan, keduanya langsung menaruh apa yang mereka bawa dan langsung kembali keluar dari ruangan sempit tersebut.

"jangan lupa kunci tuh pintu. Yang bener nguncinya, ntar kayak kemarin," ucap Riska mengingat kemarin Radhin tak benar saat mengunci pintunya, alhasil Pak Kadran -pemegang kunci sekolah- mengomeli satu kelas di pagi hari. Behh....

"iyaa bawel."

"gue duluan." tanpa menunggu respon Radhin, Riska berbalik badan dan berjalan menjauh. Radhin menoleh sejenak melihat kepergian Riska kemudian kembali fokus mengunci pintu.

Riska pun berjalan melalui koridor yang sama. Letak ruang pemyimpanan memang berada di belakang sekolah, berdekatan dengan ruang olahraga. Hari sudah mau sore. ternyata kedua orang tadi Riska lihat masih di sana. Namun sepengelihat Riska, suasana di sana agak berbeda dari sebelumnya.

Jika tadi keduanya terlihat saling melempar senyum dan mengobrol santai, kini salah satunya terlihat tegang. Via terlihat berusaha melepas pegangan tangan Gio. Via terlihat agak panik sedangkan Gio memberikan senyum meremehkan pada Via.

"lepasin Kak!" ujar Via setengah frustrasi.

Ntah dorongan dari mana, Riska berjalan mendekati keduanya.

"ada apa nih?" ucap Riska membuat keduanya menoleh.

Gio tersenyum sinis menyambut kedatangan Riska.

"nggak ada apa-apa kok. Mending lo sana pergi, nggak usah ganggu."

Riska menatap gadis cantik berkacamata tersebut, dan mendapat balasan tatatapan seperti minta tolong.

"lepasin dia," ucap Riska tegas namun berusaha setenang mungkin. Jujur, jantung nya sedikit berdetak lebih kencang, tau bahwa yang sedang ia hadapi adalah kakak kelas cowok dengan tinggi 175cm. Sedangkan ia hanyalah memiliki tinggi 156cm.

ABANG #wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang