Part 27

110 9 0
                                    


"Oji-san, benar itu semua?" Ikeda Eri menatap tajam Yamato.

"Nani Eri-chan?" Yamato menyeringai seolah tidak terjadi apapun.

Ikeda Eri mendekati dokter senior itu dan berdiri tepat di depannya. "Selama ini, aku sudah menganggap Oji-san seperti ayahku sendiri. Kenapa tega melakukan itu?"

"Eri-chan."

"Doushite, Oji-san?" isak Ikeda Eri.

Yamato menunduk. "Gomen, Eri-chan?" hanya itu yang terucap dari mulutnya.

"Doushite?" Ikeda Eri mengulang kalimatnya.

"Dia sudah selingkuh darimu. Sebagai ayah, aku tidak terima kau diperlakukan seperti itu," jawab Yamato.

"Terima kasih atas perhatiannya. Tapi ini urusan rumah tanggaku. Kau tidak berhak menyelakai suamiku. Kenapa tidak katakan padaku? Kenapa harus menyelakainya? Aku mencintainya, Oji-san." Ikeda Eri semakin terisak.

"Ya, karena kau mencintainya, kau tidak akan percaya dengan ucapanku! Eri-chan dia itu ...." Belum selesai Yamato bicara.

"Cukup! Aku akan melapor ke polisi. Setiap kejahatan harus diberi hukuman!" ucap Ikeda Eri. Dia sudah berada di titik kemarahan. Semua kekesalan dia luapkan. Sebenarnya bukan marah terhadap Yamato saja tapi marah kepada suaminya karena sudah tidak jujur ke padanya. Tapi, dia tidak bisa marah kepada Ikeda Aoi. Cintanya begitu dalam.

"Tolong jangan lapor ke polisi. Kita bisa selesaikan semuanya dengan baik-baik."

Pertengkaran antara anak dan ayah terus berlangsung. Akiane dan ibunya memilih pamit dari ruangan itu. Disusul Matsumoto, Mia dan Arina. Selepas Akiane dan ibunya pulang serta Mia kembali ke ruangan, Matsumoto dikejutkan oleh tumbangnya tubuh Arina. Dengan cepat Matsumoto membawa Arina ke ruangannya.

"Arina-san!"

Mia yang belum jauh mendengar suara Matsumoto, dia langsung memutar tubuhnya. Melihat Arina pingsan, Mia langsung membantu Matsumoto untuk membawa Arina ke ruangannya. "Ada apa dengannya?" tanya Mia.

Matsumoto tidak menjawab. Ekspresinya panik. Dia bukan mengkhawatirkan Arina, melainkan Kyoko.

Sesampainya di ruangan, mereka membaringkan gadis itu di sofa. Mereka menghela napas bersamaan.

"Bagaimana keadaan Yamato-sensei?" ucap Mia lirih.

"Entahlah. Jika Eri-san mau membawanya ke pengadilan, mungkin dalam waktu dekat ada konferensi pers di rumah sakit ini," jawab Matsumoto sambil mengatur napasnya.

Mia mengangguk berulangkali. Tampaknya ada yang baru dia pahami selama magang di rumah sakit ini. Khususnya di ruangan Matsumoto.

"Nani?" tanya Matumoto melihat asistennya manggut-manggut.

Mia menggeleng. "Iie," jawabnya dengan nada sedikit manja.

Matsumoto melontarkan senyuman kepada Mia. Entahlah, kali ini rasanya lelah Mia menjadi berkurang. Apalagi kejadian Ikeda Aoi tadi sungguh menguras emosi. "Pernikahan itu sungguh rumit," ucap Mia seraya duduk di kursi dekat pintu.

"Heh?" Matsumoto terkejut mendengar ucapan Mia.

Mia kembali menghela napas. "Pernikahan. Terlintas dalam pikiran pun tidak," lanjutnya, "kalau Sensei?" Mia melontarkan pertanyaan.

"Heh?" Matsumoto semakin terkejut mendengar pertanyaan Mia, "pernikahan?" Matsumoto memiringkan kepala sambil berpikir, "sempat terlintas ketika masih kuliah. Saat itu saya menyukai seorang gadis. Dia punya hati yang begitu lembut," Matsumoto tersenyum tipis membayangkan gadis itu, "sayangnya, dia tidak menyukai saya. Sejak itu, saya tidak memikirkan pernikahan lagi," lanjutnya.

"Lalu sekarang?" tanya Mia. Sorotan mata gadis itu memiliki arti.

Matsumoto sempat lama menatap Mia, disertai senyuman. Siapapun yang ditatap olehnya akan mengalami salah tingkah. "Mungkin akan dipikirkan," jawabnya.

Mendengar jawaban itu, senyuman Mia merekah. "Ah gomenasai, Sensei. Saya ke kantin dulu." Mia pamit makan siang sebelum salah tingkahnya terlihat Matsumoto.

"Hai," jawab Matsumoto bersamaan dengan tawa.

Kini Matsumoto ditinggal berdua bersama Kyoko yang pingsan. "Semoga ketika sadar, dia kembali ke host identity-nya," lirihnya sambil menatap Kyoko.

Matsumoto duduk di kursinya lalu menyilangkan kaki. Sesuatu mengganjal pikirannya. Tentu mengenai Kyoko. Dia meraih kertas berisi laporan psikis pasien. Kini matanya beralih ke gadis itu. Cukup lama Matsumoto memandang Kyoko. Meskipun pucat, bagi Matsumoto, gadis itu memiliki daya tarik tersendiri dari wajahnya. Matsumoto nyaris tak berkedip.



Oji-san : Paman tidak sedarah



Another MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang