Part 25

91 9 0
                                    


Arina berhenti di depan bangsal Ikeda Aoi. Dia mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk malas. Betapa terkejutnya ketika melihat siapa yang berdiri di depannya. "Anda bukannya ....?" Arina tidak menyelesaikan pertanyaannya. Tampaknya lawan bicaranya sudah mengetahui apa yang dia lontarkan.

"Ya, kita pernah betemu di kantin dua hari lalu," jawab Ikeda Eri. Ingatan wanita itu ternyata masih kuat, "hajimemashite!" sapa Ikeda Eri seraya membungkukkan sedikit tubuhnya.

Arina mengangguk. "Hajimemashite!"

Mia yang berdiri di belakang Matsumoto dibuat bingung dengan apa yang dia lihat kali ini. Bagaimana tidak, kemarin dia melihat betul apa yang dilakukan Kyoko-maksudnya Arina.

"Eh, Aoi sudah sadar," ucap Ikeda Eri memecahkan kecanggungan di antara mereka.

Mereka masuk ke dalam bangsal Ikeda Aoi. Mereka mendapati lelaki itu tengah tertuduk seraya menahan rasa sakit di kepala. Perban masih melilit kepalanya. Rasa sakit itu seakan menusuk seluruh saraf. "Sayang, ada Matsumoto-sensei." Ikeda Eri berusaha menyembunyikan kekhawatiran di depan suaminya. Dia berusaha memperlihatkan ekspresi bahwa semua baik-baik saja.

Ikeda Aoi mengangkat kepalanya lantas menoleh ke arah Matsumoto. "Ohaiyo, Akira! Genki?" Aoi berusaha memberikan senyuman kepada teman dekatnya.

Matsumoto berdiri di samping Ikeda Aoi. "Genki," jawabnya dengan melontarkan senyuman balik, "daijoubu desu ka?" tanya Matsumoto ketika melihat kepala Aoi. Ada luka yang belum kering, tepat di kepala belakang. Melihatnya, memuat Matsumoto khawatir.

"Daijobu desu, arigatou," jawab Aoi menepuk lengan Matsumoto. Matanya beralih ke arah Mia yang berdiri di samping Ikeda Eri, "Anda anak magang di spesialis ...." Belum usai Aoi menebak, Matsumoto mengambil alih untuk memperkenalkan Mia.

"Dia Mia. Anak magang di ruangan," jelas Matsumoto.

"Hajimemashite, Ikeda-sensei. Saya pernah dengar tentang prestasi Anda di spesialis gigi. Senior saya pernah magang di spesialis gigi.

Ikeda Aoi sudah membuka mulutnya untuk merespon pujian dari Mia. Sebelum dia mengeluarkan suara, Arina menyela pembicaraan hangat mereka. "Indah sekali drama kalian. Saya malas mendengar drama mengharukan ini," sinisnya.

Ikeda Aoi memasang sorotan tajam matanya. Dia berusaha menelisik wajah Arina yang tersamarkan oleh cahaya lampu lorong rumah sakit.

Arina melangkah ke depan. Sedari tadi hanya berdiri di belakang Matsumoto. Kini wajahnya terlihat jelas oleh Aoi. Dia membulatkan matanya. Aoi baru menyadari siapa wanita itu. "Anda bukannya ...?" Ikeda Aoi mencoba menebak siapa Arina dan di mana dia melihatnya.

"Ohaiyo, Sensei!" sapa Arina dengan senyuman penuh arti mencurigakan.

Ikeda Aoi terus mengingat. "Anda yang ...." Ucapannya lagi-lagi terputus.

Arina mendekat. "Tidak usah dipaksakan, Sensei. Saya akan bantu mengingat." Arina menceritakan kronologi kejadian seperti yang diceritakan ke Matsumoto beberapa menit yang lalu. Ada ekspresi kesal dari wajah Ikeda Aoi. Jelas, pendapatnya berbeda dengan apa yang Arina ceritakan. Hal ini membuat Ikeda Eri bingung. Perdebatan Ikeda Aoi dan Arina terus berlangsung. Matsumoto merekam pembicaraan mereka dengan perekam. Hari ini dia merekam apa yang dibicarakan Arina, untuk ditunjukan kepada Kyoko.

"Jelas-jelas saya melihat Anda berdiri dekat kayu itu. Anda yang mencelakai saya! Tidak usah menuduh Yamato-sensei!" bentak Ikeda Aoi.

Arina dibuat berang dengan sentakan Ikeda Aoi. Jelas-jelas Arina tidak suka disentak. "Kalau Anda tidak percaya, silakan tanya Akiane!"

Ucapan Arina membuat Aoi terkejut. Dia terkejut karena mendengar sebuah nama disebut. Nama yang terlarang untuk didengar di depan istrinya. "Anda bicara apa?"

"Akiane? Siapa dia?" tanya Ikeda Eri dengan kening berkerut.

Mia mematung mendengar perdebatan ini.

Matsumoto juga penasaran. Apa hubungan Akiane, Aoi dan Yamato. Matsumoto baru menyadari, ternyata dia dan Ikeda Aoi tak sedekat yang dikira. Ada rahasia yang dia tidak tahu tentang teman dekatnya.

"Jangan cerita sembarangan! Akiane siapa? Jelas-jelas malam itu saya pulang kerja dan sendirian." Ikeda Aoi mencoba menyelamatkan diri.

Arina tertawa geli mendengar sanggahan Ikeda Aoi. "Ekspresi Anda lucu sekali."

Ikeda Aoi merasa persembunyiannya selama ini akan segera terbongkar.

Arina mendekati Ikeda Eri. "Tadinya, saya tidak peduli dengan hubungan Anda dengan Akiane," Arina melipat kedua tangannya, "tapi melihat ekspresi Anda ketika mendengar nama itu membuat saya ingin tahu," lanjutnya.

"Saya tidak terima ...." Belum selesai Ikeda Aoi bicara, istrinya memotong.

"Siapa Akiane? Lalu apa hubungannya dengan Yamato-sensei?" tanya Ikeda Eri kepada Arina.

Arina menatap datar kepada wanita itu lantas menoleh ke arah Matsumoto. "Hai, urusan saya sudah selesai," ucapnya sambil lalu keluar bangsal.

"Chotto matte!" seru Ikeda Eri. Semua mata mengarah ke arahnya. Wanita itu mendekati Arina. Ikeda Eri selama ini bersikap lembut, seperti- mendekati Yamato Nadeshiko. Baru kali ini dia keluar dari kebiasaannya. Apa dia merasakan kecurigaan juga?

Arina menghentikan langkahnya.

"Jika Anda tidak mau memberitahu siapa Akiane, saya akan menuntut Anda karena sudah menuduh Yamato-sensei," suara Ikeda Eri terdengar meninggi, "saya tidak terima Anda menuduhnya!" lanjutnya.

Arina memiringkan mulutnya. "Pasangan bodoh!" lirihnya, "bisa minta Akiane ke sini?" tanyanya kepada Matsumoto.

Matsumoto diam sejenak. Dia berpikir. "Bisa. Biar saya jemput." Matsumoto bergegas menjemput tetangganya. Namun baru saja sampai di pintu bangsal, Matsumoto dikejutkan dengan keberadaan seseorang. Orang itu mengenakan kemeja merah muda tangan pendek dengan rok putih sebetis. Wajahnya menunduk. Di sampingnya wanita paruh baya dengan pakaian sederhana. Wanita itu memberi salam kepada Matsumoto.

"Maaf Sensei saya tidak memberitahu lebih dulu. Akiane meminta untuk mengantarkannya ke sini," jelas wanita itu. Sedangkan gadis di sampingnya masih menunduk.

"Tidak masalah, Okada-san. Saya baru saja mau ke sana ...."

"Jemput Akiane?" potong Okada Hiraku.

Matsumoto mengangguk.

Akiane mendengar ada pembicaraan di depan pintu. Dia menghampiri Matsumoto. "Sudah tiba saksi matanya," riang Arina, "silakan masuk!" Arina tiba-tiba menjadi ramah, "ternyata kau punya telepati juga," bisiknya kepada Akiane.

Akiane mengangkat wajah dan menoleh ke arah Arina. Mata tajam Arina sudah terpasang duluan, membuat Akiane kembali tertunduk.

-------
Hajimemashite : Salam kenal diucapkan ketika pertama kali bertemu.

Genki : Apa kabar (ke orang yang sudah dekat) / arti sebenarnya adalah baik

Daijoubu : Baik-baik saja (desu ka digunakan untuk kalimat tanya)

Yamato Nadeshiko : Istilah untuk menggambarkan kriteria wanita idaman Jepang

Musik : Forevermore - Utada Hikaru


Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang